Jumat, 11 Juni 2021

KARAKTER SURGAWI SUAMI DAN ISTRI

Edisi Jum'at, 11 Juni 2021 M / 30 Syawal 1442 H. 

Maha suci Allah yang telah menjadikan Islam sebagai jalan hidup bagi umat manusia. Allah telah mengilhamkan kepada manusia sebuah tata cara, sistem kehidupan manusia yang detail dan lengkap melalui Al-Qur’an. Ibarat mesin yang dilengkapi dengan handbook dan petunjuk pemakaian, manusia pun diberikan manual book-nya oleh Sang Pencipta dengan diturunkannya Al-Qur’an. Apabila petunjuk itu dipahami dan dijalankan dengan sebenar-benarnya, insya Allah kehidupan yang berlangsung di muka bumi akan berjalan dengan damai dan selamat. Teori dan praktek memang tidak selalu sama. Tetapi kita semua berusaha untuk berada dalam posisi paling dekat dengan apa yang digariskan oleh Allah dalam A-Qur’an.

Salah satu sistem yang dirumuskan garis besarnya dalam Al-Qur’an dan dirinci dalam Hadits Nabi adalah petunjuk tentang pernikahan. Pernikahan adalah salah satu cara yang digariskan oleh Allah untuk menjaga keberlangsungan hidup dan kekhalifahan manusia di bumi. Dibuatlah aturan pernikahan yang sesuai dengan fitrah dan tujuan utama pernikahan itu sendiri.

Setiap muslim dituntut untuk menjaga kesucian diri (iffah)-nya. Ia harus menjaga diri dari hal-hal yang dapat merusak jasmani dan jiwanya sebagai manusia yang sebenar-benarnya, dengan segala potensi alaminya. Kesucian diri adalah mahkota bagi orang-orang yang beriman. Karena itu pula dalam Islam diajarkan untuk berwudhu, bersuci dari hadats dan najis, mandi, bersiwak, diharamkan babi, diharamkan riba, diajarkan menjaga lidah, dianjurkan berpuasa, dll. Agar apa yang keluar dari diri seorang mukmin tiada lain adalah kebaikan. Best input, best output. Pernikahan adalah salah satu cara bagi seorang muslim untuk menjaga diri.

Pernikahan adalah tempat untuk mempertemukan kecenderungan dua jenis manusia dalam lembaga yang kokoh. Diharapkan orang-orang yang berkumpul di dalamnya merasa nyaman, tenang, dan tenteram. Pernikahan menjadi rumah terhangat yang paling menyenangkan bagi setiap anggotanya. Suami dan istri melabuhkan lelahnya di rumah, anak-anak pertama kali membagi suka-dukanya kepada saudara kandung dan orangtuanya. Ayah dan ibu menjadi penerang jalan bagi anak-anaknya. Anak-anak menjadi cahaya penyejuk bagi orangtua. Di dalamnya tertanam rasa kasih sayang yang menjadi dasar tumbuhnya benih-benih kebaikan, produktivitas, dan kemaslahatan bagi masyarakat.

"…  supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (Ar-Rum: 21)

Namun tujuan mulia ini sering mengalami error dalam pelaksanaannya. Fakta yang ditemukan di lapangan sering jauh panggang dari api. Suami yang abai tanggung jawab. Istri yang tidak memahami posisinya. Orangtua yang tidak bersahabat dan enggan mendengarkan anak-anaknya. Anak yang durhaka kepada orangtuanya. Betapa banyak jiwa yang menangis karena terabaikan oleh darah dagingnya sendiri. Sungguh pemandangan yang mengiris hati. Ini terjadi karena para suami dan istri tidak sepenuhnya mengerti apa yang diilhamkan Allah di dalam wahyu-Nya dan sunnah Rasulullah-Nya, tidak menggigitnya kuat-kuat dengan gigi gerahamnya. Karena di tangan para suami dan istri inilah diletakkan dasar-dasar dalam membangun keluarga yang tenteram, penuh cinta dan kasih sayang. Suami dan istri itulah yang harus mengerti apa yang ditunjukkan Islam untuk mencapai keluarga yang tenteram.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam adalah contoh yang paling ideal dalam tataran praktek dan aplikasi sistem pernikahan. Dalam catatan sejarah yang direkam dalam Hadits Nabi, meski rumah tangga Rasulullah adalah rumah tangga yang ideal, namun tetap ada konflik seperti yang biasa terjadi dalam rumah tangga kita juga. Nabi dan istri-istrinya adalah manusia yang memiliki fitrah yang sama dengan kita. Dari sanalah kita selalu belajar untuk menjadi yang terbaik dalam tujuan pernikahan. Dengan menjalaninya sepenuh hati dan semaksimal potensi, kita menjadi agen dalam misi manusia di muka bumi. Tidakkah itu ibadah yang luar biasa? Allah menjanjikan surga-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang bersungguh-sungguh.

Berikut karakter suami dan istri yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam untuk menjadi sebuah kebiasaan. Jika kita adalah suami atau istri yang mencintai pasangan, ingin menikah kembali di surga kelak, catat dengan baik poin berikut ini dalam benak. Selamat meng-install cinta dunia dan akhirat!

KARAKTER SUAMI YANG SALEH 

1.Taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

2.Memilih wanita yang saleh untuk menjadi pendampingnya.

3.Memerintahkan keluarganya untuk shalat.

4.Tidak mendekati istrinya ketika sedang haid.

5.Menggauli istrinya di tempat lahirnya anak.

6.Memberi makanan halal untuk diri dan keluarganya.

7.Tidak menjauhi istrinya lebih dari 4 (empat) bulan.

8.Tidak meminta pertolongan ahli sihir dan paranormal

9.Mengikuti petunjuk Islam ketika meluruskan istrinya.

10.Menggauli istrinya dengan baik.

11.Menjaga perasaan dan kehormatan dirinya.

12.Tidak mengabaikan hak mahar dan nafkah istrinya.

13.Berlaku adil kepada istri-istrinya ketika berpoligami.

14.Menceraikan istrinya secara baik-baik ketika memutuskan untuk talak.

15.Tidak melamar calon istrinya dalam masa iddah.

16.Mempelajari hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah talak.

17.Berbakti kepada orangtua dan menjaga tali silaturahim.

KARAKTER ISTRI YANG SALEH 

1.Taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

2.Menjaga diri ketika suaminya tidak ada.

3.Menghormati suami dan memuliakannya.

4.Taat kepada suaminya.

5.Tidak keluar rumah kecuali seizin suami.

6.Mengikuti petunjuk Islam dalam menasihati suami.

7.Tidak berhias kecuali untuk suaminya.

8.Ridha dan rela dengan apa yang Allah berikan untuknya.

9.Tidak berpuasa sunnah kecuali seizin suami.

10.Menjaga harta suami.

11.Tidak menampakkan apa yang Allah perintahkan untuk disembunyikan.

12.Tidak melakukan tindakan yang membahayakan janinnya.

13.Menyusui anaknya sendiri.

14.Hemat dalam hidup.

15.Memerhatikan pendidikan anak-anaknya.

16.Menjaga, melayani, dan membantu suaminya.

17.Menetapi masa iddah saat suaminya meninggal.

Wallahu a’lam bish shawab. 

Semoga bermanfaat ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.