Edisi Ahad, 24 September 2023 M / 8 Rabi'ul Awwal 1445 H.
Setiap manusia, Allah ciptakan dengan fitrah saling mencintai dan menyayangi satu sama lain, khususnya terhadap mereka yang berlawan jenis. Fitrah ini Allah ciptakan bukan semata-mata karena untuk memenuhi hawa nafsu manusia saja, melainkan karena memang untuk membangun keluarga yang sakinnah ma waddah dan rahmah.
Dari rasa cinta dan kasih sayang itu pula lah akan lahir keturunan dan juga kelestarian di muka bumi ini untuk saling mendidik dan menjaga. Hal itu bukan sebagai tujuan dari hidup, melainkan bagian dari hidup manusia untuk selalu beribadah kepada Allah Subhanahu WaTa'ala.
Untuk itulah, manusia memerlukan jodoh atau pasangan hidupnya agar dapat hidup bersama, bekerja sama, dan saling membangun keluarga yang baik di tengah-tengah masyarakat. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam Al-Quran, Surat Asy-syuara ayat 11,
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.”
Mencari jodoh dalam islam, bukan semata-mata hanya karena perasaan cinta dan hawa nafsu semata. Jodoh dalam islam tidak terlepas dari fungsi manusia hidup di muka bumi ini. Muslim yang tidak memahami kedudukan jodoh dalam islam tentu juga akan salah mendudukan dan mencari jodoh yang terbaik dalam hidupnya. Bagaimanapun juga, proses pencarian jodoh memerlukan ikhtiar dan usaha, serta doa terbaik dalam diri kita.
Ada sedikitnya 17 cara untuk mendapatkan jodoh dalam Islam. Berikut ini penjelasannya:
1. Memiliki Gambaran Suami/Istri yang Baik.
Allah Subhanahu WaTa'ala berfirman (QS Ar-Ruum ayat 21): “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan bagi kamu pasangan dari jenis kamu sendiri agar kamu sakinah bersamanya dan Dia menjadikan cinta dan kasih sayang di antara kamu. Sesungguhnya yang demikian itu menjadi tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi kaum yang berpikir.”
Setiap laki-laki dan perempuan yang hendak menempuh perkawinan harus mempelajari secara benar ciri-ciri laki-laki atau perempuan yang baik untuk menjadi pasangannya menurut ketentuan Islam. Dengan bekal inilah mereka akan dapat memilih dan menentukan mana calon yang baik dan mana calon yang tidak baik bagi dirinya. Dengan memiliki gambaran yang pasti seperti digariskan oleh Islam, insya Allah kehidupan suami isteri akan mencapai sasaran yang dikehendaki Allah Subhanahu WaTa'ala dan Rasul-Nya.
2. Mencari Informasi.
Disebutkan dalam salah satu hadits: “Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Hasan bin Ali: “Saya mempunyai seorang putri. Siapakah yang patut menjadi suaminya menurut anda?” Jawabnya: “Seorang laki-laki yang bertakwa kepada Allah, sebab jika ia senang, ia akan menghormatinya; dan jika ia sedang marah, ia tak suka berbuat zalim kepadanya.” (Fiqhus Sunnah II, Bab Nikah).
“Dari Aisyah berkata: “Kawin berarti perbudakan. Oleh karena itu, hendaklah seseorang memperhatikan kepada siapa ia lepaskan anak perempuannya.” (Fiqhus Sunnah II, Bab Nikah).
Kedua hadits ini memberi pelajaran kepada kita bahwa sebelum mencari jodoh atau menjodohkan, seseorang harus terlebih dahulu mencari informasi tentang seluk-beluk orang yang akan menjadi pasangannya atau pasangan orang yang dijodohkannya. Informasi yang lengkap tentang calon pasangan sangat diperlukan, baik oleh orang yang hendak melakukan perkawinan maupun oleh walinya.
Informasi tentang calon suami atau calon isteri harus teruji kebenarannya. Seseorang yang mencari informasi tidak boleh tergesa-gesa mempercayai suatu informasi. Ia sebaiknya menampung lebih dulu informasi yang datang dari berbagai pihak sambil menyelidiki dan menguji kebenarannya. Jika ternyata masih ragu akan kualitas calon suami atau calon isteri, lebih baik menunda keputusan untuk menerimanya.
Ringkasnya, muslim dan muslimah harus aktif mencari informasi tentang calon pasangannya agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang merugikan diri sendiri setelah hidup berumah tangga. Nasehat Hasan bin Ali dan Aisyah, isteri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, hendaklah selalu diperhatikan agar pembentukan keluarga sakinah, penuh kasih sayang dan kebahagiaan seperti yang dianjurkan oleh Islam dapat tercapai.
