Oleh : Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Munajjid hafizahullah
1. Faidah 1 :
Bulan Sya’ban adalah bulan ke delapan dari bulan-bulan Hijriyah, antara bulan Rajab dan Ramadhan.
Dikatakan demikian, karena orang Arab mereka berpencar-pencar dalam bulan tersebut untuk mencari air.
Dan dikatakan sya’ban : karena suku/kabilah berpencar dalam menghadapi serangan/peperangan.
Dan dikatakan sya’ban : karena percabangan, atau bulan yang muncul antara bulan Rajab dan Ramadhan.
(Fathul Bari:4/213)
2. Faidah 2 :
Bulan Sya’ban adalah bulan yang diberkahi, manusia kebanyakan melalaikannya, antara rojab dan romadhon, dan di sunnahkan untuk memperbanyak puasa di dalamnya.
Dari Usamah bin Zaid rodhiyallahu anhu berkata :
“Aku berkata : Wahai Rasulullah! Tidaklah aku melihat engkau berpuasa dalam sebulan (banyak berpuasa) dari bulan2 lain seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban?!
Nabi bersabda : Itulah bulan yg kebanyakan manusia lalai yaitu antara Rajab dan Ramadhan, dan dia adalah bulan diangkatnya amal kepada Allah azza wa jalla, dan aku suka ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan berpuasa”.
(HR. Nasai dan di shahihkan Al-Albani)
3. Faidah 3 :
Adalah Nabi berpuasa sunnah pada bulan Sya’ban dan tidaklah berpuasa seperti pada bulan itu (Sya’ban) dibanding bulan-bulan yang lainnya.
Ummul Mukminin Aisyah berkata : Tidaklah aku melihat Rasululah menyempurnakan puasanya kecuali bulan Ramadhan, dan tidaklah aku melihat beliau pada satu bulan banyak berpuasa kecuali pada bulan Sya’ban.
(HR. Bukhari:1969 dan Muslim no.1156, dan lafadznya Muslim)
Dan dalam riwayat lainnya : Adalah beliau berpuasa Sya’ban seluruh (harinya), adalah beliau berpuasa pada (seluruh hari) bulan Sya’ban kecuali sedikit. (HR. Bukhari no.1970 dan Muslim no.1156)
4. Faidah 4 :
Tidaklah Nabi berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali pada Sya’ban dan Ramadhan, dan adalah Nabi banyak berpuasa pada bulan Sya’ban dan menyusulnya dengan bulan Ramadhan.
Sebagaimana perkataan Ummul Mukminin Ummu Salamah : Tidaklah aku melihat Nabi berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali Sya’ban dan Romadhon.
(HR. Tirmidzi no.736 dan Nasai no.2352, dan di shahihkan oleh Al-Albani)
5. Faidah 5 :
Manusia kebanyakan lalai dari puasa bulan Sya’ban, karena sebelumnya didahului dengan bulan haram yaitu bulan Rojab, dan puasa pada bulan-bulan haram disunnahkan, tanpa ada keyakinan/keutamaan yang khusus untuk bulan Rajab dan di ikuti dengan bulan Ramadhan, maka manusia lalai dari Sya’ban dengan keduanya (Rajab dan Ramadhan), padahal di sunnahkan diperintahkan untuk puasa pada bulan Sya’ban.
6. Faidah 6 :
Sabda Nabi : “Itu bulan yang manusia melalaikannya yaitu antara Rojab dan Romadhon”.
Di dalam hadits tersebut terdapat isyarat yang halus pada sesungguhnya seyogyanya memanfaatkan waktu lalai manusia tersebut dengan ketaatan, dan dari apa yang di cintai dan di ridhoi oleh Allah. Oleh karena itu, para salaf menyukai melakukan amalan sunnah antara Maghrib dan Isya, dan mereka mengatakan : bahwa itu waktu-waktu yang dilalaikan, melakukan sholat malam pada sepertiga malam yang kebanyakan manusia melalaikannya dari mengingat kepada-Nya. (HR. Tirmidzi dan Nasai)
Nabi bersabda : “Sedekatnya Rabb dengan seorang hamba adalah pada pertengahan malam yang akhir, maka jika engkau bisa mengingat-Nya pada waktu itu maka lakukan”.
Oleh karena itu di sunnahkan mengingat Allah pada tempat-tempat yang kebanyakan manusia lalai, seperti di pasar dan majelis sia-sia. (Lathoiful Maarif, Ibnu rajab)
7. Faidah 7 :
Faidah beramal pada waktu yang lalai : sesungguhnya seorang muslim ketika menghidupkan waktu yang kebanyakan manusia lalai darinya maka dapat menyembunyikan amalnya, menyembunyikan amalan ketaatan sunnah lebih dekat kepada ikhlas, karena seorang muslim tidak aman dari dirinya terhadap riya ketika men-jaharkan/menampakkan amal sholihnya.
