Edisi Senin, 7 September 2020 M / 19 Muharram 1442 H
Banyak kaum Muslim kurang paham bahwa Allah subhanahu wa ta 'ala akan menolak doa orang yang di dalam tubuhnya masuk makanan haram. Sebagian muslim tidak mempedulikan apa yang masuk dalam perutnya. Asal enak dan ekonomis, akhirnya disantap. Tidak tahu manakah yang halal, manakah yang haram. Padahal makanan, minuman dan hasil nafkah dari yang haram sangat berpengaruh sekali dalam kehidupan seorang muslim, bahkan untuk kehidupan akhiratnya setelah kematian.
“Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram.” (HR. Bukhari)
Masa yang dimaksud oleh Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam dalam hadits di atas mungkin sudah tiba. Saat ini banyak orang yang tak lagi peduli apakah ia mendapatkan harta dengan cara halal atau haram. Bahkan jabatan pun bisa dibeli dengan sejumlah uang.
Ironisnya, orang-orang bisa berbangga hati dengan jabatan yang mereka miliki sekalipun jabatan tersebut diperoleh bukan dari kemampuan kinerjanya. Tak sedikit pula yang mencampurkan hal yang haram dengan yang halal agar tak terlalu merasa bersalah.
Misalnya, uang hasil sogokan digunakan sebagiannya untuk wakaf saluran irigasi. Uang hasil korupsi dipakai untuk naik haji meminta ampunan Allah. Dan uang hasil riba disedekahkan sebagiannya agar tak terlalu banyak dosa.
Padahal jelas bahwa Allah tidak menerima amalan kecuali dari hasil yang baik-baik, termasuk dari pekerjaan dan penghasilan yang halal.
“Allah tidak akan menerima shalat tanpa kesucian (dari hadats dan najis) dan juga tidak menerima sedekah dari harta haram (HR. Muslim, Ibnu Majah, at-Tirmidzi dan Ahmad).
Janganlah mempercayai prinsip “Yang haram saja susah mendapatkannya, apalagi yang halal!” karena sesungguhnya jika kita bertaqwa pada Allah, Ia pasti akan memberi kita rezeki dari pekerjaan yang halal.
“Bertakwalah kamu kepada Allah, wahai sekalian manusia. Carilah rezeki dengan cara yang baik. Jika ada yang merasa rezekinya terhambat, maka janganlah ia mencari rezki dengan berbuat maksiat, karena karunia Allah tidaklah di dapat dengan perbuatan maksiat.” (HR. Al Hakim dan selainnya)
Maka tinggalkanlah pekerjaan yang haram, dan berdoalah meminta Allah gantikan dengan pekerjaan yang halal. Sungguh Allah takkan menyia-nyiakan hambaNya yang bertawakal.
Dalam Al-Quran disebutkan, “Katakanlah, terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan oleh Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal. “Katakanlah, “Adakah Allah telah memberikan izin kepadamu (dalam persoalan mengharamkan dan menghalalkan) atau kamu hanya mengada-adakan sesuatu terhadap Allah?” (Surah Yunus, 10: 59)
Begitu banyak kerugian dari melakukan pekerjaan haram dan makan dari harta haram, di antaranya sebagai berikut :
1. Tidak Diterima Amalan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang cara Allah memberi rezeki menurut islam, “Ketahuilah bahwa suapan haram jika masuk ke dalam perut salah satu dari kalian, maka amalannya tidak diterima selama 40 hari.” (HR At-Thabrani).
2. Tidak Terkabul Doa
Sa’ad bin Abi Waqash bertanya kepada Rasulullan Shallallahu 'alaihi wasallam, “Ya Rasulullah, doakan saya kepada Allah agar doa saya terkabul.” Rasulullah menjawab, “Wahai Sa’ad, perbaikilan makananmu, maka doamu akan terkabulkan.” (HR At-Thabrani).
Disebutkan juga dalam hadits lain bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Seorang lelaki melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut, mukanya berdebu, menengadahkan kedua tangannya ke langit dan mengatakan, “Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!” Padahal makanannya haram dan mulutnya disuapkan dengan yang haram, maka bagaimanakah akan diterima doa itu?” (HR Muslim).
3. Dijamin tidak akan masuk surga
Tegakah kita membiarkan diri dan keluarga terpanggang api neraka hanya karena meremehkan sumber penghasilan yang kita peroleh? Na’udzubillah min dzalik.
"Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya.” (HR. Ahmad dan Ad Darimi)
Oleh sebab itu para istri dan anak perlu menyokong pencari nafkah utama keluarga agar senantiasa berada di jalur yang lurus dalam mencari penghasilan.
4. Berat saat mempertanggungjawabkan di hari kiamat
Sungguh sulitnya menjawab pertanyaan di hari kiamat kelak, khususnya mengenai 4 perkara yang perlu dipertanggungjawabkan:
“Tidak akan bergeser tapak kaki seorang hamba pada hari Kiamat, sampai ia ditanya tentang empat perkara. (Yaitu): tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang jasadnya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya darimana ia mendapatkannya dan ke manakah ia meletakkannya, dan tentang ilmunya, apakah yang telah ia amalkan.” (HR. At Tirmidzi dan Ad Darimi)
5. Tidak memperoleh pahala sekalipun berbuat amal shaleh dengan harta yang diperoleh melalui pekerjaan haram tersebut
Astaghfirullah, bahkan sebanyak apapun sedekah yang kita keluarkan dari harta haram, tetap saja kita harus menanggung dosa karena memakan harta haram dan tak mendapat pahala dari amalan sedekah tersebut.
“Barangsiapa mengumpulkan harta haram kemudian menyedekahkannya, maka ia tidak memperoleh pahala darinya dan dosanya terbebankan pada dirinya.” (Hadits shahih lighairihi, diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (3367) dari jalur Darraj Abu Samah dari Ibnu Hujairah dari Abu Hurairah.)
6. Menyebabkan kemurkaan Allah dan kebinasaan diri sendiri
Bagaimana mungkin Allah tidak murka, dari sekian banyak pekerjaan halal di muka bumi ini, kita malah memilih bertahan dalam pekerjaan haram?! Bukankah ibarat kucing peliharaan yang diberi makanan bersih dan enak oleh majikannya, namun masih saja mengais-ngais tong sampah?
“Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia.” (Qs. Thaha: 81)
7. Pekerjaan yang haram merupakan ujian apakah kita lebih memilih percaya pada ajaran Allah atau justru mengabaikannya
“Janganlah menganggap rezeki kalian lambat turun. Sesungguhnya, tidak ada seorang pun meninggalkan dunia ini, melainkan setelah sempurna rezekinya. Carilah rezeki dengan cara yang baik (dengan) mengambil yang halal dan meninggalkan perkara yang haram.” (HR. Baihaqi)
8. Mengikis Keimanan Pelakunya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah peminum khamr, ketika ia meminum khamr termasuk seorang mukmin.” (HR Bukhari Muslim).
9. Mencampakkan Pelakunya ke Neraka
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram, kecuali neraka lebih utama untuknya.” (HR At Tirmidzi).
10. Mengeraskan Hati
Imam Ahmad radhiyallahu 'anhu pernah ditanya, apa yang harus dilakukan agar hati mudah menerima kesabaran, maka beliau menjawab, “Dengan memakan makanan halal.” (Thabaqat Al Hanabilah : 1/219).
At Tustari, seorang mufassir juga mengatakan, “Barangsiapa ingin disingkapkan tanda-tanda orang yang jujur (shiddiqun), hendaknya tidak makan, kecuali yang halal dan mengamalkan sunnah,” (Ar Risalah Al Mustarsyidin : hal 216).
11. Haji dari Harta Haram Tertolak
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Jika seorang keluar untuk melakukan haji dengan nafqah haram, kemudian ia mengendarai tunggangan dan mengatakan, “Labbaik, Allahumma labbaik!” Maka yang berada di langit menyeru, “Tidak labbaik dan kau tidak memperoleh kebahagiaan! Bekalmu haram, kendaraanmu haram dan hajimu mendatangkan dosa dan tidak diterima.” (HR At Thabrani)
12. Sedekah Dan Sholatnya ditolak
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa mengumpulkan harta haram, kemudian menyedekahkannya, maka tidak ada pahala, dan dosa untuknya.” (HR Ibnu Huzaimah)
Dalam kitab Sya’bul Imam disebutkan, ” Barangsiapa yang membeli pakaian dengan harga sepuluh dirham di antaranya uang haram, maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama pakaian itu dikenakan.” (HR Ahmad)
13. Silaturrahminya sia-sia
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa mendapatkan harta dari dosa, lalu ia dengannya bersilaturahim (menyambung persaudaraan) atau bersedekah, atau membelanjakan (infaq) di jalan Allah, maka Allah menghimpun seluruhnya itu, kemudian Dia melemparkannya ke dalam neraka. Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ” Sebaik-baiknya agamamu adalah al-wara’ (berhati-hati).” (HR Abu Daud).
