Edisi Ahad, 7 Februari 2021 M / 25 Jumadil Akhir 1442 H
Ta’aruf menurut islam memang sudah sering sekali terdengar di kalangan masyarakat muslim. Namun, ternyata belum banyak juga yang mengerti dengan benar apa itu ta’aruf dalam Islam dan bagaimana prosesnya yang benar. Kebanyakan orang masih salah dalam mengartikan ta’aruf.
Sebelumnya kita wajib tahu terlebih dahulu bahwa ta’aruf adalah cara terbaik untuk menjalin hubungan secara islami atau perkenalan dan penguatan hati sebelum makna pernikahan dalam islam sesuai dengan dalil berikut yang mengingatkan seluruh umat muslim agar menjauhi hal hal yang tidak sesuai syariat islam.
“Sungguh ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan [menganggap halal] perzinahan, sutera, minuman keras, dan musik-musik.” [HR. Bukhari]
“Dan ingatlah manusia-manusia yang buruk yang seenaknya saja melakukan persetubuhan seperti keledai. Maka pada zaman mereka inilah kiamat akan datang.” [HR. Muslim]
Demi Allah yang diriku di tangan-Nya, tidaklah akan binasa umat ini sehingga orang-orang lelaki menerkam wanita di tengah jalan (ingin bercumbu dan berzina) dan di antara mereka yang terbaik pada waktu itu berkata, “alangkah baiknya kalau saya sembunyikan wanita ini di balik dinding ini.” [HR. Abu Ya’la no. 12746, Al-Haitsami berkata, “perawi-perawinya shahih.” , lihat Majmu’ Zawaid 7/331, Maktabah Al-Qudsi, Koiro, 1414 H, Asy-Syamilah]
Ta’aruf dalam islam umumnya diartikan sebagai perkenalan. Nah, bagi anda yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai pengertian ta’aruf dan bagaimana tata cara ta’aruf yang benar sesuai dengan syariat islam, mari simak informasi selengkapnya yang disajikan berikut ini, 17 Cara Taaruf yang Benar :
1. Agar Tidak Melanggar Agama
Tidak ada aturan baku atau ketetapan khusus mengenai tata cara bercara ta’aruf yang benar, namun harus tetap memperhatikan pergaulan dalam islam atau adab adab dalam bergaul antara pria dan wanita. Sehingga tetap melakukan pergaulan sesuai dengan syarat islam dan benar benar memiliki niat yang baik yakni untuk menemukan cinta dengan cara islam.
2. Membersihkan Niat karena Allah
Bersihkan niat, dan ikhlaskan menikah adalah ibadah semata untuk mencari ridhaNya dan mencapai keutamaan menikah dalam islam. Tidak mudah memang menerima “calon suami atau istri” apa adanya, apabila yang datang tidak sesuai dengan “kriteria” yang kita harapkan. Di sinilah sandungan/ujian pertama keikhlasan.
3. Berupaya Menjaga Kesucian
Agar kesucian acara cara ta’aruf yang benar terjaga maka harus jaga rambu-rambu syariah (tidak boleh berkhalwat, menjaga pandangan, menjaga aurat dll,) memilih tempat yang tepat (bukan tempat mencurigakan seperti kamar kos yang sempit, dan lain-lain) serta menjaga rahasia cara ta’aruf yang benar (sebaiknya orang lain [kecuali perantara] hanya tahu rencana pernikahan dari undangan saja)
4. Kejujuran Kedua Belah Pihak
Selama proses cara ta’aruf yang benar maka kedua belah pihak dipersilahkan menanyakan apa saja yang dibutuhkan dengan keutamaan jujur dalam islam untuk mengarungi rumah tangga nantinya contohnya mengenai keadaan keluarga, prinsip dan harapan hidup, sesuatu yang disukai dan tidak disukai dll.
Di dalam cara ta’aruf yang benar, kita tidak boleh bohong, ceritakan dirimu apa adanya, sehingga kedua belah pihak akan mengetahui bagaimana calonnya tersebut. Selama proses cara ta’aruf yang benar, kedua belah pihak serius dan sopan dalam berbicara serta menghindari membicarakan hal-hal yang tidak perlu.
