Edisi Senin, 10 Agustus 2020 M / 20 Dzulhijjah 1441 H
Tauhid adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mengamalkan tauhid merupakan konsekuensi dari kalimat syahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim. Kalimat tauhid Laa ilaaha illallah (tiada ilah selain Allah) artinya secara esoterik maupun aplikatif adalah tiada sesuatupun yang diikuti aturannya, dijauhi larangannya atau diibadati (diabdi/disembah) selain Allah. Orang yang bertauhid disebut orang yang beriman (orang mukmin). Lawan dari tauhid adalah syirik.
Syirik menurut bahasa artinya bersekutu atau berserikat. Sedangkan syirik menurut istilah artinya menjadikan sekutu bagi Allah, baik dalam Zat-Nya, sifat-Nya, perbuatan-Nya, maupun dalam ketaatan yang seharusnya ditujukan hanya untuk Allah semata. Dan orang yang berbuat syirik disebut orang musyrik (ada dua golongan). Sudah menjadi Sunnatullah bahwa pertentangan antara tauhid vs syirik atau orang mukmin vs orang musyrik akan selalu ada di segala zaman.
Semua rasul dari Nabi Adam 'alaihis salam hingga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus Allah dengan misi yang sama yaitu menyeru umatnya agar mereka mentaati 3 (tiga) prinsip ajaran tauhid sebagai berikut:
• Beribadah (menyembah/mengabdi) kepada Allah
• Meninggalkan perbuatan syirik
• Menjauhi thaghut
Hal tersebut sebagaimana firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala:
Ibadatilah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun... (QS. An-Nisa: 36)
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan kepada (rasul-rasul) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu ibadati..." (QS. Az-Zumar: 65-66)
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Ibadatilah Allah (saja) dan jauhilah thaghut."... (QS. An-Nahl: 36)
Perbuatan syirik merupakan kezaliman yang besar berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (QS. Luqman: 13)
Ada 3 (tiga) sebab munculnya perilaku syirik, yaitu sebagai berikut:
• Al jahlu (kebodohan)
• Dhai’ful iman (lemahnya iman)
• Taqlid (ikut-ikutan secara membabi-buta)
Barangsiapa yang berbuat syirik maka hapuslah pahala segala amal perbuatannya, berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan kepada (rasul-rasul) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Az-Zumar: 65)
...Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-An'am: 88)
Barangsiapa yang berbuat syirik maka dia telah berbuat dosa yang besar dan dosanya itu tidak akan diampuni, berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisa: 48)
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (QS. An-Nisa: 116)
Barangsiapa yang berbuat syirik maka Allah mengharamkan surga kepadanya, dan tempatnya adalah neraka, berdasarkan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala:
...Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim (musyrik) itu seorang penolongpun. (QS. Al-Maidah: 72)
Berikut ini beberapa contoh-contoh perbuatan syirik :
1. Bersumpah Dengan Selain Allah
Termasuk syirik kecil adalah bersumpah dengan selain Allah, seperti bersumpah dengan Nabi, Ka’bah yang mulia, wali, pembesar, tanah air, nenek moyang atau makhluk-makhluk lainnya, semua itu adalah syirik.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Dan siapa yang bersumpah dengan selain Allah, sungguh ia telah kafir atau syirik”. (HR. At-Tirmizy)
2. Memakai Gelang dan Benang Penangkal
“Dan Imran bin Hushain, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melihat pada tangan seseorang sebuah gelang, saya kira ia berkata : dari tembaga, lalu beliau bersabda: “Celaka kamu, apa ini? “Ia menjawab: “Untuk menjaga diri dari penyakit wahinah. Beliau bersabda: “Ingatlah, ia tidak menambahmu selain kelemahan, buang jauh benda itu darimu, sesungguhnya jika kamu mati dan benda itu masih ada padamu, kamu tidak akan beruntung selamanya”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
3. Mengalungkan Jimat
Mengalungkan tamimah (azimat/jimat), yaitu untaian batu atau semacamnya yang oleh orang Arab terdahulu dikalungkan pada leher, khususnya pada anak-anak, dengan dugaan ia bisa mengusir jin, atau menjadi benteng dan ‘Ain dan semacamnya. 'Ain adalah pengaruh jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang melalui matanya. Setelah Islam datang tradisi ini dibatalkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Dan ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa menggantungkan tamimah (jimat), semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya, dan barangsiapa menggantungkan wada ‘ah, semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya” (HR. Ahmad)
Wada'ah adalah benda yang diambil dari laut, menyerupai rumah kerang. Menurut anggapan orang-orang jahiliyyah, dapat digunakan sebagai penangkal penyakit. “Dalam riwayat lain disebutkan: “Barangsiapa menggantungkan tamimah, ia telah syirik“ (HR. Ahmad)
Termasuk pengertian tamimah adalah: jami’ah (aji-ajian terbuat dari tulisan), khorz (jimat penangkal terbuat dari benda-benda kecil dari laut atau semacamnya), hijab (jarum tusuk atau semacamnya yang diyakini bisa membentengi diri) dan semacamnya,
Jika tamimah (jimat) terdiri dan ayat-ayat al-Qur’an, atau memuat nama-nama dan sifat-sifat Allah, apakah termasuk dalam kategori yang terlarang, atau termasuk yang dikecualikan dan boleh dikalungkan?