8. Faidah 8 :
Puasa pada bulan syaban lebih utama dari puasa bulan-bulan haram, karena bulan sya’ban bersama Ramadhan kedudukannya seperti amalan sunnah rawatib ketika bersama amalan wajib. Sebagaimana sunnah rawatib lebih utama dari amalan sunnah mutlak dalam sholat wajib, maka puasa sebelum ramadhan dan sesudahnya lebih utama di bandingkan puasa yg jauh dari bulan tersebut (jauh dari bulan ramdahan)
9.Faidah 9 :
Adapun sabda Nabi : “Puasa yang lebih utama setelah ramadhan adalah pada bulan-bulan Allah haram, dan sholat yg utama setelah wajib adalah sholat malam”.
Maka ini adalah tathowu mutlak, maka tathowu mutlak pada ibadah puasa, yg utamanya adalah pada bulan Muharam kemudian pada bulan-bulan haram, sebagaimana ibadah tathowu mutlak dalam sholat adalah sholat malam.
Adapun puasa syaban maka di ikuti puasa ramadhan dan di ikuti dengannya sebagaimana puasa enam hari pada bulan Syawal, maka ini lebih utama daripada amalam tathowwu mutlak.
Sebagaimana sholat rawatib setelah sholat wajib maka lebih utama dibandingkan dengan sholat malam, demikian seperti pendapat jumhur ulama, karena menyertai/mengikuti amalan wajib.
(Lathoiful Ma’arif hal.34, 129)
10. Faidah 10 :
Sya’ban adalah bulan diangkatnya amal dalam setahun kepada Allah. Sebagaimana dalam hadits : Dan dia adalah bulan diangkatnya amal kepada Rabbul alamin, dan aku suka ketika diangkat amalku dan aku dalam keadaan berpuasa.
Nabi suka ketika diangkat amalnya dan beliau dalam keadaan berpuasa, karena dapat dikabulkan/terima amal dan diangkat derajat, maka hendaknya kaum muslimin mendasarkan/mengikuti Nabi mereka sholallahu alaihi wassalam dalam hal ini, dan memperbanyak puasa dalam bulan Sya’ban.
11. Faidah 11:
Diangkatnya amal dan dipalingkan/disetorkan amal kepada Allah ada tiga jenis, sebagaimana menunjukkan atas hal ini pada nash syar’i : (Tahdzibub Sunan Abu Dawud:3/199, Ibnul Qoyyim), (Thoriqul Hijrotain hal.75) dan (Lathoiful Maarif hal.126)
Jenis pertama :
Diangkatnya harian, sebanyak dua kali, pertama pada malam hari dan kedua siang hari. Sebagaimana dalam hadits : Diangkatnya amal malam sebelum amal siang dan amal siang sebelum amal malam. (HR. Muslim no.179)
Diangkatnya amal harian pada waktu akhirnya, amal malam hari pada akhirnya; maka para malaikat meletakkan/menyerahkan amal malam pada akhirnya yaitu awal siang, dan meletakkan amal siang setelah mengantinya pada awal malam, sebagaimana disebutkan dalam hadits :
“Para malaikat bergantian dengan malaikat malam dan siang, mereka berkumpul pada sholat subuh dan ashar”. (HR. Bukhari no.555 dan Muslim no.632)
Maka siapa yang berada dalam ketaatan diberikan berkah baginya dalam rizki dan amalnya. (Fathul Bari:2/37, Ibnu Hajar Al-Asqolani)
Oleh karena itu Adh-Dhohak : dia menangis pada akhir siang dan mengatakan : “Aku tidak tahu, apa yang diangkat dari amalku”. (Lathoiful Maarif hal.127)
Jenis kedua : diangkat pada mingguan.
Diangkatnya amal secara mingguan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada hari senin dan kamis. Sebagaimana dalam hadits Nabi :
“Diangkatnya amal-amal manusia pada setiap minggunya sebanyak dua kali : pada hari senin dan kamis , maka diampuni pada setiap hamba mukmin, kecuali seorang yang antara dia dan saudaranya bermusuhan/berseteru maka dikatakan : tinggalkan mereka berdua sampai mereka kembali/berdamai”. (HR. Muslim no.36)
Ibrahim An-Nakhai menangis kepada istrinya pada hari kamis dan istrinya juga menangis, dia mengatakan : “Hari ini di berikan/diangkat amal-amal kita kepada Allah azza wa jalla“. (Lathoiful ma’arif hal.127)
Jenis ketiga :
Daingkatnya amal pada setahun sekali, dan diangkatnya amal setahun tersebut pada jumlah keterangan yg banyak yang menunjukkan pada bulan Sya’ban, sebagaimana hadits Nabi diatas. Kemudian diangkatnya amal seluruh umur manusia setelah kematian, maka ketika tiba ajal, diangkatnya amal seluruhnya kepada Allah dan terlipat dalam satu lembar amal, dan ini di angkat yang terakhir kalinya.
