Musibah menjadi sebuah peristiwa yang tidak dapat diprediksi oleh manusia. Musibah juga sudah menjadi rahasia ilahi yang hanya diketahui oleh Allah SWT. Musibah juga dapat diartikan sebagai sebuah peringatan dan tanda yang diisyaratkan oleh Allah SWT. Musibah dapat berwujud bencana alam, kehilangan orang yang kita sayangi, kecelakaan, peperangan, ataupun seperti wabah corona yang sekarang dialami umat manusia di bumi. Islam sendiri menganggap bahwa setiap musibah yang diturunkan kepada umat manusia merupakan sebuah pembelajaran bagi manusia itu sendiri. Sebagaimana firman Allah berikut :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِيْنَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِيْنَ
“Sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sekalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjuang dan orang-orang yang sabar di antara kamu sekalian.” (QS. Muhammad : 31)
Ada yang memaknai musibah sebagai sebuah ujian, namun dibalik itu semua sesungguhnya Allah SWT selalu memberikan hikmah bagi mereka yang tertimpa musibah sebagaimana FirmanNya dalam hadits Qudsi berikut :
Tidaklah seorang muslim tertimpa kecelakaan, kemiskinan, kegundahan, kesedihan, kesakitan maupun keduka-citaan bahkan tertusuk duri sekalipun, niscaya Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan apa yang menimpanya itu.” (HR. Bukhari)
Cara Menghadapi Musibah Dalam Islam
Setiap orang tentunya memiliki cara yang berbeda dalam menghadapi musibah dalam islam yang menimpanya. Namun, islam mengajurkan untuk menghadapinya dengan sabar, tawakal dan penuh keikhlasan. Sebagaimana 17 cara menghadapi musibah dalam islam berikut ini, semoga dapat menjadi panduan bagi anda.
1. Menerima Musibah Tersebut
Apapun musibah yang menimpa anda, islam mengajarkan bahwa kita harus menerima segala musibah tersebut sebagai bentuk dan manfaat beriman kepada Allah . Terlepas hal tersebut menyakitkan atau menyedihkan. Anggap bahwa hal tersebut merupakan bagian dari takdir yang telah digariskan sang Ilahi. Tentunya apapun itu kita harus melaluinya dan menerimanya dengan lapang dada.
2. Ikhlas Menerimanya
Hal yang paling penting ialah mampu bersikap ikhlas terhadap segala sesuatu yang menimpa. Menerima dengan ikhlas segala musibah yang menimpa. Sebab pasti akan ada hikmat dan nikmat yang akan Allah berikan kelak pada diri kita.
3. Sabar Menghadapinya
Sebagaimana Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam pernah bersabda sabar merupakan salah satu kunci dalam menghadapi musibah. Dalam hadist berikut :
عجبا لأمر المؤمن ان أمره كله خير وليس ذلك لأحد الا المؤمن ان اصابته مراء شكر فكان خيرا له وان اصابته ضراء صبر فكان خيرا له
Artinya:
“Orang-orang beriman itu memang sangat mengherankan semua perkaranya serba baik, dan tak ada seorang pun yang seperti orang yang mukmin. Apabila dianugerahi kesenangan ia bersyukur, dan apabila tertimpa musibah, ia berlaku sabar. Hal inilah yang menjadikan dia selalu dalam keadaan baik.”( HR. Muslim)
4. Memanjatkan Do’a Kepada Allah
Hal yang paling utama saat tertimpa musibah ialah memanjatkan doa kepada Allah SWT juga sebagai cara agar hati tenang dalam islam . Sebab apapun yang terjadi, doa merupakan hal utama dan yang harus di lakukan dalam kondisi apapun.
Dalam kondisi senangpun kita harus berdoa pada Allah atas kesenangan tesebut. Sebaliknya pada saat musibah menimpa maka doa bisa dianggap sebagai salah satu cara mengadu kepada Allah.
5. Memohon Pertolongan Hanya Pada Nya
Adakalanya ketika musibah datang, seseorang menjadi kalap. Bagai di rasuki syaiton ia akan sengaja meminta pertolongan kepada hal selain Allah. Sesungguhnya hal yang demikian merupakan hal yang tidak patut. Dan sebaik-baiknya penolong ialah Allah SWT. Karena itu, saat musibah tertimpa tidak ada cara lain selain hanya meminta pertolongan kepada Allah.
“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allâh, kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” [An-Nahl/16:53]
6. Berserah Diri
Berserah diri menjadi kunci utama dalam menghadapi musibah. Dengan berpasrah dan berserah diri maka kita akan dapat lebih dekat kepada Allah . Sehingga dapat memaknai musibah dengan penuh kesyukuran.