Salaf berbeda pendapat dalam hal mi, sebagian dan mereka memperbolehkan, dan sebagian yang lain melarang. Pendapat yang kami pilih adalah melarang segala bentuk tamimah, meskipun terdiri dan ayat-ayat al-Qur’an, karena adanya beberapa dalil:
• Dalil yang melarang bersifat umum, dan hadits- hadits yang membicarakannya tidak memberikan pengecualian.
• Saddudz-Dzari‘ah, sebab dibolehkannya tamimah dan ayat al-Qur’an akan membuka jalan bagi pengalungan tamimah dan selainnya, dan pintu keburukan jika dibuka, sulit untuk ditutup lagi.
Saddudz-dzari’ah (langkah prefentif) adalah salah satu dalil dalam syariat Islam, dan salah satu siasah syar’iyyah dalam rangka ‘menutup pintu-pintu yang menuju kepada sesuatu yang diharamkan.
• Dibolehkannya tamimah dari ayat al-Qur’an akan berdampak kepada pelecehan atau penghinaan al-Qur’an, sebab pemakainya bisa membawanya ke tempat-tempat najis atau semacamnya, seperti waktu buang hajat, haid, junub dan sebagainya.
• Dibolehkannya tamimah dari ayat-ayat al-Qur’an akan berdampak kepada pengecilan dan penurunan nilai al-Qur’an dan tujuan diturunkannya, sebab Allah menurunkannya agar menjadi petunjuk manusia kepada sesuatu yang lebih lurus dan untuk mengeluarkan mereka dari berbagai macam kegelapan kepada cahaya (Islam), bukan untuk dijadikan sebagai tamimah untuk kalung wanita dan anak-anak.
4. Ruqyah (Mantera atau Jampi)
Termasuk sesuatu yang bertentangan dengan tauhid adalah ruqyah (mantera atau jampi), yaitu: kalimat-kalimat atau gumaman-gumaman tertentu yang biasa dilakukan oleh masyarakat jahiliyyah dengan keyakinan bisa menangkal bahaya, dengan meminta bantuan jin
Sewaktu Islam datang, tradisi seperti itu dibatalkan, sebagaimana dalam hadits:
“Dan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu berkata,"Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,"Sesungguhnya Ruqyah, Tamimah, dan Tiwalah adalah syirik”. (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah).
Mantera atau Jampi yang Haram dan yang Boleh
- Jampi Yang Haram
Mantera atau jampi yang haram adalah yang di dalamnya terdapat permohonan bantuan kepada selain Allah, atau dengan selain bahasa Arab. Mantera yang demikian bisa menyebabkan kafir atau ucapan yang mengandung syirik.
- Jampi Yang Boleh
Mantera atau jampi selain dan yang disebutkan diatas, boleh dipergunakan.
