Edisi Ahad, 5 Februari 2023 M / 14 Rajab 1444 H.
KH. Sarmadi Mawardi, Lc. S.Pd.I lahir di Amuntai, Minggu, 21 Februari 1971 M (bertepatan dengan 25 Zulhijjah 1390 H). Latar pendidikan beliau adalah dari tingkatan Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga Madrasah Aliyah (MA) beliau tempuh di Ponpes Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha) Amuntai. Setelah itu melanjutkan ke Fakultas Ushuluddin Univ. Al-Azhar Kairo, Mesir 1998. Sepulang dari mesir menimba ilmu lagi di Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) Amuntai jurusan Bahasa Arab 2006.
Dalam keorganisasian beliau pernah menjadi Ketua Keluarga Mahasiswa Kalimantan Mesir (KMKM) di Kairo tahun 1996-1997 . Sekrataris MUI Kabupaten Hulu Sungai Utara periode 2010-2015 .
Sejak tahun 2006 beliau ditempatkan bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Amuntai Tengah. Beliau juga menjadi pendidik di Madrasah Aliyah Normal Islam Putra Rakha Amuntai. Kegiatan lainnya adalah aktif mengisi Majelis Taklim “al-Ikhlas” Tangga Ulin Hilir, Majelis Taklim “al-Ma’arif” dll.
Berikut ini diantara kalam beliau :
1. “Pekerjaan yang hanya satu macam pekerjaan tapi kalau diniatkan dengan berbagai macam niat itu bisa jadi menjadi berbagai macam pahala yang didapat dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Walaupun masuk masjid saja, tapi niatnya macam-macam seperti mengikut sunnah rasul, masuk sebelah kanan, berdo’a sebelum masuk, kemudian duduk beri’tikaf, padahal masuk ke masjid saja tapi niatnya dimacam-macamkan, dibanyakkan, maka akan menjadi banyak pahala dan itu bernilai akhirat, bukan dunia. Begitu juga seperti makan minum itu gawian duniawi tapi kalau kita niatkan untuk ibadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala maka bernilai akhirat. Ini sikap orang beriman”.
2. “Diterimanya amal ibadah haji sama sekali tidak ditentukan oleh seringnya ibadah itu dilakukannya atau jumlah biaya yang dikeluarkan bahkan bukan pula oleh jabatan yang dimiliki seseorang. (tetapi) suatu ibadah hanya akan diterima Allah Subhanahu wa ta’ala sesuai kadar keikhlasan niatnya”.
3. Kesalahan niat yang dilakukan dapat menghancurkan semua amal ibadah yang telah dilakukan”.
4. “Nuh dengan ummatnya, Luth dengan ummatnya, ummat Nabi Hud dengan umatnya, ummat Nabi Shaleh dengan ummatnya, umat Nabi Musa dengan fir’aunnya, semuanya tu dibinasakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Kenapa ? karena mereka mendustakan Rasul-Rasul Allah. Sekarang rasul kadada lagi, Nabi kita sebagai nabi penutup, lalu yang memberi peringatan siapa ? Para ulama ! Ulama ummat Nabi Muhammad itulah yang memberi peringatan. Ketika mereka tidak mau menghiraukan dengan peringatan para ulama,(maka) itupun juga akan diberikan pelajaran oleh Allah Subhanahu wa ta’ala”.
5. “Segala siksaan yang diberikan Allah didunia dan akherat tidak dari Allah, semuanya atas perbuatan mereka sendiri kemudian dibalikkan kepada mereka siksanya”.
6. “Kehidupan yang tidak tenang sebetulnya adalah azab dari Allah Subhanahu wa ta’ala”
“Setiap sesuatu yang terjadi daripada siksa Allah itu semuanya sebabnya adalah dosa”.
7. Kita badosa dengan Allah, asal hubungannya dengan Allah Subhanahu wa ta’ala, kada sembahyang misalnya, itu masih lebih ringan daripada kita berdosa dengan manusia, satu saja, ketika kita berhadapan dengan Allah di hari kiamat”.
8. “Anak yang nakal bukan minta dimandikan dengan ulama, tetapi (hendaknya) dimandikan dengan ilmu atau banyak-banyak belajar agama, nasehat agama”
9. “Harta semakin banyak dikeluarkan pada jalan kebaikan akan semakin berkah. Berkurangnya harta akan ditutupi dengan keberkahan, dan akan dibalasdengan pahala dari Allah Subhanahu wata’ala”
10. “Manusia adalah makhluk yang berfikir. Dengan kemampuan itulah manusia bisa meraih berbagai kemajuan, kemanfaatan, dan kebaikan. Namun, sejarah juga mencatat, bahwa tidak sedikit manusia mengalami kesesatan dan kebinasaan akibat berfikir”.
11. “Tafakkur adalah perenungan terhadap tanda-tanda kebesaran Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Hasil tafakkur ini akan bisa mengantarkan kita kepada kemajuan, kebaikan, ketaatan, keimanan dan ketundukan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.”
12. “Termasuk bagian dari tafakkur adalah merenungkan kelalaian dan kemalasan kita dalam beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, serta keberanian kita memasuki pintu-pintu maksiat yang dilarang Allah Subhanahu Wa Ta'ala.”
13. “Diantara sebab hidup kita tidak bahagia, tidak tentram dan selalu gelisah adalah; tertipunya kita oleh kecintaan kepada harta dan kemewahan duniawi”
14. “Orang-orang yang terlalu mencintai kenikmatan duniawi, akan selalu terdorong untuk memburu segala keinginannya, meski harus menggunakan cara tidak manusiawi atau tidak layak menurut agama”.
15. “Bertambahnya harta tidak akan menghasilkan kepuasan hidup, karena keberhasilan dalam mengumpulkan harta akan menimbulkan harapan untuk mendapatkan harta benda baru yang lebih banyak”.
16. “Perasaan tidak puas atau tidak cukup dengan apa yang dimiliki adalah salah satu penyakit jiwa yang bisa menyebabkan seseorang hilang petunjuk dalam kehidupannya”.
17. “Sifat qana’ah dianggap paling tepat dalam menyikapi dunia ini”
Semoga bermanfaat...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.