Oleh : Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Munajjid hafizahullah
1. Faidah 16:
Sebagian manusia mengeluh/mengadu kesulitan puasa dan sholat serta menyelesaikan bacaan Al-Quran di Ramadhan, karena mereka tidak berpuasa dan tidak sholat kecuali pada romadhon, maka dimana latihan dan persediaan (apa yg telah kita siapkan) untuk Ramadhan pada bulan Sya’ban?
Dan umumnya jiwa manusia ketika istirahat dan tidur, kesulitan baginya untuk bangun dan terganggu tanpa ada latihan atau persiapan (sebelumnya) !
Sebagaimana perkataan Abu Bakar Al-Balkhi rahimahullah : “Bulan Rajab adalah bulan menanam, dan bulan Sya’ban adalah bulan mengairi tanaman, dan bulan ramadhan adalah bulan panen”.
Dan perkataan beliau : “Permisalan bulan Rajab seperti angin, bulan Sya’ban adalah seperti awan, dan ramadhan seperti hujan”. (Lathoiful Maarif hal 121)
Maka siapa yang tidak menanam pada bulan Rajab dan mengairi pada bulan Sya’ban maka bagaimana mendapatkan hasil panen pada Ramadhan?!
Dan bagaimana dia tamak serta mendapatkan kelezatan taat dan ibadah dalam ramadhan, dan dia tidak mendahului dirinya (dengan berbuat ketaatan) sebelum Ramadhan ?!
Maka hendaknya kita bersegera sebelum berlalunya waktu, berkata Yahya bin Muadz rahimahullah : Tidaklah aku menangisi diriku ketika akan meninggal (ketika sakaratul maut), sesungguhnya aku menangisi atas hidupku yang telah berlalu”.
(Hilyatul Auliya (10/51), Siyar Alamin Nubala(13/15))
2. Faidah 17 :
Adalah para salaf mendedikasikan/mengkosongkan waktunya, digunakan untuk membaca Al-Quran pada bulan Sya’ban. Dan mereka mengatakan : “Bulan Sya’ban adalah bulan membaca Al-Quran”. (Lathoiful Ma’arif hal.135)
3. Faidah 18 :
Sya’ban memberikan peluang memberikan bantuan/pertolongan kepada orang fakir dan miskin dan memberikan sedekah kepada mereka, untuk memperkuat hal tersebut untuk puasa ramadhan dan sholat malamnya.
4. Faidah 19 :
Dari perkara yang salah adalah kebanyakan manusia memberikan zakat mereka pada rajab atau syaban dan mengakhirkannya pada bulan ramadhan. Mereka menyangka hal itu lebih utama dan memiliki pahala yg banyak!
Maka mengakhirkan zakat (mal) tidak boleh, ketika telah sampai hal dan nishabnya, karena hal ini kedhaliman kepada org fakir dengan mengakhirkan hak mereka, hal ini termasuk bentuk maksiat kepada Rabbul alamin.
Akan tetapi tidak boleh bergegas-gegas menyampaikan zakat sebelum waktunya karena dgn alasan membantu kaum fakir.
5. Faidah 20 :
Siapa yang masih mempunyai qadha puasa ramadhan tahun kemarin, wajib baginya qadha di bulan Sya’ban sebelum masuk ke Ramadhan, dan tidak boleh baginya mengakhirkan qadha-nya setelah Ramadhan tanpa ada udzur/halangan.
Berkata Ummul Mukmimin Aisyah rodhiyallahu anha : “Adalah aku berpuasa pada bulan Ramadhan, maka ketika tidak mampu maka aku meng-qadha nya pada bulan Sya’ban”. Berkata rawi : di karenakan sibuk bersama Nabi
(HR Bukhari no.1950 dan Muslim no.1950)
Berkata Al-hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari : Dan bersegera dalam hal ini di Syaban : sesungguhnya tidak boleh mengakhirkan qadha sampai masuk ramadhan berikutnya.
6. Faidah 21 :
Siapa yang mendapatkan sesuatu dari qadha ramadhan, dan tidak bisa meng-qadhanya sampai masuk padanya ramadhan berikutnya :
1. Jika terdapat udzur yang terus menerus maka baginya qadha setelah ramadhan yang kedua, hal ini seperti orang yang sakit terus-menerus sampai masuk ramadhan berikutnya maka tidak ada dosa baginya karena mendapatkan udzur, dan tidak ada baginya kecuali qadha saja. Maka dia meng-qadha jumlah hari yang dia tinggalkan/jumlah hari yg dia berbuka.