Sebagaimana dalam hadits:
“Dan ‘Auf bin Malik al-Asyja’i, ia berkata,"Pada masa jahiliyyah, kami menjampi, lalu kami berkata: “Wahai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, bagaimana pandangan engkau tentang hal itu?. Lalu beliau bersabda: “Tunjukkan kepadaku jampi-jampi kalian, tidak apa-apa selama tidak mengandung syirik”. (HR. Muslim dan Abu Daud)
Imam Suyuthi berkata: “Para ulama’ telah bersepakat bahwa ruqyah diperbolehkan, jika memenuhi tiga syarat, yaitu:
a. Menggunakan al-Qur’an, atau nama-nama dan sifat-sifat Allah.
b. Dengan bahasa Arab dan dapat difahami maknanya
c. Berkeyakinan bahwa ruqyah tidak mempunyai pengaruh dengan sendirinya, akan tetapi karena takdir Allah.
5. Sihir
Termasuk syirik adalah sihir, yaitu semacam cara pengelabuhan dan penipuan, diantaranya ada yang menggunakan azimat, mantera, simpul-simpul tali dan tiupan-tiupan mulut.
Ia dikategorikan syirik karena di dalamnya terdapat permohonan bantuan kepada selain Allah, baik dan jin, setan, planet dan lain-lain.
Tersebut dalam hadits: “Dan Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa membuat suatu buhulan (simpulan tali), lalu meniup padanya (sebagaimana yang dilakaukan tukang sihir), maka dia telah melakukan sihir, dan barangsiapa yang melakukan sihir, ia telah syirik, dan barangsiapa menggantungkan suatu benda (jimat), niscaya Allah menjadikan dia selalu bergantung pada benda itu". (HR. an-Nasa’i)
Dalam Islam, sihir termasuk dosa besar, “Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dan mana saja ia datang”. (QS. Thaha : 69)
6. Tanjim (Ramalan Perbintangan)
Termasuk dalam kategori sihir apa yang dikenal dengan nama tanjim; yaitu: pengakuan (klaim) mengetahui masa depan, baik secara umum atau khusus dengan perantaraan bintang (astrologi). Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa mengutip ilmu (pengetahuan) dan bintang, ia telah mengutip satu cabang dan sihir, ia bertambah sesuai dengan tambahan yang dikutip”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad)
7. Tiwalah: Sihir dan Syirik
Tiwalah adalah sesuatu yang dibuat atau dibikin dengan anggapan hal tersebut menjadikan suami atau istri mencintai pasangannya. Dalam istilah yang akrab di telinga kita maksudnya adalah guna-guna atau pelet. Tiwalah (guna-guna) adalah semacam sihir, agar suami mencintai istrinya atau sebaliknya.
Telah disebutkan di muka, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Dan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Ruqyah, Tamimah, dan Tiwalah adalah syirik” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah)
8. Perdukunan dan Ramalan
Perbuatan yang sama dengan tanjim adalah kahanah dan ‘arrafah, pelakunya disebut kahin dan ‘arraf.
Kahin adalah orang yang menginformasikan tentang hal-hal gaib di masa mendatang, atau yang menginformasikan tentang sesuatu yang ada pada hati manusia.
‘Arraf adalah nama yang mencakup kahin, munajjim (pelaku tanjim), rammal (peramal) dan yang semacam mereka dan setiap orang yang mengklaim mengetahui hal-hal gaib, baik tentang masa mendatang atau yang ada pada hati manusia, baik dengan cara berhubungan dengan jin, atau melihat (mengamati), atau dengan menggaris-garis di pasir atau membaca alas gelas minum atau dengan cara lainnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:“Siapa yang mendatangi ‘Arraf lalu ia menanyakan sesuatu dan membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari”. (HR. Muslim dan Ahmad)
“Barangsiapa mendatangi Kahin (dukun), lalu membenarkan apa yang diucapkannya, niscaya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam” (HR. Abu Daud, at-Tirmidz Ibnu Majah, Ahmad dan ad-Darimi)
Tathayyur berfirasat buruk, merasa bernasib sial, atau meramal bernasib buruk karena melihat burung, binatang atau apa saja.
9. Bernadzar Untuk Selain Allah
Termasuk syirik adalah bernadzar untuk selain Allah, seperti untuk kuburan atau penghuninya, sebab Nadzar adalah ibadah dan qurbah (upaya pendekatan diri kepada Allah), sedangkan ibadah tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah.