3. Meneliti.
Dari Mughirah bin Syu’bah, ia pernah meminang seorang perempuan, lalu Rasululah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda kepadanya: “Sudahkah kamu lihat dia?” Jawabnya: “Belum.” Sabdanya: “Lihatlah dia lebih dahulu agar nantinya kamu berdua bisa hidup bersama lebih langgeng (dalam keserasian berumah tangga).” (HR Nasa’I, Ibnu Majah dan Tirmidzi. Hadits Hasan).
Penelitian kepada pasangan hanya bisa dibenarkan dengan cara-cara islami sebagaimana terurai dalam hadits berikut ini:
- Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam (bila hendak menikahi seseorang perempuan) biasanya mengutus seorang perempuan untuk memeriksa aib yang tersembunyi (pada yang bersangkutan). Sabdanya kepada perempuan tersebut: “Ciumlah bau mulut dan bau ketiaknya; dan perhatikanlah urat kakinya.” (HR Thabrani dan Baihaqi).
- “Jangan sekali-kali seorang lelaki menyendiri dengan perempuan yang tidak halal baginya karena orang ketiganya nanti adalah setan, kecuali kalau ada mahramnya. “ (HR Ahmad).
Kesimpulan yang bisa kita tarik dari hadits ini. Pertama , mengirim utusan meneliti keadaan calon pasangannya. Utusan yang dikirim adalah perempuan jika yang diteliti calon isteri, dan laki-laki jika yang diteliti calon suami.
Kedua , tidak berkhalwat (berduaan). Berkhalwat atau berduaan seperti pacaran tak boleh dilakukan dalam Islam. Adapun jika yang bersangkutan ingin melakukan penelitian sendiri, pihak perempuan hendaknya ditemani oleh mahram lelakinya atau pihak laki-laki disertai saudara perempuannya atau keluarganya yang perempuan.
Ringkasnya, Rasululah Shallallahu Alaihi Wasallam menganjurkan agar calon pasangan melakukan penelitian sebelum memasuki jenjang perkawinan. Tujuannya adalah meyakinkan apakah pasangan yang dipilihnya benar-benar memenuni harapan dan keinginannya atau tidak. Dengan melakukan penelitian semacam ini diharapkan setiap muslim dapat mewujudkan keluarga sakinah penuh berkah bersama pasangannya.
4. Minta Pertimbangan.
Dai Fatimah, putri Qais, bahwasanya Abu ‘Amr bin Hafsh telah menceraikannya untuk ketiga kalinya … Ujarnya: Ketika aku sudah selesai menjalankan iddah, aku beritahukan kepada beliau (Rasulullah) bahwa Muawiyah bin Abu Sufyan dan Abu Jahm melamarku. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Abu Jahm orangnya tak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya, sedangkan Muawiyah seorang yang melarat, tidak berharta. Oleh karena itu, kawinlah dengan Usamah bin Zaid. “Akan tetapi, aku tidak senang kepadanya.” Lalu sabdanya: “Kawinlah dengan Usamah bin Zaid!” Akhirnya, aku menikah dengannya. Allah azza wajalla memberikan kebaikan (kepadaku) dengan dirinya sehingga aku dicemburui (wanita-wanita lain).” (HR An-Nasa’i 6:75).
Seorang perempuan yang dilamar oleh laki-laki atau laki-laki yang akan mempersunting seorang perempuan, sebaiknya meminta pertimbangan lebih dahulu kepada orang yang dipercayainya mengenai keputusannya. Hal ini bertujuan agar perempuan/laki-laki tersebut mendapatkan suami/isteri yang baik sehingga kehidupan rumah tangganya memperoleh kebahagian dunia dan akherat.
5. Shalat Istikharah.
Dari Jabir bin Abdullah, ujarnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam biasa mengajari kami melakukan istikharah dalam setiap urusan seperti beliau mengajari kami suatu surat dari Alquran. Sabdanya: “Bila seseorang bertekad untuk melakukan suatu urusan, hendakah ia shalat dua rakaat bukan wajib, lalu berdoa: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada Engkau pilihkan kebaikan untukku dengan pengetahuan-Mu; aku mohon pertolongan-Mu dengan kekuasaan-Mu; dan aku mohon kepada-Mu (mendapatkan) karunia-Mu, Tuhan Mahaagung, karena Engkaulah yang berkuasa, sedangkan aku tidak. Engkau Mahatahu, sedangkan aku tidak; dan Engkau Maha Mengetahui yang gaib. Ya Allah, kalau Engkau mengetahui urusan ini baik bagiku, agamaku, kehidupanku, dan kesudahan urusanku,” atau sabdanya: ‘…pada awal-awal urusanku dan akhir-akhirnya, tentulah dia untukku dan mudahkanlah dia untukku, kemudian berkahilah untukku dalam urusan ini. Bila Engkau tahu urusan ini tidak baik bagiku dalam urusan agamaku, kehidupanku, dan kesudahan urusanku ini,’ atau sabdanya: ‘ … pada awal-awal urusanku dan akhirnya, jauhkanlah ia dariku dan jauhkanlah aku dari urusan ini dan tetapkanlah kebaikan bagiku di mana pun adanya, kemudian ridhailah aku dengan urusan itu.’” Ujarnya: Dan dengan menyebutkan apa keperluannya. (HR An-Nasa’I 6:81).
