Islam agama yang mencintai kebersihan bagi umatnya, bukan hanya kebersihan rohani akan tetapi kebersihan jasmani pula. Oleh karena itu selain mewajibkan mandi dan membersihkan diri pada saat-saat tertentu syari’at agama kita juga menganjurkan mandi pada waktu-waktu tertentu.
Mandi merupakan ajaran Islam tentang kebersihan, yang bertujuan untuk menghilangkan hadats, baik sebagai syarat untuk ibadah atau pun tidak. Ajaran tersebut bersumber pada Al Qur'an, sunnah, dan ijma'.
Adapun ayat-ayat Al Qur'an yang menunjukkan perintah tentang mandi terdapat beberapa ayat, di antaranya adalah :
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang membersihkan diri. (Q.S. Al Baqarah : 222).
Ayat tesebut memberikan pengertian bahwa, mandi termasuk membersihkan diri, mensucikan diri dari hadats, kotoran material, sehingga dapat mendatangkan cintanya Allah Swt.
Sunah adalah pekerjaan yang mendapat pahala jika dikerjakan dan tidak mendapat dosa jika ditinggalkan. Hukum dasar mandi adalah mubah, namun ada 17 macam mandi yang jika dikerjakan akan mendapatkan pahala yaitu :
1. Mandi pada hari Jum’at.
Hal ini didasari atas hadits Rasulullah s.a.w. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Barang siapa di antara kalian akan menghadiri sholat Jum’at mandilah”. Sebagian ulama memahami dari hadits ini bahwa mandi sebelum pergi untuk sholat Jum’at hukumnya wajib. Ditambah dengan hadits lain yang secara jelas menyatakan wajib mandi pada hari Jum’at: “Mandi hari Jum’at menjadi kewajiban bagi setiap orang yang sudah dewasa”. Sedangkan menurut mazhab Syafi’i dan mayoritas ulama termasuk mazhab Maliki mandi hari Jum’at hukumnya sunat. Alasan para ulama ini ialah beberapa hadits shohih antara lain: “Barang siapa berwudhu pada hari Jum’at baginya sudah cukup dan baik, tapi barang siapa yang mandi maka mandi lebih utama”. Menurut Imam Nawawi hadits ini shohih. Selain hadits di atas Rasulullah s.a.w. pula bersabda: “Alangkah baiknya jika kalian mandi pada hari Jum’at”. Dari beberapa hadits di atas yang menganjurkan mandi pada hari Jum’at dipahami bahwa perintah mandi menunjukkan kepada anjuran sedangkan kata-kata “wajib” menunjukkan kepada “ta’kid” atau penekanan. Dengan demikian untuk menerima beberapa hadits tentang mandi pada hari Jum’at yang nampaknya berbeda-beda ini dapat disimpulkan bahwa hukum mandi pada hari Jum’at ialah sunat muakkad. Sedangkan waktu mandinya ialah antara subuh hingga saat menjelang pergi ke masjid. Dan lebih dianjurkan pelaksanaan mandinya sesaat menjelang pergi ke masjid, karena salah satu tujuan dari mandi ini ialah menghilangkan kotoran dan aroma tidak sedap dari badan sebelum berada di antara jemaah sholat Jum’at.
2. Mandi pada dua hari raya, yaitu ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adhha.
Hal ini didasari atas hadits dari Ibnu Abbas ia berkata: “Adalah Rasulullah s.a.w. mandi pada hari ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adhha”. Demikian pula Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Umar mengerjakannya karena pada hari itu berkumpulnya kaum muslimin untuk melaksanakan sholat ‘ied seperti pada hari Jum’at. Sedangkan waktunya setelah pertengahan malam, dan yang lebih baik pada saat menjelang kepergian ke tempat sholat ‘ied.
3. Mandi ketika akan melaksanakan sholat Istisqo’
Karena sholat Istisqo’ atau sholat minta hujan ini dilaksanakan secara berjamaah maka disunatkan mandi untuk menghilangkan aroma tidak sedap dari badan sebagaimana tujuan disunatkannya mandi pada hari Jum’at. Waktunya sebelum mengerjakan sholat.
