Edisi Rabu, 1 Februari 2023 M / 10 Rajab 1444 H.
Syekh KH. Muhammad Nuruddin Marbu bin H. Marbu bin Abdullah Thayyib Hafizhahullah, lahir di Desa Harus, Amuntai, Kamis, 1 September 1960 M (bertepatan dengan 9 Rabiul Awal 1380 H). Pendidikan dasar beliau dimulai ketika sekolah pada sebuah Madrasah Ibtidaiyah di Harus (1973) dan pada tahun 1974 sempat melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah di Ponpes Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha) Amuntai, namun pada tahun yang sama beliau dibawa keluarganya hijrah ke Mekkah al-Mukarramah.
Tahun 1983 melanjutkan studi ke Univ. al-Azhar,Kairo pada fakultas Syari’ah (selesai 1987), kemudian mengambil S-2 di Institut Studi Islam Zamalik.
Setelah menyelesaikan studi di al-Azhar, beliau kemudian turut aktif mengajar para pelajar dari Asia (Indonesia, Singapura, Thailand, Brunei, Malaysia) yang masih studi di al-Azhar, dengan membuka majelis yang diberi nama “Majelis al-Banjari Li al Tafaqquh fi al-Din”. Sedemikian banyaknya jama’ah yang mengikuti pengajian tersebut, sehingga beliau mendapat gelar atau sebutan sebagai “Azhar Tsani” (al-Azhar kedua).
Syekh Nuriddin Marbu adalah penulis kitab yang produktif, baik kitab yang asli karangan beliau sendiri (taklif/mu’alif) ataupun berupa kitab-kitab Tahqiq, I’dad, Tahdzib wa Taqdim,Taqdim, Tartib wa taqdim. Sebagian besar kitab yang dikarangnya berbahasa arab,
Diantara kalam beliau antara lain :
1. “Allah Maha Adzhim, Allah Maha Agung, Allah Maha hebat, kalau dengan kita-kita ashi sabarataan, murtad sabarataan, sangkal sabarataan dan sebagainya, sedikitpun hal itu tidak mengurangkan keagungan dan kemuliaan Allah Subhanahu wa ta’ala. Begitu pula sebaliknya, keagungan dan kebesaran Allah, maasilah itu tidak akan berimbas pada keagungan, Kemuliaan dan Kebesaran Allah. Allah Maha Agung, Allah ada sebelum kita diciptakan, Allah hebat sebelum kita dijadikan, Allah hebat sebelum ada dunia, Wallahu ‘ala kulli syai’in qadiir. Allah berkuasa atas segala sesuatu”.
2. “Udzkurni sewaktu ikam sakit, udzkurni sewaktu ikam baduit, udzkurni sewaktu banyak anak, udzkurni waktu kita cepat menjadi, udzkurni sewaktu kita terjepit, udzkurni sewaktu kita ditindas, udzkurni sewaktu kamu santai, udzkurni terus, kenapa ? Supaya kelihatan potensi-potensi kebanyakkan pada diri kita, agar bisa menjadi kebanggaan, bangga karena kita menjadi anak yang bagus, yang ta’at, yang pasti bermanfaat bagi diri pribadi, untuk abah mama yang pertama, jiran tetangga yang kedua, masyarakat lingkungan yang ketiga, dan untuk bangsa yang keempat”.
3. “Bisnis perdagangan, apakah kira-kira dagang kain, dagang batu, dagang pasir, atau juga dengan tangkapannya iwak haruan, paisannya, lalapannya, jualannya, makanannya, gorengannya, atau apa saja yang kita perdagangkan. Kekayaan bukan daripada pertanian yang ujung-ujungnya dijual, produksi ujung-ujungnya untuk dijual, pabrik ujung-ujungnya untuk dijual, peternakan ujung-ujungnya untuk dijual. Itu hikmah dari ayat yang berbunyi : wa zarul baii’ (Qs. Al-Jumuah (62):9) pada hari jum’at, tinggalkanlah transaksi jual beli. Sebab tidak ada yang paling menyibukkan manusia selain daripada perdagangan. Apapun dan dalam bidang apa saja, dalam bidang perhubungan, dalam bidang perkantoran, dalam bidang pendidikan, dalam istilah bahasa kita: ujung-ujungnya untuk kita perjual belikan. Sehingga apabila kita terlibat dalam dunia bisnis apa saja, hendaknya hal tersebut tidak menghalangi engkau dan tetaplah terhubung dengan Allah”.
