Minggu, 16 Agustus 2020

17 MAKNA KEMERDEKAAN DALAM ISLAM

Edisi Senin, 17 Agustus 2020 M / 27 Dzulhijjah 1441 H

Dalam perspektif Islam, kemerdekaan sejatinya adalah bebas untuk bertindak. Hal ini dapat dipahami karena manusia adalah makhluk yang diberikan otonomi dan kepercayaan sebagai khalīfah fil ardh, pemimpin di muka bumi. Namun, bukan berarti bebas sebebas-bebasnya (liberal), tetapi kebebasan atau kemerdekaan itu dibatasi dengan hukum-hukum dalam syariat Islam.

Batasan tersebut bisa ditemukan dalam al-Quran sebagai sumber utama hukum Islam dan terdapat pula dalam hadits yang menjadi sumber hukum Islam kedua. Sehingga kemerdekaan itu mempunyai batasan dan menjadi petunjuk kepada manusia dalam menjalani kehidupan di dunia sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat kelak.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologi merdeka berarti bebas. Kemerdekaan artinya kebebasan. Sedangkan secara terminologi, Merdeka artinya adalah bebas dari segala penjajah dan penjajahan atau penghambaan. Kemerdekaan adalah suatu keadaan di mana seseorang atau negara bisa berdiri sendiri, bebas dan tidak terjajah.

Sedangkan istilah kemerdekaan dalam bahasa Arab disebut „al-Istiqlāl“. Hari Kemerdekaan disebut Id al-Istiqlāl. Hal ini merupakan bentuk penafsiran dari: التحرر والخلاص من القيد والسيطرة الاجنبية ”al-Taharrur wa al-Khalāsh min al-Qayd wa al-Saytharah al-Ajnabiyyah” artinya bebas dan lepas dari segala bentuk ikatan dan penguasaan pihak lain. Dalam istilah lain disebutkan: القدرة على تنفيذ مع عدم القسر والعنف من الخارج artinya Kemampuan melaktualisasikan diri tanpa adanya segala bentuk pemaksaan dan kekerasan dari luar dirinya.

Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang dibacakan Soekarno, tidak secara eksplisit menerangkan apa makna kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Ketika  Presiden Soekarno menyatakan kemerdekaan bangsa Indonesia, tentu yang dimaksudnya adalah kemerdekaan Indonesia dari penindasan dan penjajahan kaum penjajah.

Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa kemerdekaan adalah pintu gerbang menuju cita-cita kebangsaan dan keindonesiaan yang sejati. Dari sini, kita bangsa Indonesia dituntut menjadi seseorang yang dapat mengharumkan bangsa melalui prestasi dan cita-cita yang tinggi.

Lalu, apa arti dan makna kemerdekaan menurut Islam? Dalam Al-Quran ditunjukkan berbagai kisah kemerdekaan orang-orang terdahulu yang dapat menginspirasi kita sebagai bangsa Indonesia yang telah merdeka.

Berikut ini beberapa makna kemerdekaan menurut Islam :

1. Makna kemerdekaan dari kisah Nabi Ibrahim 

Makna kemerdekaan dapat diambil dari kisah Nabi Ibrahim AlaihisSallam ketia ia membebaskan dirinya dari kehidupan bangsanya yang sesat. Dalam Surat Al-An`am ayat 76-79 dikisahkan perjalanan spiritual Nabi Ibrahim Alaihissallam dalam mencari Tuhan. Pencarian spiritual tersebut merupakan upaya Ibrahim dalam membebaskan hidupnya dari orientasi hidup yang diyakininya keliru, namun hidup subur dalam masyarakatnya.

2. Makna kemerdekaan dari kisah Nabi Musa 

Makna kemerdekaan juga dapat dipetik dari kisah Nabi Musa ketika membebaskan bangsanya dari penindasan Firaun. Kekejaman rezim Firaun terhadap Bani Israil (bangsa Israel) dikisahkan dalam berbagai ayat Al-Quran. Rezim Firaun merupakan representasi komunitas yang menyombongkan diri dan sok berkuasa di muka bumi.

Keangkuhan rezim penguasa ini membuat mereka tak segan membunuh dan memperbudak kaum laki-laki Bani Israil (bangsa Israel) dan menistakan kaum perempuannya. Keangkuhan inilah yang mendorong Musa tergerak memimpin bangsanya memperoleh kembali kemuliaan dan martabatnya sebagai manusia. Hal tersebut seperti dijelaskan dalam QS Al-A`raf: ayat 127, QS. Al-Baqarah: ayat 49, dan QS. Ibrahim: ayat 6.