Allah berfirman: “Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nadzarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zhalim tidak ada seorang penolongpun baginya? . (al-Baqarah : 270)
Sebagian ulama’ berkata Nadzar yang biasa dilakukan oleh sebagian masyarakat awam sebagaimana yang kita saksikan seperti saat ada orang yang hilang, atau sakit atau ada keperluan, lalu ia mendatangi kuburan orang salih dan berkata: “wahai tuanku, fulan ... jika Allah mengembalikan orang yang hilang, atau si sakit sembuh, atau hajatku terpenuhi, maka untukmu emas sejumlah sekian, atau makanan sedemikian rupa, atau lilin dan minyak sekian”,
Nadzar seperti ini hukumnya bathil berdasarkan ijma’, berdasarkan pada beberapa alasan berikut:
• Ini adalah nadzar untuk makhluk, sedangkan nadzar untuk makhluk tidak boleh, sebab ia adalah ibadah, dan ibadah tidak boleh untuk makhluk.
• Yang dituju dengan nadzar adalah mayit, sedangkan mayit tidak memiliki kemampuan apa-apa.
• Orang yang bernadzar mengira bahwa mayit bisa berbuat sesuatu tanpa Allah, dan meyakini yang demikian adalah kufur.
Nadzar haram, bahkan tidak boleh dipenuhi, karena tiga alasan:
• Tidak sesuai dengan perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, sedangkan beliau telah bersabda:
“Barangsiapa melakukan suatu perbuatan yang tidak ada perintahku, maka amalan itu tidak diterima (ditolak) “. (HR. Muslim)
• Ia adalah nadzar untuk selain Allah, berarti ia adalah syirik, dan syirik tidak memiliki kehormatan (penghargaan), ia seperti bersumpah dengan selain Allah, sehingga tidak harus dipenuhi, tidak ada kaffarat, dan tidak ada istighfar, sebagaimana yang dikatakan Syaikhul Islam
10. Menyembelih Untuk Selain Allah
Termasuk syirik adalah menyajikan qurban dalam menyembelth untuk selain Allah. Telah menjadi kebiasaan dan tradisi kaum musyrikin pada semua bangsa untuk menyajikan sembelihan kepada ‘tuhan’ dan berhala mereka, lalu Islam membatalkan dan mengharamkan tradisi tersebut.
Allah berfirman:
“Dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala”. (QS. Al-Maidah : 3)
11. Thiyarah (Berperasaan Sial Karena Melihat, Mendengar atau Bertemu Sesuatu)
Thiyarah termasuk syirik; yaitu: Adanya rasa pesimis (sial atau tidak beruntung) yang disebabkan oleh suara yang didengar, atau sesuatu yang dilihat atau semacamnya. Jika hal itu menjadikan seseorang menarik din dan hajat yang telah ia kukuhkan, seperti bepergian, menikah, berbisnis, dan semacamnya, maka ia telah masuk ke dalam syirik, sebab:
• Ia tidak ikhlas (murni) dalam ber-tawakkal kepada Allah.
• Berpaling kepada selain Allah dan memberikan tempat untuk tathayyur pada dirinya.
Rasulullah bersabda:
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; “Barangsiapa mengurungkan hajatnya karena thiyarah (merasa sial dengan sesuatu), berarti telah syirik”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, apa kaffarat (pelebur dan penebusnya)? Beliau bersabda: “Hendaklah salah seorang dan mereka berkata: “Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu, tidak ada kesialan, kecuali dan-Mu, tidak ada Tuhan selain diri-Mu “, (HR. Ahmad)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Thiyarah adalah syirik, Thiyarah adalah syirik, dan tiada seorangpun dari kita kecuali (merasakannya). hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya”. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)
Lawan dan thiyarah adalah tafa’ul, yakni optimis, harapan baik. Maksudnya memprediksikan kebaikan berdasarkan apa yang ia dengar atau sesuatu yang ia lihat atau semacamnya.
Rasulullah mencintai tafa’ul yang baik. Tersebut dalam hadits:
Dan aku menyukai al-fa’l. Para sahabat bertanya: “Apa itu al-fa’l ? Beliau menjawab: “Kata-kata yang baik’. (Muttafaqun ‘alaih)
12. Tabarruk / Meminta Berkah Kepada Pohon dan Batu dll
Termasuk syirik yang diperangi Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah meminta berkah (tabarruk) kepada pepohonan, bebatuan, kuburan dan semacamnya, dengan keyakinan bahwa ia mempunyai suatu rahasia atau keberkahan khusus, yang akan dirath oleh orang yang mengusap dan mengelusnya, atau ber-thawaf di sekeliling- nya, atau menziarahinya, atau duduk di sekitarnya.