12. Faidah 12 :
Pada setiap diangkatnya amal terdapat hikmah yang Rabb kita mengetahuinya, dan dari Allah risalah tersebut, dan dari Rasulullah menyampaikan dan bagi kita menerimanya.
13. Faidah 13 :
Disunnahkan bagi seorang muslim menambah amal ketaatan pada waktu-waktu diangkatnya amal kepada Allah; maka puasa pada senin kamis-sebagaimana petunjuk Nabi, dan memperbanyak puasa sya’ban, dan menambah amal sholeh pada malam dan siangnya dan amalan yg mendekatkan diri kepada Allah dari amal yang dicintai dan di ridhoi-Nya.
14. Faidah 14:
Hendaknya seorang muslim mengingat bahwa amalannya diangkat kepada Allah pada bulan ini – yang baiknya dan jeleknya, maka hendaknya mengingatkan pada dirinya diangkatnya amal pada Rabb-nya, dan (amalan) apa menjadi sebab di tambahnya pahala ataupun jeleknya hukuman, dan (amalan) apa yang bisa menjadi sebab di terimanya amal dan di tolaknya amal – semoga Allah melindungi!-.
15. Faidah 15 :
Sya’ban seperti mukadimah untuk Ramadhan, dan seperti latihan untuk berpuasa di dalam Ramadhan. Maka di syariatkan didalamnya apa yang di syariatkan di dalam Ramadhan seperti puasa, membaca Al-Quran; Untuk bersiap-siap menghadapi ramadhan dan memperkirakan diri untuk melakukan ketaatan kepada Allah. Maka bersegera melakukan ketaatan pada bulan Sya’ban dan seorang muslim/muslimah hendaknya menghitung/mempersiapkan bekal untuk ramadhan, sehingga ketika masuk ramadhan menjadi berat, akan tetapi dengan puasa Sya’ban sebelumnya, menjadikan seorang muslim merasakan kelezatan puasa, maka ketika masuk puasa Ramadhan dengan kuat dan rajin.
(Lathoiful Ma’arif hal.134)
16. Faidah 16:
Sebagian manusia mengeluh/mengadu kesulitan puasa dan sholat serta menyelesaikan bacaan Al-Quran di Ramadhan, karena mereka tidak berpuasa dan tidak sholat kecuali pada romadhon, maka dimana latihan dan persediaan (apa yg telah kita siapkan) untuk Ramadhan pada bulan Sya’ban?
Dan umumnya jiwa manusia ketika istirahat dan tidur, kesulitan baginya untuk bangun dan terganggu tanpa ada latihan atau persiapan (sebelumnya) !
Sebagaimana perkataan Abu Bakar Al-Balkhi rahimahullah : “Bulan Rajab adalah bulan menanam, dan bulan Sya’ban adalah bulan mengairi tanaman, dan bulan ramadhan adalah bulan panen”.
Dan perkataan beliau : “Permisalan bulan Rajab seperti angin, bulan Sya’ban adalah seperti awan, dan ramadhan seperti hujan”. (Lathoiful Maarif hal 121)
Maka siapa yang tidak menanam pada bulan Rajab dan mengairi pada bulan Sya’ban maka bagaimana mendapatkan hasil panen pada Ramadhan?!
Dan bagaimana dia tamak serta mendapatkan kelezatan taat dan ibadah dalam ramadhan, dan dia tidak mendahului dirinya (dengan berbuat ketaatan) sebelum Ramadhan ?!
Maka hendaknya kita bersegera sebelum berlalunya waktu, berkata Yahya bin Muadz rahimahullah : Tidaklah aku menangisi diriku ketika akan meninggal (ketika sakaratul maut), sesungguhnya aku menangisi atas hidupku yang telah berlalu”.
(Hilyatul Auliya (10/51), Siyar Alamin Nubala(13/15))
17. Faidah 17 :
Adalah para salaf mendedikasikan/mengkosongkan waktunya, digunakan untuk membaca Al-Quran pada bulan Sya’ban. Dan mereka mengatakan : “Bulan Sya’ban adalah bulan membaca Al-Quran”. (Lathoiful Ma’arif hal.135)
Semoga bermanfaat.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.