4. Mandi ketika akan melaksanakan sholat gerhana matahari atau gerhana bulan.
Karena sholatnya dilaksanakan secara berjamaah maka disunatkan mandi agar badan bersih dari aroma yang tidak sedap sebagaimana pada hari Jum’at. Niatnya sbb:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى
Saya niat mandi gerhana Matahari Sunnah karena Allah Ta’ala.
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِخُسُوْفِ القَمَرِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى
Saya niat mandi gerhana Bulan sunnah karena Allah Ta’ala.
5. Mandi bagi orang yang selesai memandikan janazah.
Hal ini didasari atas sebuah hadits di mana Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barang siapa memandikan jenazah hendaklah dia mandi, dan barang siapa membawa jenazah hendaklah dia berwudhu”. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal hadits ini adalah perkataan Abu Hurairah. Imam Syafi’i berkata: “Apabila hadits ini shohih sebagai ucapan Rasulullah s.a.w. maka saya berpendapat bahwa mandi ini hukumnya wajib”.
6. Mandi seorang yang baru masuk Islam.
Diriwayatkan bahwasanya Rasulullah s.a.w. memerintahkan Qais bin ‘Ashim dan Tsumamah bin Atsal untuk mandi ketika keduanya masuk Islam. Mandi ini tidak wajib karena saat itu orang-orang yang menyatakan dirinya masuk Islam tidak semuanya diperintahkan oleh Rasulullah s.a.w. untuk mandi. Selain itu, menyatakan diri masuk agama Islam adalah pertobatan dari perbuatan maksiat maka tidak diwajibkan mandi sebagaimana orang yang tobat dari perbuatan maksiatnya. Hal ini jika yang bersangkutan tidak mengalami junub sebelumnya. Akan tetapi jika seseorang yang masuk Islam mengetahui bahwa dirinya telah mengalami junub maka ia wajib mandi setelah memeluk agama Islam.
7. Mandi seseorang yang baru sembuh dari sakit gila atau pingsan.
Mandi ini dilaksanakan setelah seseorang dinyatakan sembuh dari sakit jiwa atau setelah sadar dari pingsan.
Hal ini dikarenakan ada kemungkinan orang tersebut pada masa gilanya keluar mani (junub).
8. Mandi seseorang yang akan mengenakan pakaian ihrom.
Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwasanya Zaid bin Tsabit berkata: “Adalah Rasulullah s.a.w. melepaskan pakaian biasanya untuk mengenakan ihram dan mandi”. Hukum ini berlaku bagi siapa saja yang akan mengenakan ihrom, baik laki-laki dewasa maupun anak-anak, bahkan wanita sekalipun dia dalam keadaan berhalangan (haid atau nifas). Ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim bahwasanya Asma binti ‘Umais istri Abu Bakar Shiddiq ketika tiba di Zulhulaifah (miqat penduduk kota Madinah) melahirkan maka Rasulullah s.a.w. memerintahkannya untuk mandi sebelum mengenakan ihrom.
9. Mandi seseorang yang akan memasuki kota Mekkah.
Ini berdasarkan perbuatan Abdullah bin Umar bahwasanya beliau tidak memasuki kota Mekkah kecuali terlebih dahulu bermalam di Dzi Thuwa, pada pagi harinya beliau mandi kemudian masuk ke kota Mekkah pada siang hari. Beliau menyebutkan bahwasanya yang seperti itu dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. (HR. Bukhari dan Muslim)
10. Mandi seseorang yang akan melaksanakan wuquf di Arafah.
Karena hari Arafah merupakan hari berkumpulnya kaum muslimin yang melaksanakan ibadah haji maka dianjurkan mandi untuk menghilangkan bau tidak sedap dari badan. Abdulllah bin Umar melakukannya, dan diriwayatkan Rasulullah s.a.w melakukannya pula.
11. Mandi bagi orang yang ingin bermalam di Muzdalifah
“Bahwa Ibnu Umar tidak memasuki kota Mekkah kecuali beliau bermalam terlebih dulu di Dzi Thuwa sampai pagi hari, kemudian beliau mandi dan memasuki pada siang harinya. Beliau menyebutkan bahwa Nabi Saw. melakukan hal yang sama.”