13. Kata-kata Yang Mengesankan Syirik
Termasuk hal-hal yang diperingatkan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah kata-kata yang mengesankan syirik dan su’ul adab (“kurang ajar) terhadap Allah. Peringatan ini dalam rangka menjaga tauhid.
Hal yang termasuk dalam kategori ini antara lain:
a. Perkataan :
- Maasyaa Allahu wa syaa'a fulan (apa yang dike- hendaki Allah dan yang dikehendaki fulan), atau
- bismillahi wa bismil amir /ismisy sya'b. (dengan nama Allah dan nama amir/penguasa, atau dengan nama rakyat).
Telah disebutkan dimuka bahwa Rasulullah mengingkari perkataan seperti itu.
Apakah engkau menjadikanku dan Allah sebanding? Akan tetapi katakanlah: Masya-Allah wahdahu (kehendak Allah semata)”. (HR. Ahmad).
b. Perkataan: ,
- Laulallah wa fulan (kalau saja bukan karena kehendak Allah dan fulan), atau
- i'tamadtu 'alallah wa 'alaika (saya berpegangan kepada Allah dan kepadamu atau perkataan-perkataan yang serupa.
Saat menafsirkan firman Allah:
Karena itu, janganlah kamu men gadakan sekutu- sekutu bagi Allah (QS Al-Baqarah : 22)
c. Memberi nama dengan nama Allah atau dengan nama yang tidak layak kecuali hanya untuk-Nya .
Abu Daud meriwayatkan dan Abu Syuraih, bahwasanya dia dahulu digelari Abul Hakam, lalu Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya:
”Sesungguhnya Allah-lah al-Hakam (Pemberi Keputusan) dan kepada-Nya-lah segala keputusan.”. (HR. Abu Daud, juga an-Nasa’i)
Setelah itu ia dipanggil dengan nama anaknya, Syuraih, sehingga panggilannya menjadi Abu Syuraih.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam yang lain:
Dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Nama yang paling rendah dan hina di sisi Allah adalah seseorang yang bernama (bergelar) raja diraja ... tidak ada Raja selain Allah. Sufyan bin ‘Uyainah berkata: “Seperti juga Syahin Syah, menurut bangsa ‘Ajam, sebab artinya adalah: raja diraja. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ahmad)
d. Menamai manusia dengan nama Abd (hamba) selain Allah
Seperti Abdul Ka’bah, Abdun-Nabi, Abdul Husain, Abdul Masih dan semacamnya. Ibnu Hazm telah menukil bahwa telah terjadi ijma’ atas haramnya nama-nama mi, kecuali Abdul Muththalib.
e. Mencela masa (zaman) saat ada kesulitan hidup atau musibah
Sebab mencelanya termasuk mengadukan Allah atau membenci-Nya, karena Dia-lah Yang Mengatur segala urusan, Mempergilirkan siang dan malam, Dia-lah Yang Berbuat segala sesuatu di alam semesta.
Karena itu dalam sebuah hadits shahih Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Allah berfirman: “Anak Adam menyakiti-Ku, ia mencela masa, padahal Aku-lah masa, di Tangan-Ku segala urusan, Aku pergilirkan siang dan malam.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ahmad, Malik dan ad-Darimi).
14. Ghuluw (berlebihan) dalam Mengagungkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam melarang kita untuk ghuluw (berlebihan) dalam mengagungkan menyanjungnya, beliau bersabda:
"Janganlah kalian melebih-lebihkan aku, sebagaimana umat Nasrani mëlebih-lebihkan Isa bin Maryam, aku tidak lebih adalah hamba-Nya, maka katakanlah: Hamba Allah dan Rasul-Nya”. (Muttafaqun ‘alaih)
Al-Qur’anul karim, saat menyanjungnya dalam maqom (kedudukan) yang paling mulia, Allah mensifatinya dengan Abdullah (hamba Allah), sebagai pengukuhan terhadap makna ini, sebagaimana firman-Nya:
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya al-Kitab (al-Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya”. (QS. Al-Kahfi: 1)
Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba- Nya pada suatu malam. (QS Al-Isra’ : 1)
Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya apa yang telah Allah wahyukan. (QS An-Najm: 10)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam jika melihat atau mendengar sesuatu yang mengarah kepada ghuluw (berlebihan) pada diri beliau, tidak segan-segan melarang orang yang mengucapkan atau melakukannya, serta mengingatkannya kepada sikap yang benar.