3. Makna kemerdekaan dari kisah Rasullullah 

Kisah sukses Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam dalam mengemban Risalah di muka bumi. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Maidah: ayat 3).

Ketika diutus 14 abad silam, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam menghadapi sebuah masyarakat yang mengalami tiga penjajahan sekaligus: disorientasi hidup, penindasan ekonomi, dan kezaliman sosial.

Disorientasi hidup diekspresikan dalam penyembahan patung oleh masyarakat Arab Quraisy. Rasulullah berjuang keras mengajarkan kepada umat manusia untuk menyembah Allah Yang Maha Esa dan meninggalkan tuhan-tuhan yang menurunkan harkat dan derajat manusia. Hal tersebut dijelaskan dalam QS. Lukman: ayat 13, QS. Yusuf: ayat 108, QS. Adz-Dzariyat: ayat 56, dan QS Al-Jumuah: ayat 2.

Penindasan ekonomi itu dilukiskan Al-Quran sebagai sesuatu yang membuat kekayaan hanya berputar pada kelompok-kelompok tertentu saja (QS. Al-Hasyr: ayat 7).

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam juga mengkritik orang-orang yang mengumpulkan dan menghitung-hitung harta tanpa mempedulikan kesejahteraan sosial dan keadilan ekonomi (QS. Al-Humazah: ayat 1-4, QS. Al-Maa`uun: ayat 2-3).

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam juga mengkampanyekan pembebasan budak, kesetaraan laki-laki dan perempuan dan kesederajatan bangsa-bangsa. Dalam khutbah terakhirnya di Arafah, saat haji Wada`, beliau menegaskan bahwa tak ada perbedaan antara kulit hitam, putih, antara Arab dan non-Arab, melainkan karena ketakwaannya (QS. Al-Hujurat: ayat 13).

4. Kemerdekaan dalam ideologi 

Sejak awal Islam memberikan kemerdekaan dalam ideologi. Pada masa Nabi di Makkah turun ayat :

أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُوْنُوْا مُؤْمِنِيْنَ

“Maka apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya”. [QS. Yunus (10): 99]

Pada era Madinah turun ayat :

لاَ إِكْرَاهَ فِيْ الدِّيْنِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat”. [QS. al-Baqarah (2):256]

Kedua ayat ini menyatakan dengan tegas bahwa urusan kepercayaan, Islam memberikan kebebasan seluas-luasnya. Islam hanya menunjukkan mana jalan yang benar dan jalan yang salah. Selanjutnya terserah manusia sendiri, apakah ia memilih jalan yang lurus yang menuju ke surga atau memilih jalan yang salah yang jurusannya ke neraka.

5. Kemerdekaan pada semua aspek kehidupan 

Selain kemerdekaan dalam ideologi, Islam juga sangat menghargai kemerdekaan manusia di lini yang lain. Baik secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Nabi pernah bersabda:


كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلىَ الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ


“Sesama umat Islam haram (tidak boleh melanggar) darah, harta, dan kehormatannya”. (Sunanu Ibni Mâjah, II:473]


Pesan yang hendak disampaikan Nabi dari sabdanya ini adalah Islam sangat menghargai HAM (Hak asasi manusia). Jiwa, harta, dan kehormatan tidak boleh diinjak-injak oleh orang lain. Hal ini bukan antara sesama muslim saja melainkan kepada manusia secara keseluruhan. Buktinya, ketika Fathu Makkah (Pembebasan kota Makkah) Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam tidak menuntut balas dan mengancam kafir Makkah, melainkan Nabi memberi kebebasan kepada mereka. Lalu beliau bersabda : “Tidak ada pembalasan atas kalian, semoga Allah mengampuni kalian. Allah maha luasa kasih sayang-Nya. Pergilah ! Kalian sekarang bebas. (Yas Alûnaka, VI:456]


6. Kemerdekaan dari penjajahan kolonial 


Perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia berurat dan berakar kepada perjuangan Islam. Perjuangan para pendahulu kita untuk merdeka bertolak dari agama Islam yang menentang penindasan. Yang mengagungkan nama Islam. Merentang dari barat hingga timur nusantara. Untuk menegakkan hukum Allah. Semangat jihad rakyat aceh yang seringkali disebut perang sabil menghujam dalam dada rakyat aceh.


