Edisi Jum'at, 10 Februari 2023 M / 19 Rajab 1444 H
KH. Kasyful Anwar, lahir di Teluk Buluh, Amuntai, Jum'at, 13 Maret 1964 M (bertepatan dengan 27 Syawal 1383 H). Beliau adalah pimpinan Pondok Pesantren “Nurul Muttaqin” Desa Sungai Karias Amuntai.
Drs. H.M. Syarbani Haira, M.Si bin KH. Muhammad Ramli Anang, lahir di Amuntai Utara, Jum’at, 2 Mei 1958 M (bertepatan dengan 12 Syawal 1377 H). Mempunyai latar pendidikan MI “Nurul Wahidah” Amuntai (1970) kemudian masuk PGAN 6 tahun di Amuntai (1975). Selanjutnya kuliah pada Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1978). Sedangkan program Pasca Sarjana diselesaikan pada tahun 1998 di Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Dalam keorganisasian beliau pernah aktif sebagai Ketua Rayon PMII Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga ( 1980-1981 ), Wakil Ketua KNPI Kalsel, wakil Sekretaris AMPI Kalsel, Ketua Dewan Syuro Mesjid Kampus “As-Su’ada” Universitas Nahdlatul Ulama Kalimantan Selatan (UNUKASE). Sekretaris Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kalsel periode ( 2020-2025 ). Di Nahdlatul Ulama (NU) beliau pernah menjadi Wakil Sekretaris PWNU Kalsel dan menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Propinsi Kalimantan Selatan selama 10 tahun ( 2007–2017 ).
Diantara kalam KH. Kasyful Anwar antara lain :
1. “Dengan ujian seseorang bisa menjadi wali karena naik pangkat. Mun diuji kada sabar maka tidak akan mendapatkan kedudukan dan kemuliaan. Makin baanyak ujian makin tinggi nilai S nya, makin banyak mengikuti ujian naik pulang (jadi) S 2, naik lagi mengikuti ujian, ujian makhluk nih, mendapat lagi S 3, naik lagi tiap ujian dapat lagi kedudukan. Kalau orang sudah anbiya atau auliya, makin diuji makin hebat, makin di uji makin mantap, makin diuji makin tinggi derajat dan martabatnya. Mun kada diuji berarti nilainya kurang kada kawa maumpati ujian. Mun kada kawa mengikuti ujian berarti kada kawa naik pangkat dan kedudukan”.
2. “Apabila engkau mendapatkan sesuatu yang menggembirakan hati, maka ingatlah dengan yang memberi kesenangan itu, lalu bagaimanakah kesyukuranmu ? Kemudian, jika sesuatu yang engkau dapatkan itu sesuatu yang menyakitkan, maka ingatlah pula dengan yang memberi rasa sakit itu, lalu bagaimanakah kesabaranmu?”
3. “Ukuran derajat seseorang itu bukan karena amalnya yang banyak tetapi (karena) kesabaran yang ia sandang itulah yang menyebabkan ia menjadi “sami’na wa atha’na” menjadi panutan dan ikutan orang-orang yang sabar”.
4. “Makhluk dapat menjadi pengganggu kita dalam beribadah serta menghalangi kita dalam beribadah, maka untuk selamat dari pada makhluk yaitu (dengan) uzlah, artinya “jangan pati bagaul lawan makhluk tadi”
5. “Bukan orang alim itu karena banyak haditsnya, bukan orang alim itu karena qur’an dan tafsir menguasai dirinya, tapi yang alim itu saat dia kebodohan lalu datang sesuatu permasalahan baru, (maka) pertolongan Allah datangkan ilmunya, ini yang dinamakan alim hakiki”.
6. “Sombong dengan ibadah kita atau merasa harat diri dengan ibadah kita tadi maka itu akan berbahaya, hancur amal kita kadada artinya. Amal kada dipandang Tuhan dan diri kita (juga) dalam kemurkaan Tuhan”.
