Edisi Sabtu, 2 April 2022 M / 30 Sya'ban 1443 H.
Ditetapkannya bulan Ramadhan sebagai bulan puasa mengandung hikmah yang sangat besar, karena bulan itu ditetapkan melalui kalender Komariyah (kalender yang mempergunakan peredaran bulan).
Hikmah yang terkandung di dalamnya, antara lain, pertama, Tahun Komariyah amat kaya dengan fenomena alam, mengandung berbagai faktor kejelasan dan kemustahilan terjadi penyelewengan dan pemalsuan.
Kedua, perhitungan tanggal dalam peredaran bulan sangat jelas oleh semua orang, baik mereka yang terpelajar ataupun yang sangat awam. Setiap diri manusia bisa mengetahui tanggal berapa sekarang dengan cara melihat bentuk bulan. Tanggal dua, tiga, empat, dan seterusnya bisa diketahui dengan jelas. Hal ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan perhitungan matahari.
Ketiga, dengan mempergunakan kalender Komariyah, maka pelaksanaan puasa Ramadhan oleh umat Islam akan dialami dalam berbagai musim, seperti musim panas, sejuk, dingin atau musim-musim lainnya, sehingga ibadah itu akan dijalani dalam berbagai pengalaman, sesuai dengan perbedaan situasi dan kondisi.
Memperhatikan kenyataan itu, wajarlah bila Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam memerintahkan untuk memulai puasa Ramadhan atau mengakhirinya dengan melihat bulan. Nabi Shallallahu alaihi Wasallam bersabda: “Berpuasalah kamu karena melihat bulan (tanggal awal dari bulan Ramadhan), dan berhari rayalah karena melihatnya (tanggal pertama bulan Syawwal). Bila awan menghalangi (pandangan)mu (sehingga kamu tidak dapat melihat bulan), maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban sebanyak tiga puluh hari”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1776).
Hadis tersebut mengisyaratkan, bahwa pelaksanaan ibadah dalam ajaran Islam dengan menggunakan tahun Komariyah dirasakan lebih mudah dan dapat dilaksanakan, meskipun oleh orang yang sangat awam.
Berikut ini adalah beberapa hadits Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam yang berkaitan dengan puasa :
1. Berpuasa Dan Berhari Raya Karena Melihat Hilal
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُوْمُوْا ثَلاَثِيْنَ يَوْمًا
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam bersabda : Apabila kalian melihat hilal maka berpuasalah dan apabila kalian melihatnya maka berbukalah (berhari rayalah), maka jika kalian dihalangi mendung maka berpuasalah tiga puluh hari. (H.R.Muslim no. 2566).
2. I'tikaf Di Luar Bulan Ramadhan Tidak Harus Berpuasa
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ عَلَى الْمُعْتَكِفِ صِيَامٌ إِلاَّ أَنْ يَجْعَلَهُ عَلَى نَفْسِهِ
Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi Wasallam bersabda : Tidak ada kuajiban bagi orang yang beri'tikaf berpuasa kecuali ia telah mewajibkan atas dirinya sendiri. (H.R. Baihaqi no. 8849, Hakim no. 1555 dan Daruquthni no. 2380).
3. Mandi Junub di Pagi Hari Tidak Membatalkan Puasa
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ كَعْبٍ الْحِمْيَرِىِّ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ حَدَّثَهُ أَنَّ مَرْوَانَ أَرْسَلَهُ إِلَى أُمِّ سَلَمَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا يَسْأَلُ عَنِ الرَّجُلِ يُصْبِحُ جُنُبًا أَيَصُوْمُ فَقَالَتْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ جِمَاعٍ لاَ مِنْ حُلُمٍ ثُمَّ لاَ يُفْطِرُ وَلاَ يَقْضِى
Dari Abdullah bin Ka'b Al-Himyari bahwa Abu Bakar telah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah diutus oleh Marwan kepada Ummu Salamah radhiyallahu anha untuk menanyakan tentang seorang laki-laki yang mendapati waktu pagi dalam keadaan junub, apakah ia boleh berpuasa. Maka Ummu Salamah menjawab : Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam pernah mendapati waktu subuh dalam keadaan junub karena jima', bukan karena mimpi. Namun beliau tidak Ifthar (berbuka) dan tidak pula mengqadha (mengganti) puasanya. (H.R. Muslim no. 2647).
