Edisi Sabtu, 20 Agustus 2022 M / 22 Muharram 1444 H.
Secara harfiah, dzikir diartikan mengingat Allah Subhanahu Wa Ta'ala melalui berbagai macam bacaan dan kalimat-kalimat thayyibah. Dalam praktiknya, dzikir dalam upaya mengingat Allah bukan merupakan proses instan, melainkan diperoleh melalui ilmu sehingga dzikirnya tersambung (wushul) dengan Tuhannya.
Kita tentu mafhum bahwa dalam kehidupan ini tujuan diciptakannya manusia tak lain adalah berbakti, beribadah kepada-Nya. Ibadah semestinya memiliki jiwa. Jiwa ibadah itulah dzikir.
Tulisan berikut akan menuturkan 34 hal terpuji yang terhimpun di dalam dzikir. Poin-poin ini dinukil dari Hidayat al-Salikin (Petunjuk Para Salik) (Tab’a ala nafqah S.A. al-‘Aydrus, Jakarta 1354 H), karya Datu Sanggul, Syekh Abdussamad al-Palimbani qaddasallah sirrahu (1704-1832).
Untuk bagian pertama ini adalah beberapa hal terpuji yang terhimpun di dalam ibadah dzikir :
Pertama adalah menjunjung perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala : “Hai orang-orang yang beriman, Ingatlah Allah dengan dengan dzikir sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepadanya pagi dan petang.” (QS. Al-Baqarah: 152).
Kedua, Allah menyebut terhadap engkau karena firman-Nya: “Sebutlah olehmu akan Aku, niscaya Aku menyebutmu” (QS. Al-Baqarah: 152).
Ketiga, ridha Allah atas Dzikir itu.
Keempat, nyata kebesaran Allah dan ketinggian-Nya di dalam hatimu saat engkau menyebut-Nya. Firman-Nya menyatakan Waladzikrullahi Akbar, “Sesungguhnya dzikir kepada Allah itu terlebih besar daripada ibadah-ibadah yang lain” (QS. Al-Ankabut: 29).
Kelima, sibukkan anggota tubuhmu dalam taat kepada Allah.
Keenam, malaikat mendekat kepadamu dan mereka bergembira dengan dzikirmu.
Ketujuh, Allah mendekat kepadamu dan kawn (keadaan)-Nya besertamu tanpa “bagaimana” dan “batasan”. Allah berfirman dalam hadits qudsi: “Aku bersama persangkaan hamba-Ku dan Aku beserta dia ketika dia berdzikir pada-Ku”.
Kedelapan, malaikat pemelihara (perekam) amal manusia bersegera menyuruh kebajikan bagi orang yang berdzikir.
Kesembilan, setan menjauh daripada engkau. Syekh Afdhaluddin berkata, “Sesungguhnya setan mengendarai seseorang manakala lupa dzikrullah. Sesungguhnya dia selalu berdiam di sisi seorang hamba. Tiap kali lupa si hamba dzikrullah maka setan mengendarai dan mengendalikan helaannya. Tiap kali si hamba berdzikir, maka setan turun darinya. Andaikata dibukakan Allah Ta’ala kepada seseorang daripada kita, niscaya ia melihat Iblis mengendarai seseorang seperti layaknya mengendarai keledai dan berkalung helaan sepanjang yang dikehendaki si Iblis sepanjang siang dan malam.”
Kesepuluh, sesungguhnya dzikrullah Ta’ala berada di atas iman dan hakikatnya itu cinta (mahabbah) hamba kepada Tuhannya.
Kesebelas, sesungguhnya dzikrullah itu melepaskan (bara’atun) si hamba dari munafiq.
Kedua belas, memelihara diri dari setan dan memelihara diri dari neraka.
Ketiga belas, anugerah Allah atasmu dengan menjadikanmu golongan orang-orang yang berdzikir dan tak menjadikanmu termasuk golongan orang-orang yang lupa.
Keempat belas menerangi hati dan membukanya dengan cahaya dzikrullah.
Kelima belas menjaga hati daripada lali (lupa) ketika datang cita-cita (khatarat) yang jahat.
Keenam belas orang yang berdzikir itu seolah-olah hampir kepada Allah Ta’ala tanpa bagaimana (kaifiyat) dan berhad/batasan karena firman Allah Ta’ala di dalam hadits qudsi: Ana jaalisu man dzakarani (Aku duduk bersama orang yang berdzikir kepada-Ku).
Ketujuh belas dibukakan baginya segala pintu langit karena naik malaikat dengan dzikirnya.
Semoga bermanfaat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.