14. Rizki dan makanan halal mewariskan amalan sholeh, yang haram amalan buruk
Rizki dan makanan yang halal adalah bekal dan sekaligus pengobar semangat untuk beramal shaleh. Buktinya adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thoyyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mu’minun: 51). Sa’id bin Jubair dan Adh Dhohak mengatakan bahwa yang dimaksud makanan yang thoyyib adalah makanan yang halal (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 10: 126).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala pada ayat ini memerintahkan para rasul ‘alaihimush sholaatu was salaam untuk memakan makanan yang halal dan beramal sholeh. Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat bahwa makanan halal adalah pembangkit amal shaleh.
Oleh karena itu, para Nabi benar-benar memperhatikan bagaimana memperoleh yang halal. Para Nabi mencontohkan pada kita kebaikan dengan perkataan, amalan, teladan dan nasehat. Semoga Allah memberi pada mereka balasan karena telah memberi contoh yang baik pada para hamba.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 126).
15. Membuat malas beramal
Bila selama ini kita merasa malas dan berat untuk beramal? Alangkah baiknya bila kita mengoreksi kembali makanan dan minuman yang masuk ke perut kita. Jangan-jangan ada yang perlu ditinjau ulang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْخَيْرَ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ أَوَ خَيْرٌ هُوَ
“Sesungguhnya yang baik tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan. Namun benarkah harta benda itu kebaikan yang sejati?” (HR. Bukhari no. 2842 dan Muslim no. 1052)
16. Makanan halal bisa sebagai pencegah dan penawar berbagai penyakit, yang haram menyebabkan penyakit
Allah Ta’ala berfirman,
وَآَتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
“Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang hanii’ (baik) lagi marii-a (baik akibatnya).” (QS. An Nisa’: 4).
Al Qurthubi menukilkan dari sebagian ulama’ tafsir bahwa maksud firman Allah Ta’ala “هَنِيئًا مَرِيئًا” adalah, “Hanii’ ialah yang baik lagi enak dimakan dan tidak memiliki efek negatif. Sedangkan marii-a ialah yang tidak menimbulkan efek samping pasca dimakan, mudah dicerna dan tidak menimbulkan peyakit atau gangguan.” (Tafsir Al Qurthubi, 5:27). Tentu saja makanan yang haram menimbulkan efek samping ketika dikonsumsi. Oleh karenanya, jika kita sering mengidap berbagai macam penyakit, koreksilah makanan kita. Sesungguhnya yang baik tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.
17. Di akhirat, neraka lebih pantas menyantap jasad yang tumbuh dari yang haram
Dari Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
مَنْ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْتِ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Siapa yang dagingnya tumbuh dari pekerjaan yang tidak halal, maka neraka pantas untuknya.” (HR. Ibnu Hibban 11: 315, Al Hakim dalam mustadroknya 4: 141. Hadits ini shahih kata Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 4519)
Lihatlah begitu bahayanya mengonsumsi makanan haram dan dampak dari pekerjaan yang tidak halal sehingga mempengaruhi do’a, kesehatan, amalan kebaikan, dan terakhir, mendapatkan siksaan di akhirat dari daging yang berasal dari yang haram.
Mari berdoa agar kita dijauhkan dari pekerjaan yang haram agar bahagia dunia akherat.
اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
Allahummak-finaa bi halaalika ‘an haroomika, wa agh-ninaa bi fadh-lika ‘amman siwaak
“Ya Allah, limpahkanlah kecukupan kepada kami dengan rizqi-Mu yang halal dari memakan harta yang Engkau haramkan, dan cukupkanlah kami dengan kemurahan-Mu dari mengharapkan uluran tangan selain-Mu.” (HR. Tirmidzi no. 3563 dan Ahmad 1: 153. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Referensi : TabungWaqaf.com, DalamIslam.com
Semoga bermanfaat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.