7. “Orang (manusia) itu ada mempunyai kehidupan 4 macam. ~ ada yang banyak maksiat kepada Allah, tapi hatinya takut lawan Allah Ta’ala, ada harapan dosanya tu diampuni. ~ ada orang yang banyak maksiatnya kepada Allah, tapi hatinya tidak takut sama sekali malahan dia tertawa sebahak-bahaknya, ini orang maksiat jauh dari keampunan Allah. ~ Ada orang yang ta’at namun dia merasa aman daripada azab Allah dengan ta’at ibadatnya, maka orang ini tertipu dengan amalnya dan azab Allah lebih dekat ketimbang aman dari azab-Nya. ~ Ada orang yang ta’at kepada Allah, namun hatinya takut atas amalannya ini kalau dicabut dan ditiadakan lagi oleh Allah …. Maka dia dengan ta’at namun banyak menangis dengan ta’atnya tadi karena takut kalau nikmat itu akan diambil Allah”.
8. “Ruang lingkup taffakur adalah sangat luas. Tiada lain yang paling mulia adalah bertafakkur akan keajaiban-keajaiban alam yang diciptakan Allah serta tanda-tanda kebesaran_Nya yang bertebaran di seluruh jagad alam raya ini. Taffakur semacam ini akan menambah kedalaman hati kita makin mengesakan Allah Subhanahu wa ta’ala, sifat dan asma-Nya”.
9. “Betapa besar ketergantungan kita kepada apa-apa yang tersedia di alam dunia ini. Ketika kita hendak bernafas, yang kita butuhkan adalah oksigen baru untuk memompa paru-paru. Ketika kita hendak melihat dengan jelas, yang kita butuhkan adalah cahaya yang cukup untuk dapat memandang apa yang diinginkan. Ketika kita hendak berjalan, kita membutuhkan landasan untuk berpijak dan melangkah. .. Sungguh luar biasa Allah menciptakan semuanya untuk makhluk-Nya. (semuanya itu) membuat kita tak kuasa selain pujian dan rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, melaksanakan puji syukur itu merupakan fardlu ‘ain bagi kita”.
10. “Sering-seringlah kita bertaffakur. Bertaffakurlah terhadap apa yang sudah kita lakukan, juga hendaknya bertaffakur, merenung tentang apa yang akan kita perbuat untuk hari esok, yaitu untuk hari akhirat”.
11. “Seseorang akan mendapat rahmat, mendapatkan keampunan dari Allah adalah Barakah ilmunya para ulama”.
12. “Kita jangan talalu bahimat (terlalu bersungguh-sungguh) mengambil fadhilat dengan menziarahi kubur para wali, sementara untuk mendapatkan keselamatan diri setelah mati, kita kada hakun bahimat (tidak mau bersungguh-sungguh)”
13. “Percuma kekayaan melimpah kalau sembahyang tidak terselesaikan. Percuma pangkat yang tinggi kalau sembahyang kada dikerjakan. Percuma jadi orang terhormat kalau sembahyang tidak segera dilakukan. Tetapi hidup akan bernilai, walau dalam kemiskinan dan selalu dalam kefakiran, asal sembahyang dikerjakan, itulah nilai kesuksesan dalam kehidupan”.
14. “Seseorang yang cinta kepada ummat, cinta kepada hambanya Allah supaya menjadi orang yangberimankepada Allah, itulah yang menyebabkan orang itu tinggi martabat dan pangkatnya di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala”.
15. “Apabila dalam hati ini ada nilai kebencian, berapapun ibadat yang kita lakukan akan ditolak oleh Allah, jauh dari rahmat Allah, penuh dengan laknatnya Allah”.
Sedangkan kalam Drs. H.M. Syarbani Haira, M.Si diantaranya :
16. “Kenyataan hari ini, banyak manusia hipokrit (munafik) yang muncul dimana-mana. Ngomongnya luar biasa bagus, tetapi perilakunya malah kian buruk. Ini yang menyedihkan. Kita sudah kehilangan tokoh dan figur ideal karena ketidakseimbangan antara perkataan dengan perbuatan”.
17. “Hari ini manusia memahami agama secara parsial (sebagian). Padahal urusan ibadah ini mencakup banyak sisi. Seperti disinyalir Prof. Mahmud Syaltut dalam kitabnya “Aqidah wa syari’ah”, (dimana) aqidah berurusan dengan teologi atau keimanan, Syari’ah berurusan dengan hukum dan perundang-undangan. Dalam hal tersebut, ada beberapa hal yang resmi di atur Allah Subhanahu wa ta’ala (yaitu) hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia sesama manusia, hubungan manusia dengan ilmu dan teknologi, dan hubungan manusia dengan lingkungan”.
Semoga bermanfaat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.