12. Mandi seseorang yang akan melontar jumrah pada hari-hari tasyriq.
Waktu mandinya ketika hendak melontar jumrah yaitu sesudah tergelincir matahari untuk menghilangkan aroma tidak sedap dari badan karena waktu melontar saat kaum muslimin yang melaksanakan ibadah haji berkumpul pada satu tempat, yaitu sekitar jumroh di bawah terik matahari. Sedangkan ketika hendak melontar jumroh aqobah pada tanggal 10 Dzulhijjah tidak disunatkan mandi karena menjelang wuquf tanggal 9 Dzulhijjjah sudah disunatkan mandi dan waktu antara melontar jumroh aqobah dengan wuquf berdekatan, jadi tidak diperlukan lagi mandi untuk menghilangkan aroma tidak sedap dari badan.
13. Mandi seseorang yang akan melaksanakan thawaf di Ka’bah.
Mandi sunnah dianjurkan bagi jamaah haji dan umrah sebelum melakukan beberapa hal yang terdapat rangkaian ibadah haji dan umrah. Mandi sunnah ini dimaksudkan untuk kepentingan ibadah dan faktor kebersihan sekaligus.
Karena pada saat thawaf terjadi kepadatan di sekitar Ka’bah sehingga perlu pembersihan badan dari aroma tidak sedap.
14. Mandi untuk mengerjakan tawaf qudum, ifadah dan tawaf wada'
Jamaah haji dianjurkan untuk mandi sunah pada 10 titik, yaitu (sebelum) ihram, saat memasuki Kota Makkah, wuquf di Arafah, wuquf di Muzdalifah setelah Subuh hari nahar, tawaf ifadhah, cukur, tiga mandi untuk melempar jumrah pada hari tasyriq, dan tawaf wada‘.”
15. Mandi seseorang yang selesai dibekam.
Mandi setelah terapi bekam adalah bagian dari sunnah nabi. Hal tersebut disimpulkan dari penjelasan Aisyah yang berkata;
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «يُغْتَسَلُ مِنْ أَرْبَعٍ مِنَ الْجَنَابَةِ، وَيَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَمِنْ غَسْلِ الْمَيِّتِ، وَالْحِجَامَةِ»
Sesungguhnya Nabi mengatakan bahwa: “Beliau mandi karena empat hal; Janabat, hari jum’at, memandikan mayit, dan bekam.” (Dishahihkan Hakim dalam Al – Mustadrak).
Mandi setelah terapi bekam adalah sunnah. Mandi yang dimaksud disini adalah mandi besar. Selain memiliki manfaat ibadah sunnah mandi setelah terapi bekam memiliki kemanfaatan untuk tubuh atau badan. Kemanfaatan untuk badan diantaranya adalah mengurangi resiko infeksi karena mandi akan membersihkan badan dari kotoran sisa berbekam dan mengembalikan kesegaran tubuh setelah berbekam.
16. Mandi ketika hendak melaksanakan i’tikaf.
Di antara perkara yang dianjurkan ketika hendak melakukan i’tikaf di masjid adalah mandi terlebih dahulu. Dalam kitab Fath al-Mu’in, Syaikh Zainuddin Al-Malibari menyebutkan bahwa mandi sebelum i’tikaf termasuk bagian mandi yang dianjurkan untuk dilakukan, sebagaimana mandi ketika hendak berangkat melaksanakan shalat Jumat di masjid.
17. Mandi ketika hendak memasuki kota Madinah.
Kota Madinah adalah tanah haram atau mulia sebagaimana kota Mekkah, sehingga ketika hendak memasuki kota Madinah disunahkan mandi dulu. Jika tidak memungkinkan, maka disunahkan mandi ketika hendak memasuki masjid nabawi.
Demikianlah mandi-mandi sunat yang tercantum dalam kitab Matan Taqrib karya Abu Syuja'.
Sumber : Islam.nu.or.id
Semoga bermanfaat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.