Sebagaimana dalam hadits:
Dan Abdillah bin asy-Syikhkhir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Saya datang bersama rombongan bani ‘Amir kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, lalu kami berkata: “Engkau adalah sayyid (tuan) kami. Lalu beliau bersabda: “As- Sayyid adalah Allah tabaraka wata’ala”. (HR. Abu Daud)
Dan Anas bin Malik, bahwasanya ada seseorang berkata kepada nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam : “Wahai sayyid kami, anak sayyid kami, yang terbaik diantara kami, dan anak orang yang terbaik diantara kami. Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Wahai manusia, katakan dengan perkataan kalian (sewajarnya), dan janganlah syetan memperdayakanmu, saya adalah Muhammad bin Abdullah, dan Rasul Allah, demi Allah, aku tidak suka kalian meninggikanku melebihi kedudukan yang Allah berikan kepadaku “. (HR. Ahmad dan an- Nasa’i di kitab Amalil Yaumi Wal-Lailah)
Pada waktu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mendengar seseorang berkata: Masya-Allah wa syi’ta (Atas kehendak Allah dan kehendakmu), beliau bersabda:
Apakah karnu menjadikanku dan Allah sebanding? Akan tetapi katakanlah: Masya-Allah wahdahu (kehendak Allah semata. (HR. Ahmad)
15.Ghuluw (berlebihan) dalam Mengagungkan Orang Salih
Termasuk yang dilarang dan diperingatkan Islam adalah ghuluw kepada orang-orang shalih. Ada satu kaum ghuluw terhadap nabi Isa Alaihissalam, sampai-sampai menjadikannya sebagai anak Allah atau salah satu oknum dalam trinitas, bahkan sebagian lagi mengatakan: “Allah adalah Isa bin Maryam.
Kaum yang lain ghuluw terhadap pendeta dan rahib, lalu menjadikannya sebagai ‘tuhan-tuhan’ selain Allah.
Karena itu, Allah memperingatkan ghuluw ahli kitab ini dan mengecam perbuatan mereka. Allah berfirman:
"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas (ghuluw) dalam agamamu, dan Janganlah kami mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar” (An-Nisa’ : 171)
Katakanlah: “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (ghuluw) dengan cara tidak benar, dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad saw) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dan jalan yang lurus “. (QS. Al-Maidah : 77)
Syirik yang pertama kali terjadi di bumi adalah syirik kaum nabi Nuh ‘alaihis-salam, penyebabnya adalah ghuluw terhadap orang-orang shalih.
Tersebut dalam Shahih Bukhari, dan Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, dalam menceriterakan tentang ‘tuhan-tuhan’ musyrikin Makkah, tuhan-tuhan yang bernama: Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.
Kata Ibnu Abbas radhiyallhu ‘anhuma:
Ini semua adalah nama orang-orang shalih dan kaum nabi Nuh ‘alaihis-salam. Setelah mereka meninggal, setan menyuruh kepada mereka: “Dirikanlah pada majlis-majlis mereka patung-patung, dan bernama patung-patung itu dengan nama merekà. Maka mereka melakukan saran setan itu, dan patung-patung itu tidak disembah. Tetapi setelah generasi mereka meninggal, dan ilmu terlupakan, patung-patung itu pun disembah”. (HR. Bukhari)
Sebagian salaf berkata: “Setelah orang-orang saleh itu mati, mereka menggantungkan sesuatu pada kuburannya, lalu membuat patungnya. Beberapa waktu kemudian, merekapun menyembahnya ”
Dan sini kita mengetahui bahwa ghuluw sebagian kaum muslimin kepada orang yang mereka yakini sebagai saleh dan wali, khususnya mereka yang memiliki cungkup dan menjadi tujuan ziarah mengarah kepada berbagai macam syirik, seperti bernadzar, menyembelih, meminta pertolongan (istighatsah), dan bersumpah dengan nama mereka Bahkan ghuluw mëreka bisa menyebabkan syirik akbar yaitu meyakini bahwa mereka memiliki kekuasaan dan pengaruh di alam wujud ini, memiliki kemampuan di balik hukum kausalitas dan sunnah kauniyyah, sehingga mereka diseru (disembah) selain Allah atau bersama Allah. ini adalah dosa besar dan kesesatan yang jauh.
16. Menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah
a. Menjadikan Kuburan Sebagai Masjid
Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, lima hari sebelum meninggal, bersabda:
Ingatlah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan nabi dan orang saleh sebagai masjid. Ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang yang demikian “. (HR. Muslim)
Dan dan ‘Aisyah dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum, keduanya berkata: “Saat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dalam sakaratul maut, terus menerus beliau menutupkan selimut ke mukanya, jika gerah, dibuka, lalu bersabda -dalam kondisi seperti itu- : “Semoga laknat Allah tetap untuk Yahudi dan Nasrani, mereka telah menjadikan kubu ran nabi mereka sebagai masjid.”.(Muttafaqun ‘alaih)
b. Shalat Menghadap Kuburan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Dan Abi Mirtsid al-ghunawi, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian duduk di atas kuburan, dan Jangan shalat menghadap kepadanya?. (HR. Muslim)
Maksudnya, jangan menjadikan kuburan berada pada posisi kiblat.
17. Mengagungkan Kuburan
Termasuk yang diperingatkan Islam dengan sangat keras adalah mengagungkan kuburan, khususnya kuburan para nabi dan orang-orang saleh. Karena itu Islam melarang beberapa hal yang mengarah kepada pengagungan kuburan, yaitu:
a. Memberi Penerangan dan Lampu di Kuburan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Allah melaknat para wanita menziarahi kuburan, dan orang-orang yang menjadikan diatas kuburan masjid dan penerangan (lampu) “. (HR. Ahmad, at-Tirmidz dan lainnya)
b. Membangun dan Mengecat Kuburan
Imam Muslim meriwayatkan dan Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melarang mengapur (mengecat) kuburan, duduk di atasnya dan membangun di atasnya”. (HR. Muslim)
c. Menulisi Kuburan
Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melarang mengapur (mengecat) kuburan, menulisinya, membangun diatasnya dan menginjaknya”. (HR. At-Tirmidzi, Abu Daud, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)
d. Meninggikan Kuburan
Dan Ali bin Abi Thalib rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengutus dan memerintahkannya untuk tidak membiarkan patung kecuali menghancurkannya, dan kuburan tinggi kecuali meratakannya”. (HR. Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ahmad)
Di dalam Sunan Abi Daud dijelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melarang menambah kuburan dengan bebatuan, batu bata dan semacamnya selain tanah aslinya. Karena itu Salaf yang shalih tidak menyukai penambahan batu bata pada kuburannya.
e. Menjadikan Kuburan Sebagai Perayaan
Abu Daud meriwayatkan secara marfu’ dan Abu Hurairah:
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersãbda: Janganlah engkau jadikan rumah kalian sebagai kuburan, dan Janganlah engkau menjadikan kuburanku sebagai ‘led (perayaan), dan ucapkanlah shalawat untukku, sebab shalawat kalian akan sampai kepadaku dan tempat kalian berada”. (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Abu Ya’la meriwayatkan dan ‘Ali bin Husain, bahwasanya ia melihat seorang lelaki mendatangi sebuah celah di dekat kuburan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, ia memasukinya dan berdo’a, maka Ali bin Husain melarangnya seraya berkata, tidakkah aku ceritakan kepadamu apa yang diceritakan bapakku dan kakekku, dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai 'Ied dan rumah kalian sebagai kuburan, sebab ucapan salam kalian sampai kepadaku dari tempat kalian berada".
Maksud 'menjadikan kuburan sebagai 'Ied' adalah: rnenjadikannya sebagai tempat berkumpul, duduk-duduk di sekelilingnya dan semacamnya.
Kuburan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam adalah kuburan yang paling utama di atas muka bumi. Jika beliau melarang kuburannya sebagai ‘led, maka kubur lainnya lebih dilarang lagi, siapapun dia.
Mengucapkan shalawat dan salam kepada RasuIullah Shallallahu 'alaihi wasallam sudah mencukupi, sebab shalawat dan salam itu akan sampai kepada beliau, dan manapun datangnya.
Sumber : Buku Akidah Akhlak
Semoga bermanfaat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.