5. Menerima atau Menolak dengan Cara yang Ahsan
Jika selama cara ta’aruf yang benar ditemukan kecocokan maka akan dilanjutkan ke jenjang selanjutnya, namun jika selama cara ta’aruf yang benar tidak ditemukan kecocokan maka calon bisa menyudahi cara ta’aruf yang benar dengan cara yang baik dan menyatakan alasan yang masuk akal. Segera sampaikan ketidakcocokan kita, jangan sampai membuat calon menunggu lama, karena akan dikhawatirkan calon akan sangat kecewa karena telah terlalu berharap.
6. Diperlukan Perantara
Dengan adanya perantara maka akan membantu kita untuk mencari informasi mengenai pasangan cara ta’aruf yang benar. Cara ta’aruf yang benar yang dilakukan tanpa perantara maka akan rentan dari kebersihan hati, sebab jika cara ta’aruf yang benar dilakukan hanya berdua saja maka semua hal bisa saja terjadi. Kata-kata yang tidak sepatutnya dikeluarkan atau diumbar akan begitu mudah terlontarkan. Dengan adanya perantara maka akan membantu mempertegas proses cara ta’aruf yang benar.
Seorang perantara akan membantu memberikan batas waktu kepada pasangan cara ta’aruf yang benar, kapan deadline cara ta’aruf yang benar, kapan cara ta’aruf yang benar selanjutnya dilakukan, kapan pertemuan dengan orang tua, kapan acara lamaran dll. Semuanya akan menjadi jelas dan tidak berlama-lama. Berbeda dengan cara ta’aruf yang benar yang dilakukan berdua saja , kita dan calon bisa tidak jelas dalam menentukan deadline.
7. Cara Mengurangi Fitnah
Kebanyakan orang mengira bahwa perantara cara ta’aruf yang benar adalah murabbi atau guru agama. Padahal siapa saja bisa menjadi perantara, misalnya orangtua, teman, saudara dan sebagainya. Anda pun bisa menjadi perantara, asalkan tahu dengan jelas siapa yang akan diperantarai dan mengetahui bagaimana cara cara ta’aruf yang dibenarkan oleh agama. Sebaiknya yang menjadi perantara adalah mereka yang telah menikah karena mereka sudah mengetahui proses menuju pernikahan dan untuk menghindari fitnah yang terjadi dengan salah satu calon cara ta’aruf yang benar.
8. Proses Ta’aruf yang Benar
Dalam hal ini juga tidak ada ketetapan khusus. Proses cara ta’aruf yang benar bisa dilakukan dengan berbagai cara, namun harus tetap sesuai dengan adab-adab dalam bergaul antar lawan jenis. Ada proses cara ta’aruf yang benar (cara ta’aruf yang benar yang diketahui jika melalui murabbi) dimulai dengan membuat proposal (biodata diri) kemudian saling menukar biodata, mengadakan proses pertemuan disuatu tempat dengan disertai murabbinya, proses percakapan dengan calon pasangan dengan hijab/ tabir yang menghalangi keduanya saling bertatapan, proses melihat calon pasangan, proses meminta kepastian apakah cara ta’aruf yang benar akan dilanjutkan atau tidak, memberikan tenggang waktu untuk berpikir atau melakukan istikharah, kemudian jika pasangan sudah merasa cocok maka akan dilanjutkan pada proses selanjutnya yaitu kapan waktu khitbah dan proses selanjutnya.
9. Diketahui Orang Tua dan Keluarga
Adapun proses yang kita ketahui jika melalui orang tua, saudara, sahabat dll yaitu dimulai dengan menanyakan apakah bersedia diperkenalkan dengan calon, menentukan kapan waktu cara ta’aruf yang benar, menentukan tempat pertemuan (biasanya pihak pria datang kerumah pihak wanita, namun juga bisa ditempat lainnya), memperkenalkan kedua calon (selama ini boleh mempertanyakan sesuatu yang diperlukan)
10. Menentukan Waktu Khitbah
Kedua calon pulang kerumah masing2 dan diberikan tenggang waktu untuk berpikir atau istikharah, kemudian jika pasangan sudah merasa cocok maka akan dilanjutkan pada proses selanjutnya yaitu kapan waktu khitbah dan proses selanjutnya.