4. Denda Berjimak di Siang Hari Bulan Puasa
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ هَلَكْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ وَمَا أَهْلَكَكَ. قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى فِى رَمَضَانَ. قَالَ هَلْ تَجِدُ مَا تُعْتِقُ رَقَبَةً. قَالَ لاَ. قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيْعُ أَنْ تَصُوْمَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ. قَالَ لاَ. قَالَ فَهَلْ تَجِدُ مَا تُطْعِمُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا. قَالَ لاَ. قَالَ ثُمَّ جَلَسَ فَأُتِىَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيْهِ تَمْرٌ. فَقَالَ تَصَدَّقْ بِهَذَا. قَالَ أَفْقَرَ مِنَّا فَمَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ إِلَيْهِ مِنَّا. فَضَحِكَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata : Seorang laki-laki datang menghadap Nabi Shallallahu alaihi Wasallam dan berkata : Celaka diriku wahai Rasulullah. Beliau bertanya : Apa yang telah mencelakakanmu? Laki-laki itu menjawab : Saya telah menggauli isteriku di siang hari pada bulan Ramadlan. Beliau bertanya : Sanggupkah kamu untuk memerdekakan budak? Ia menjawab : Tidak. Beliau bertanya lagi : Sanggupkan kamu berpuasa dua bulan berturut-turut? Ia menjawab : Tidak. Beliau bertanya lagi : Sanggupkah kamu memberi makan kepada enam puluh orang miskin? Ia menjawab : Tidak. Abu Hurairah berkata : Kemudian laki-laki itu pun duduk, lalu diberi Nabi Shallallahu alaihi Wasallam satu keranjang berisi kurma. Maka beliau pun bersabda : Bersedekahlah dengan kurma ini. Laki-laki itu pun berkata : Adakah orang yang lebih fakir dari kami. Karena tidak ada penduduk di sekitar sini yang lebih membutuhkannya dari pada kami. (Mendengar ucapan itu), maka Nabi Shallallahu alaihi Wasallam tertawa hingga gigi taringnya terlihat. Akhirnya beliau bersabda : Pulanglah dan berilah makan keluargamu dengannya. (H.R. Muslim no. 2651, Bukhari no. 6711).
5. Anjuran berpuasa di bulan Sya'ban
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يَصُوْمُ. فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
Dari Aisyah radhiyallahu anha ia berkata : Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam biasa berpuasa sehingga aku menyangka beliau tidak berbuka, dan beliau berbuka sehingga aku menyangka beliau tidak berpuasa. Dan aku tidak melihat Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan, dan aku tidak melihat beliau berpuasa satu bulan lebih banyak dari pada di bulan sya'ban. (H.R. Bukhari no. 1969, Muslim no. 2777).
6. Rasulullah banyak berpuasa di bulan Sya'ban
عَنْ أَبِى سَلَمَةَ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا عَنْ صِيَامِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ كَانَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَ قَدْ صَامَ. وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلَ قَدْ أَفْطَرَ. وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيْلاً.
Dari Abu Salamah ia berkata, saya pernah bertanya kepada Aisyah Radhiyallahu'anha tentang puasa Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam, maka ia pun berkata : Beliau sering berpuasa hingga kami mengira bahwa beliau akan puasa seterusnya. Dan beliau sering berbuka (tidak puasa) sehingga kami mengira beliau akan berbuka (tidak puasa) terus-menerus. Dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa terus sebulan penuh kecuali Ramadlan. Dan aku juga tidak pernah melihat beliau puasa sunnah dalam sebulan yang lebih banyak dari pada puasanya di bulan Sya'ban. Beliau berpuasa pada bulan Sya'ban hingga sisa harinya tinggal sedikit. (H.R. Muslim no. 2778).
7. Anjuran shalat pada malam nishfu Sya'ban dan puasa pada siangnya
عَنْ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا يَوْمَهَا. فَإِنَّ اللهَ يَنْزِلُ فِيْهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ أَلاَ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلاَ مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلاَ كَذَا أَلاَ كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
Dari Ali bin Abi Thalib ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam bersabda : Apabila tiba malam nishfu Sya’ban, shalatlah pada malam harinya dan puasalah di siang harinya. Karena sesungghnya (rahmat) Allah turun di saat tenggelamnya matahari ke langit yang paling bawah, lalu berfirman : Adakah yang meminta ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya, Adakah yang meminta rezeki kepada-Ku, niscaya Aku akan memberinya rezeki, Adakah yang sakit, niscaya Aku akan menyembuhkannya, Adakah yang demikian (maksudnya Allah akan mengkabulkan hajat hambanya yang memohon pada waktu itu) adakah yang demikian sampai terbit fajar. (H.R.Ibnu Majah no 1451).
8. Larangan puasa satu atau dua hari sebelum bula Ramadhan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ رَجُلٌ كَانَ يَصُوْمُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi Wasallam bersabda : Janganlah seorang dari kalian mendahului bulan Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari kecuali apabila seseorang sudah biasa melaksanakan puasa (sunnat) maka pada hari itu dia dipersilahkan untuk melaksanakannya. (H.R. Bukhari no. 1914).