Maka kita dapat melihat meleburnya jihad ke dalam budaya masyarakat aceh, sehingga didengungkanlah syair-syair hikayat perang sabil dalam kehidupan rakyat. Hikayat Perang Sabil sering dibacakan ditengah masyarakat.Di dengarkan turun temurun.Maka tak heran Aceh mampu menghadapi perang dengan penjajah hingga 40 tahun lamanya. Bahkan ketika kesultanan Aceh runtuh, rakyat aceh tak pernah benar-benar berhenti berperang.


7. Kemerdekaan Beragama. 


Kemerdekaan agama merupakan hak azasi manusia yang sangat penting. Seorang manusia harus merasa bebas dan merdeka untuk memilih agamanya menurut kehendaknya sendiri tanpa adanya paksaan atau ancaman dari orang lain. Tiap negara menjamin kebebasan beragama termasuk Negara Republik Indonesia.


Firman Allah Subhanahu Wa'Ta'ala :"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 256).


8. Kemerdekaan lahiriah dan batiniah. 


Sebagaimana diketahui bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menjadikan manusia sebagai makhluk yang mulia dan utama, sebagaimana firman-Nya: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan." (QS. Al-Isra: 70).


Karena manusia makhluk yang dimuliakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan supaya tetap bisa mempertahankan kemuliaannya, maka Allah Subhanahu Wa  Ta'ala memberikan berbagai hak dan kewajiban kepada manusia. Di antara begitu banyak hak manusia, salah satunya adalah hak mendapatkan kemerdekaan baik lahiriah maupun batiniah. Kemerdekaan yang dimaksud harus meliputi jaminan kepada hak-hak jasmaniah dan rohaniah, seperti kemerdekaan hidup, kemerdekaan agama, kemerdekaan harta, kemerdekaan tempat tinggal, kemerdekaan mengemukakan pendapat, dan sebagainya.


9. Kemerdekaan hidup .


Nyawa merupakan karunia Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang paling mahal yang diberikan kepada manusia. Oleh karena itu perlu adanya jaminan hukum agar kemerdekaan dan keselamatannya bisa terjamin. Bahkan bukan hanya nyawa yang harus mendapat jaminan akan tetapi semua anggota badan harus mendapat jaminan keselamatan dari segala hal yang akan merusaknya. Supaya manusia leluasa menjalankan hidupnya di dunia ini, Islam memberi aturan yang keras berupa larangan membunuh.


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfiman: "Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan." (QS. Al-Isra: 33).


10. Kemerdekaan harta. 


Baru terasa hidup merdeka dan tenteram hati apabila memiliki harta yang dijamin aturan atau undang-undang. Sepi dari pencuri kosong dari rampok merupakan harapan semua manusia, terutama yang memiliki banyak harta. Karena itu, Islam memberi aturan yang berat dengan cara menjatuhkan hukuman potong tangan bagi setiap pencuri yang memenuhi syarat-syarat potong tangan. Maksudnya tiada lain agar keselamatan harta dan kemerdekaan memiliki harta yang menjadi harapan semua bisa terwujud.


Begitu pun Islam mengajarkan umatnya, bagaimana cara memiliki dan mencari harta. Seorang muslim dilarang mencari harta dengan menipu, korupsi, mencuri, dan sebagainya. Secara umum diterangkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam firman-Nya: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."(QS. Al-Baqarah:188).


11. Kemerdekaan mengemukakan pendapat. 


Kemerdekaan mengemukakan pendapat dalam Islam dikaitkan saling nasihat menasihati yang merupakan pokok agama Islam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Agama itu nasihat." Kami bertanya, "Nasihat siapa ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Nasihat kepada kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum Muslimin dan seluruh umat."(HR. Muslim).


Imam Nawawi dalam syarah hadits ini mengatakan, nasihat kepada pemimpin kaum muslimin adalah menolong mereka pada kebenaran, taat kepada mereka dalam kebenaran tersebut, memerintah mereka pada kebenaran, melarang mereka menyelisihinya, mengingatkan mereka dengan lemah lembut dan menunjukkan mereka atas apa yang mereka lalaikan, menyampaikan hak-hak kaum Muslimin.