2. Jika dia tidak mempunyai udzur maka berdosa baginya ketika mengakhirkan qadha puasa. Sepakat para ulama bahwa dia harus meng-qadha. Namun berbeda pendapat ulama : apakah baginya juga kafarah karena mengakhirkannya atau tidak ?
Maka dijawab : meng-qadha, dan memberi makanan pada hari dia berbuka pada setiap harinya kepada orang miskin. Hal ini pendapat Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad, juga atsar dari sebagian para sahabat.
Pendapat lainya : qadha, namun tidak perlu memberi makan kepada orang miskin, ini adalah pendapat Abu Hanifah dan juga yg dipilih Syaikh Utsaimin rahimahullah (Al-Mughni (4/400), Ibnu Qudamah (6/366), Majmu An Nawawi, Lathoiful Maarif hal.134, Syarhul Mumti’ (6/445))
7. Faidah 22 :
Tidak boleh memperingati malam nisfu sya’ban, atau mengkhususkan malam itu dengan sholat atau mengkhususkan hari itu dengan puasa atau dengan ziarah kubur atau bersedekah kepada orang yang telah meninggal, atau dengan jenis ibadah tertentu, akan tetapi hal itu adalah perkara baru dalam agama.
Dan tidak ada kekhususan keutamaan pada malam nisfu sya’ban, yg ada dalam hadits shahih, akan tetapi hadits yang menjelaskannya, termasuk apakah dhoif atau maudhu’.
Dan hadits yang datang tentang sholat pada malam harinya, termasuk apakah dhoif atau maudhu, dan tidakada riwayat yang pasti dari Nabi dan para sahabat rodhiyallahu anhum.
8. Faidah 23 :
Siapa yang mempunyai kebiasaan sholat malam, maka hendaknya dia berdiri untuk sholat pada malam nisfu sya’ban seperti pada malam-malam sebelumnya yang dia biasa sholat malam, tanpa ada keyakinan keutamaan/kekhususun didalamnya, dan dia menambah dan bersungguh-sungguh didalamnya, maka hal ini tidak mengapa.
9. Faidah 24 :
Tidak disyariatkan menyendirikan puasa pada hari nisfu sya’ban, kecuali hari itu bertepatan dengan kebiasaan dia yang berpuasa, seperti hari senin atau kamis, tanpa ada keyakinan keutamaan atau kekhususan di dalamnya. Dan hadits yang menjelaskan tentang anjuran untuk berpuasa pada hari nisfu sya’ban adalah dhoif dan tidak shahih.
10. Faidah 25 :
Adapun hari nisfu sya’ban bertepatan dengan jumlah hari yang ada pada ayamul bidh, yang disunahkan berpuasa setiap bulan (13,14,15), maka siapa yang berpuasa pada hari 13 dan 14, maka sesuai dengan sunnah, tanpa ada keyakinan ada keutamaan pada hari nisfu syaban.
Adapun siapa yang bersendiri berpuasa, maka tidak/janganlah dikatakan : sesungguhnya berpuasa pada nisfu syaban dari ayamul bidh, akan tetapi tidaklah dia menyendirikannya kecuali dengan berkeyakinan keutamaan puasa pada hari nisfu syaban selain hari tersebut, dan ini terlarang.
(Iqtidha Sirathal Mustaqim:2/138, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah; Lathoiful Maarif hal.136; Fatawa Syaikh Ibnu Baz:1/186; Fatwa Syaikh Ibnu Jibrin)
11. Faidah 26 :
Adapun hadits : “Ketika sampai pertengahan Syaban maka jangan kalian berpuasa”.
Maka ini di dhaifkan oleh para ulama, dan berkata para imam : hadits munkar.
Dan dari mereka antara lain : Abdurrahman bin Mahdi, Imam Ahmad, Abu Zur’ah Ar-Rozi dan selain mereka. (Lathoiful Ma’arif hal.135)
Maka atas hal ini, tidaklah dilarang berpuasa setelah pertengahan syaban, kecuali sebelum Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya, maka itu terlarang.
12. Faidah 27 :
Atas perkataan yang membenarkan hadits dan melarang berpuasa setelah pertengahan syaban, maka itu madzab syafi’iyah – maka dikecualikan dari pelarangan ini : Siapa yang biasa dalam berpuasa, seperti seorang yang biasa berpuasa pada senin dan kamis, maka bisa berpuasa keduanya walaupun setelah pertengahan syaban.