7. Mengkoreksi Diri
Musibah yang menimpa juga menjadi sebuah alarm dan sinyal bagi manusia untuk mengkoreksi diri. Sebab musibah yang datang biasanya disebabkan oleh perbuatan diri sendiri. Sebagaimana dalam FirmanNya berikut ini :
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS. Asy Syura: 30).
8. Menjalaninya Sebagai Bagian Dari Takdir
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”
Pahamilah bahwa setiap takdir manusia telah digariskan. Sehingga musibah yang menimpa manusiapun menjadi bagian dari takdir itu sendiri. Tiada cara lain kecuali menerima dan menjalaninya.
9. Pasti Ada Hikmah Dibaliknya
Tidak ada yang sia-sia di mata Allah. Allah memberikan musibah namun pasti disertai dengan hikmah dibaliknya, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ (115) فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ (116)
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) ‘Arsy yang mulia.” (QS. Al Mu’minun: 115-116)
10. Meyakini Bahwa Ini Bukan Musibah yang Berat
Dalam sebuah hadist disebutkan,
مَنْ عَظَمَتْ مُصِيْبَتُهُ فَلْيَذْكُرْ مُصِيْبَتِي، فَإِنَّهَا سَتَهَوَّنُ عَلَيْهِ مُصِيْبَتُهُ
“Siapa saja yang terasa berat ketika menghapi musibah, maka ingatlah musibah yang menimpaku. Ia tentu akan merasa ringan menghadapi musibah tersebut.”
11. Musibah Sebagai Bentuk Penghapus Dosa
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:
“Apa pun bentuk musibah yang menimpa seorang muslim, niscaya akan Allah menjadikannya sebagai penghapus dosa dari dirinya, sekalipun sebatang duri yang menancap pada dirinya.”
12. Bentuk Ujian untuk Menjadikan Diri Semakin Kuat
Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً
“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
« الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »
“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.”
13. Yakini Bahwa Setelahnya Pasti ada Kemudahan
Dalam surat An Insyiroh, Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 5)
14. Ucapkan Innailahi Wa Innalillahi Rojiun
Ummu Salamah -salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- تَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ أَجَرَهُ اللَّهُ فِى مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا ». قَالَتْ فَلَمَّا تُوُفِّىَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِى خَيْرًا مِنْهُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un. Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.”
Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do’a sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
15. Tetap Bersyukur
Bersyukur merupakan salah satu cara menerima nikmat Allah. Meskipun dalam kondisi ditimpa musibah kita tidak boleh melupakan untuk selalu bersyukur. Karena musibah hanya sebagian kecil dari jutaan nikmat yang telah Allah berikan pada umatnya. Sebagaimana dalam Firman Allah berikut :
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat. [Ibrâhîm/14:7]
16. Meyakini musibah sebagai pembersih dosa-dosa
Allâh Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai obat pembersih untuk mengeluarkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya. Kalau seandainya kotoran dan penyakit tersebut tidak dibersihkan maka dia akan celaka (karena dosa-dosanya), atau minimal berkurang pahala dan derajatnya di sisi Allâh Ta’ala. Jadi musibah dan cobaanlah yang membersihkan penyakit-penyakit itu, sehingga hamba tersebut meraih pahala yang sempurna dan kedudukan yang tinggi di sisi Allâh Ta’ala.
Allâh Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai sebab untuk menyempurnakan penghambaan diri dan ketundukan seorang Mukmin kepada-Nya, karena Allâh Ta’ala mencintai hamba- Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan, susah maupun senang.
Inilah makna sabda Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam :
“Sungguh mengagumkan keadaan seorang Mukmin, semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang Mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.”
17. Meyakini Musibah adalah penyempurna Keimanan
Allâh Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan di dunia sebagai sebab untuk menyempurnakan keimanan seorang hamba terhadap kenikmatan sempurna yang Allâh Ta’ala sediakan bagi hamba-Nya yang bertakwa di surga kelak. Inilah keistimewaan surga yang sangat jauh berbeda keadaannya dengan dunia Allâh Ta’ala menjadikan surga-Nya sebagai negeri yang penuh kenikmatan yang kekal abadi, serta tidak ada kesusahan dan penderitaan padanya selamanya. Sehingga kalau seandainya seorang hamba terus-menerus merasakan kesenangan di dunia, maka tidak ada artinya keistimewaan surga tersebut, dan dikhawatirkan hatinya akan terikat kepada dunia, sehingga lupa untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang kekal abadi di akhirat nanti.
Inilah di antara makna yang diisyaratkan dalam sabda Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam :
”Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.”
Itulah, 17 cara menghadapi musibah dalam islam. Mudah mudahan semakin dapat menambah kadar keimanan kita untuk selalu memaknai segala nikmat dan musibah sebagai karunia dari Allah SWT.
Semoga bermanfaat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.