12. Kemerdekaan Bertempat Tinggal 


Dalam Islam setiap orang memiliki kemerdekaan bertempat tinggal dan menjadikan tempat tinggalnya itu sebagai kawasan privatnya. Allah Subhanahu WaTa'ala berfirman, ”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah yang bukan rumah kalian sehingga kalian minta ijin dan mengucapkan salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian agar kalian menjadi ingat. Apabila kalian tidak mendapatkan satu orang pun didalam rumah itu, maka janganlah kalian memasukinya sampai kalian diijinkan. Dan apabila dikatakan kepada kalian,’Kembalilah!’ maka kembalilah kalian. Yang demikian itu lebih suci bagi kalian. Dan Allah Maha Mengetahui atas segala yang kalian perbuat.” (QS. Al-Nur: 27-28).


13. Kemerdekaan untuk bertindak etis 


Kemerdekaan seseorang selalu membawa konsekuensi pertanggungjawaban atas seluruh tindakan dan pikirannya. Kemerdekaan dan tanggungjawab bagai dua sisi mata uang. Maka setiap orang dituntut secara etis untuk saling memberikan perlindungan, rasa aman dan penghormatan atas martabatnya. Dari sini tampak logis bahwa kemerdekaan memiliki korelasi tak terpisahkan dengan kesetaraan antar manusia dan penghargaan satu atas yang lain. Dengan begitu, kemerdekaan adalah berpikir dan bertindak etis. Yakni berpikir dan bertindak untuk memperoleh kebaikan bagi diri dan orang lain dalam sistem atau institusi yang adil. Karena inilah tujuan kehidupan bersama manusia.


14. Kemerdekaan dari penjajahan iblis 


Iblis adalah penjajah yang paling berbahaya bagi manusia. Bahayanya seperti apa? Ia senantiasa berupaya untuk menyesatkan manusia dari jalan hidayah dan Islam hingga hari kiamat. Iblis berkata sebagaimana disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (QS. Al-A’raf : 17). Iblis menjajah manusia melalui bujuk rayunya yang dipoles dengan cover berbau ilmiyah, agar manusia menjauhi dan bahkan memusuhi ajaran dan syari’at Islam. Hingga tak ayal lagi, sebagian besar umat manusia dari dulu hingga sekarang telah tertipu oleh propagandanya. Maka, selayaknya kita menjadikannya sebagai musuh abadi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya syetan itu musuh bagimu, maka jadikanlah ia sebagai musuh.” (QS. Al-Faathir : 6).


15. Kemerdekaan dari penjajahan hawa nafsu 


Penjajah manusia yang tidak kalah bahayanya adalah nafsu dan syahwatnya, yang selalu mengajak kepada kejelekan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan” (QS. Yusuf : 53). Nafsu di sini adalah nafsu lawwamah yaitu jiwa yang selalu goncang, yang jika tidak diarahkan, akan mengantarkan manusia kepada keburukan. Nafsu dan syahwat seperti ini akan bisa diatasi di antaranya dengan ilmu (agama) untuk memperkuat ruhiyah.


16. Kemerdekaan dari penjajahan rupa dunia 


Penjajah dalam rupa dunia, juga kerap menampakkan kedigyantaraannya dalam menjajah jiwa manusia. Penjajah yang satu ini, tak puas-puas membuat ulah, padahal hampir semua darah yang tertumpah di permukaan bumi atas namanya. Ya, cinta dunia adalah racun dalam kehidupan umat manusia. Karena seorang yang cinta dunia dikhawatirkan akan membuang cintanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, demikian pula sebaliknya, seseorang yang cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak akan memberikan tempat bagi dunia itu menempel di hatinya. Di antara racun dunia yang paling berbahaya bagi umat manusia adalah fitnah wanita, harta dan tahta. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diminta oleh seseorang untuk menunjukkan suatu amal dimana pelakunya akan dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan manusia, beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya engkau akan dicintai Allah dan bersikap zuhudlah terhadap apa yang dimilki manusia, nsicaya engkau akan dicintai manusia.” (HR. Ibnu Majah. Imam An-Nawawi men-hasan-kannya).

17. Kemerdekaan dari penjajahan ghazwul fikri 

Penjajahan dalam bentuk ghazwul fikri (perang pemikiran), yaitu invasi nilai-nilai menyimpang yang bisa mengganggu dan merusak keyakinan, moralitas dan pola pikir kaum muslimin agar jauh dari nilai-nilai agamanya. Model penjajahan dan invasi ini juga tak kalah bahayanya karena ia datang dengan begitu halus dan tersembunyi melalui media-media propaganda yang hadir di tengah-tengah kehidupan kaum muslimin hari ini, seperti televisi, internet, media cetak dan lainnya.


Semoga bermanfaat....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.