4. “Pada saat seseorang terhubung dengan yang Satu (Allah) maka khasyah-Nya kita dapatkan, rahamat-Nya kita dapatkan, ketentraman-Nya kita dapatkan, kebeningannya kita dapatkan dan keamanannya juga kita dapatkan”.
5. “Menjadi orang shaleh itu dapat dikarenakan bergaul dengan orang-orang shaleh yang senantiasa ingat Allah, ingat kepada yang Maha Pencipta, ingat kepada yang Maha hebat dan ingat kepada Yang Maha Baik”.
6. “Pastikan target pengorbanan kita untuk apa? Adakah untuk dapat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam di akherat nanti? Tanpa pengorbanan, kita tak akan sampai kepada target yang kita inginkan”.
7. “Disebabkan sikap malas kita untuk menuntut ilmu, maka diri kita mudah ditipu orang. Makanya kita mendapat saham dosa juga tanpa disadari” (akibat ketidaktahuan kita, pen).
8. “Kalau kita tidak yakin, kalau kita tidak pasti, kalau tidak tahu, kalau tidak pernah menyimak, kalau tidak pernah bergaul, kalau tidak pernah duduk sekali, kalau tidak pernah bertalaqqi, (maka) sepatutnyalah kita (untuk) mendapatkan bimbingan, pengajaran, penjelasan dari mereka, pencerahan daripada mereka dan fatwa daripada mereka”.
9. “Sepatah kata dalam facebook (dan sejenisnya, pen), sepatah kata dalam youtube itu akan abadi mungkin sampai kepada hari kiamat tersimpan abadi di dalamnya. Kalau kita tidak berpuas hati, duduklah bertanya, tapi jangan sampai lempar batu sembunyi tangan. Kalau kita tidak tahu, maka diam itu lebih baik. Jangan sampai kita membicarakan sesuatu, yang tampak justru kebodohan diri kita sendiri”
10. “Bilamana kita dipilih oleh Allah Subhanahu wa ta’ala untuk hadir berjama’ah di masjid, semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memilih kita untuk berjama’ah ke sorga kelak”
11. “Kita ini diolok-olok oleh burung wallet, sebab burung wallet tu ada orang azan kada mau datang, tabligh akbar kada mau datang, berjamaah kada mau datang, suruh ke masjid kada mau datang. Jadi kalau kita sama dengan burung wallet : pesantrennya hidup tapi jamahnya kada hidup, pesantren hidup tapi ceramah agamanya kada hidup, (lalu) apa bedanya nasib kita dengan burung wallet”.
12. “Kita tidak perlu pening, kada perlu pusing, kada perlu risau, kalau sampai dunia tidak maju, sebab meskipun kita tidak turut memikirkan dunia, maka ada dalam beberapa orang yang akan memikirkan untuk semua kepentingannya, teknologinya, persenjataannya, pengobatannya, komunikasinya, transportasinya, tetapi kalau dengan agama kita, kalau tidak kita yang memikirkan, kalau tidak kita yang menggerakkan, kalau bukan kita yang mengamalkan, siapa lagi ?”
13. “Jangan sampai (kita) memandang sinis, dan memandang hina kepada siapapun hatta kepada orang-orang yang ter dhabit melaksanakan kemaksiatan dan kemungkaran atau terlibat melakukan dosa-dosa besar sekalipun”.
14. “Jangan pernah merasa diri kita aman daripada akibat kesudahan yang buruk, aman daripada su’ul khatimah. Tidak boleh kita berperasaan seperti itu. Kenapa ? sebab itu orang yang berperasaan akan mati dengan khusnul khatimah, akan selamat dipenghujung kehidupannya, berarti dia terpedaya dengan perasaannya”.
15. “Di kalangan salafus shalehpun tidak ada perkara yang paling mereka takuti daripada aqibatu su’, daripada kesudahan yang buruk, daripada su’ul khatimah”.
16. “Kenapa kita tidak boleh memandang sinis, kenapa tidak boleh menghinakannya, kenapa kita tidak boleh memvonis seseorang akan masuk neraka. Karena kamu tidak tahu kesudahan apa yang mengakhiri hidupnya, dan kesudahan yang seperti apa yang mengakhiri hidupmu.”
17. “Jangan sampai kita bangkrut dari kebajikan. Dimana ada peluang kita berbuat baik, dimana ada kesempatan untuk mengkongsikan yang baik, menyampaikan yang baik, memasyarakatkan yang baik, menghidupkan yang baik, kesempatan-kesempatan yang seperti itu jangan kita sia-siakan”.
Semoga bermanfaat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.