11. Pada Saat Ta’aruf yang Benar Saling Mengirim Sms, Saling Menelepon? Bolehkah
Ada yang menyatakan menelepon ataupun saling berkirim sms, hukumnya adalah mubah selama aktivitas tersebut tidak mengajak kepada kemungkaran atau kefasikan, hanya membicarakan yang seperlunya untuk mengetahui atau mengenali calon pasangan. Ada yang menyatakan saling SMS dilarang. Betapa banyak mereka yang tergelincir disebabkan fitnah komunikasi. Tak pandang bulu, baik orang awam atau para penuntut ilmu agama.
12. Menghindari Fitnah Hati
Fitnah hati memang sesuatu yang sulit dikendalikan, apalagi dalam masa kesendirian. Manusia hatinya sangat lemah. Di saat itulah setan masuk. Sehingga, seseorang tidak bisa beralasan bahwa dirinya mampu menjaga hati untuk melegalkan SMS dengan calon tambatan hati. Saat pintu-pintu keakraban terbuka, keintiman akan terbentuk. Misalnya dengan mengirim kata-kata yang belum selayaknya terucapkan.
13. Pikirkan yang Terbaik
Nah, diantara kedua jawaban tersebut maka pikirkanlah yang terbaik menurut kita, namun alangkah baiknya untuk ber sms an (termasuk media lain yang hanya berkomunikasi berduaan saja dengan calon pasangan) perlu dihindari untuk menjaga hati, segala sesuatu mengenai pasangan bisa kita tanyakan kepada perantara. Tapi jika memang diperlukan dan mendesak serta tidak bisa melalui mahramnya maka harus tetap hati-hati, sms seperlunya saja, jangan ditambah-tambah dengan gurauan, rayuan ataupun yang sejenisnya yang tidak perlu.
14. Menghindari Godaan Syetan
Syetan sangat pandai menggoda Bani Adam, maka berhati-hatilah dari tipu dayanya. Demikian juga pada umumnya seorang akhwat jika diberikan perhatian oleh seorang ikhwan baik lewat sms, tulisan atau yang sejenisnya maka dia akan tertarik walaupun ikhwan tersebut tidak ada niatan untuk menggodanya.
15. Hindari Percakapan tidak Penting
Hindarilah percakapan yang tidak penting, menghindari kata-kata yang dapat merusak hati dan jangan melampaui batas, ber sms hanya seperlunya saja dalam rangka proses menuju pernikahan. Karena dengan sering bersmsan dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah dan dapat terjerumus dalam kegiatan pacaran.
16. Nadzar untuk bertemu.
Setelah permohonan taaruf diterima, dapat dilanjutkan dengan bernadzar yang dilakukan dengan cara datang ke rumah calon pengantin wanita dan menghadap langsung kepada orang tuanya.Dari al-Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu'anhu menceritakan:"Suatu ketika aku berada di sisi Nabi shallallahu'alaihi wasallam, tiba-tiba datanglah seorang lelaki. Dia ingin menikahi wanita Anshar. Lantas Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bertanya kepadanya, "Apakah engkau sudah melihatnya?" Jawabnya, "Belum." Lalu Beliau memerintahkan, "Lihatlah wanita itu, agar cinta kalian lebih langgeng." (HR. Tarmidzi 1087, Ibnu Majah 1865 dan dihasankan al-Albani)
17. Diperbolehkan memberi hadiah kepada calon pengantin wanita.
Hadiah sebelum pernikahan hanya boleh dimiliki oleh wanita calon istri dan bukan keluarganya.Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Semua mahar, pemberian, dan janji sebelum akad nikah itu milik pengantin wanita. Lain halnya dengan pemberian setelah akad nikah, itu semua milik orang yang diberi." (HR. Abu Daud 2129).
Demikian yang dapat disampaikan, semoga menjadi wawasan berkualitas. Terima kasih.
Semoga bermanfaat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.