9. Berpuasa dan berhari raya karena melihat hilal
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ لَا تَصُوْمُوْا حَتَّى تَرَوْا الْهِلَالَ وَلَا تُفْطِرُوْا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam menceritakan tentang bulan Ramadhan lalu Beliau bersabda : Janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihat hilal dan jangan pula kalian berbuka hingga kalian melihatnya. Apabila kalian terhalang oleh awan maka perkirakanlah jumlahnya (jumlah hari disempurnakan). (H.R. Bukhari no. 1906).
10. Wanita haid diperintahkan untuk mengqodho puasa
عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ
Dari Mu'adzah dia berkata, saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata, Kenapa gerangan wanita yang haid mengqodho puasa dan tidak mengqodho shalat? Maka Aisyah menjawab : Apakah kamu dari golongan Haruriyah? Aku menjawab, Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya. Dia menjawab : Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqodho puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqodho shalat. (H.R. Muslim no 789, Daud 263 dan lainnya).
11. Wanita hamil dan menyusui mendapat keringanan untuk tidak berpuasa
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَجُلٌ مِنْ بَنِي عَبْدِ اللهِ بْنِ كَعْبٍ قَالَ أَغَارَتْ عَلَيْنَا خَيْلُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدْتُهُ يَتَغَدَّى فَقَالَ ادْنُ فَكُلْ فَقُلْتُ إِنِّيْ صَائِمٌ فَقَالَ ادْنُ أُحَدِّثْكَ عَنِ الصَّوْمِ أَوِ الصِّيَامِ إِنَّ اللهَ تَعَالَى وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنِ الْحَامِلِ أَوِ الْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ الصِّيَامَ
Dari Anas bin Malik seorang lelaki dari bani Abdullah bin Ka'ab berkata, Pasukan Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam menyerbu kaum kami secara diam-diam, lalu saya mendatangi beliau dan ternyata beliau sedang makan siang, lantas beliau bersabda : Mendekat dan makanlah. saya menjawab, saya sedang berpuasa, beliau bersabda lagi : Mendekatlah niscaya akan saya jelaskan kepadamu tentang puasa, sesungguhnya Allah Ta'ala tidak mewajibkan puasa atas musafir dan memberi keringanan separoh shalat untuknya juga memberi keringan bagi wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa. (H.R. Tirmidzi no. 719, Ahmad no. 19563).
12. Keharusan niat puasa pada malam harinya
عَنْ حَفْصَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
Dari Hafshah istri Nabi Shallallahu alaihi Wasallam bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam bersabda : Barang siapa yang tidak berniat puasa pada malamnya sebelum fajar terbit (shubuh), maka tiada puasa baginya. (H.R. Abu Daud no. 2456, Baihaqi no. 8161 dan lainnya).
13. Boleh niat di pagi hari ketika puasa sunnah
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ. فَقُلْنَا لاَ. قَالَ فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ. ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ أَرِيْنِيْهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا. فَأَكَلَ
Dari Aisyah Ummul Mu'minin ia berkata : Pada suatu hari Nabi Shallallahu alaihi Wasallam datang ke (rumah) saya, beliau bertanya : Adakan makanan padamu? Kami menjawab : Tidak ada apa-apa. Beliau lalu bersabda : Kalau begitu baiklah, sekarang saya puasa. Kemudian pada hari lain beliau datang pula, Lalu kami berkata : Ya Rasulullah, kita telah diberi hadiah kue haisun. Maka beliau bersabda : Mana kue itu. Sebenarnya saya dari pagi puasa. Lalu beliau makan kue itu. (H.R. Muslim no. 2771).
14. Makan dan minum saat puasa karena lupa
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَسِىَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam bersabda : Barang siapa lupa, sedangkan ia dalam keadaan puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah puasanya disempurnakan, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberi makan dan minum kepadanya. (H.R. Muslim no. 2772).
15. Muntah waktu puasa
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ ذَرَعَهُ الْقَىْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنِ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi Wasallam bersabda : Barang siapa terpaksa muntah, tidaklah wajib mengqodho puasanya, dan barang siapa yang mengusahakan muntah, maka hendaklah ia mengqodho puasanya. (H.R. Tirmidzi no. 724, Ahmad no. 10737 dan lainnya).
16. Orang yang sudah tua boleh tidak puasa
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ رُخِّصَ لِلشَّيْخِ الْكَبِيْرِ أَنْ يُفْطِرَ وَيُطْعِمَ عَنْ كُِِّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا وَلاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ
Dari Ibnu Abbas ia berkata : Orang lanjut usia diperbolehkan berbuka dengan memberi makan setiap hari seorang miskin, ia tidak wajib mengqodho. (H.R. Abu Daud no. 8578, Daruquthni no. 2105 dan lainnya).
17. Anjuran menyegerakan berbuka puasa
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
Dari Sahal bin Sa'ad, bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam bersabda : Senantiasa manusia dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa. (H.R. Bukhari no. 1957, Muslim no. 2608).
Semoga bermanfaat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.