Dan siapa yang memulai puasa sebelum pertengahan syaban, dan bersambung dgn sesudahnya maka hal ini tidak termasuk pelarangan ini. Karena Nabi : “Adalah beliau berpuasa Sya’ban seluruhnya, adalah beliau berpuasa kecuali sedikit (berbuka)”. (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no.1152) dan lafadz bagi Imam Muslim.
Dan dikecualikan juga : siapa yang berpuasa setelah nisfu syaban untuk qadha ramadhan.
(lihat Majmu Nawawi:2/399; Riyadhus Shalihin hal:354 dan Tahdzib Sunan Abi Dawud:2/20, Ibnul Qoyyim) dan Lathoiful Maarif hal.136.
13. Faidah 28 :
Diharamkan mendahului sebelum Ramadhan dengan puasa tathowwu dengan sehari atau dua hari, kecuali siapa yang sudah biasa berpuasa, atau qadha nadzar atau qadha dari ramadhan sebelumnya atau menyambung dengan apa sebelumnya.
Hadits : “Janganlah kalian mendahului romadhon dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya, kecuali seorang yang biasa berpuasa maka berpuasalah”. (HR. Bukhari no.1914 dan Muslim no:1082)
14. Faidah 29 :
Puasa pada akhir bulan sya’ban ada tiga keadaan :
Pertama : berpuasa dengan niat untuk waspada/hati-hati terhadap ramadhan, maka ini terlarang.
Kedua : berpuasa dengan niat nadzar atau qadha ramadhan atau kafarah dan semisalnya maka hal ini boleh.
Ketiga : berpuasa dengan niat tathowwu mutlak, maka ini terlarang, kecuali seorang yang bertepatan dengan kebiasaaannya berpuasa, atau mendahului baginya berpuasa syaban sebelum akhir dua hari dan menyambungnya dengan ramadhan.
(Syarah Nawawi lil Shahih Muslim dan Lathoiful Maarif)
15. Faidah 30 :
Hikmah dilarangnya berpuasa sebelum ramadhan, sehari atau dua hari : karena (seperti) menambah ramadhan yang bukan termasuk di dalamnya, peringatan dari apa yg ahlu kitab melakukan puasa mereka, mereka menambah dengan pemikiran dan hawa nafsu mereka.
Dan juga, karena sebagai pemisah antara puasa wajib dan sunnah, dan sesungguhnya jenis pemisah antara wajib dan sunnah di syariatkan, oleh karena itu Nabi melarang memisah antara sholat wajib dan sholat sunnah sampai memisahkan diantaranya dengan perkataan atau berpindah tempat. (Shahih Muslim no.883)
16. Faidah 31 :
Hari syak adalah tgl 30 syaban, ketika mendung dan manusia tidak melihat hilal, dikatakan demikian karena ragu dalam hal ini : apakah hari akhir bulan syaban atau awal ramadhan?
Maka diharamkan puasa kecuali siapa yang kebiasaan puasa, atau bertepatan dgn hari senin dan kamis dan biasa berpuasa dalam dua hari tsb; karena ada hadits Nabi : “Siapa yg puasa pada hari syak, maka dia telah bermaksiat pada Abul Qosim”.
(HR. Bukhari muallaq dgn shighoh jazm, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah dan dishahihkan Al-Albani)
17. Faidah 32 :
Pada bulan Syaban terjadi beberapa peristiwa penting, antara lain :
1. diwajibkan puasa ramadhan pada tahun 2 H.
2. perpindahan kiblat dari baitul maqdis kemasjidil haram tahun 2 H (dan dikatakan : akan tetapi itu terjadi pada rajab dan dikatakan : terjadi di jumadil akhir).
3. pernikahan Nabi dengan hafshoh pada 3 H.
4. perang bani mustahaliq pada tahun 5 H.
5. perang tabuk pada 9 H, dan dikatakan di rajab, dan kembalinya Nabi ke madinah pada bulan Ramadhan, ada yg mengatakan : pada bulan syaban.
Dan selain dari itu.
Semoga Allah memberikan kita taufik, menyampaikan kita pada segala hal yang dicintai dan di ridhoi-Nya, dan menghantarkan kita pada bulan Ramadhan dalam keadaan sehat wal afiyat dan penuh keimanan. Segala puji hanyalah milik Allah semata.
Semoga bermanfaat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.