Istikharah berarti mohon dipilihkan yang baik atau mencari yang terbaik. Shalat Istikharah adalah shalat dua rakaat untuk meminta kepada Allah Subhanahu WaTa'ala agar diberi petunjuk untuk memilih yang terbaik di antara berbagai pilihan yang sedang dihadapi. Orang yang mengerjakan Shalat Istikharah dianjurkan membaca doa istikharah sebelum salam sesudah membaca tasyahud. Kalimatnya seperti tersebut dalam hadits di atas.
Sebelum mengambil keputusan memilih atau menerima calon isteri atau calon suami, kita hendaklah melakukan Shalat Istikharah. Insya Allah, dengan langkah ini akan diperoleh kemudahan dalam menentukan pilihan dan diperoleh jodoh yang dapat mengantarkan hidup kita diliputi kebahagiaan di dunia dan di akherat.
6. Memilih.
Dari Yahya bin Sa’id, ujarnya: “Qasim bin Muhammad telah menceritakan kepadanya bahwa ‘Abdurrahman bin Yazid dan Mujamma’ bin Yazid Al-Anshari telah menceritakan kepadanya tentang seorang laki-laki bernama Khidzam yang menikahkan salah seorang anak perempuan nya, tetapi anak perempuan tersebut enggan dinikahkan oleh ayahnya. Ia lalu datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan menceritakan kejadian tersebut. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengembalikan persoalan tersebut kepadanya apakah menerima perkawinan yang telah dilakukan oleh ayahnya atau tidak. Ternyata anak perempuan itu memilih menikah dengan Abu Lubabah bin ‘Abdul Mundzir’. Namun menurut Yahya, kejadian ini terjadi pada perempuan janda. (HR Ibnu Majah).
Laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan yng sama dalam memilih jodoh. Pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam banyak perempuan yang berani datang kepada laki-laki untuk meminang. Oleh karenanya, kita tidak boleh beranggapan bahwa memilih jodoh hanya menjadi haknya laki-laki sehingga perempuan hanya dianggap sebagai objek pilihan.
Memilih pasangan merupakan hal yang penting bagi muslim atau muslimah sebelum memasuki gerbang rumah tangga. Muslim atau muslimah harus berhati-hati dalam memilih isteri atau suami agar tidak menyesal kemudian hari. Kekeliruan memilih akan sangat merugikan dirinya.
7. Mengusulkan kepada Orangtua.
Allah Subhanahu WaTa'ala berfirman dalam QS Al-Qashash (28) ayat 26: “Salah seorang di antara kedua wanita itu berkata:’Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita) karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dipercaya.”
Masyarakat dan syariat Islam memandang bahwa mengusulkan jodoh kepada orang tua sebagaimana yang dilakukan putri Nabi Syu’aib bukanlah langkah tercela. Langkah ini ditempuh oleh keluarga terhormat (keluarga Nabi Syu’aib) sebagaimana diuraikan dalam Alquran. Hal ini dimaksudkan untuk memberi pelajaran kepada umat Islam bahwa mereka dapat menempuh langkah ini untuk mendapatkan jodoh. Anak perempuan yang menginginkan seorang laki-laki bisa mengusulkan kepada orang tuanya agar meminta lelaki yang bersangkutan menjadi suaminya. Demikian halnya anak laki-laki, ia bisa mengusulkan calon isteri kepada orang tuanya.
Dalam mengusulkan jodoh kepada orang tuanya anak harus memiliki persamaan pedoman dengan orang tuanya agar tercapai keinginannya. Keduanya harus ikhlas dan memiliki kesungguhan untuk mematuhi ketentuan agama guna menghindari munculnya perselisihan yang menimbulkan permusuhan antara orang tua dan anak dalam usaha mendapatkan jodoh.
Sebaliknya, terhadap calon yang diusulkan si anak, orang tua hendaknya melakukan pengenalan dan penelitian tentang akhlak dan kualitas keislamannya. Bila calon yang diajukan memenuhi syarat yang digariskan agama, tidak ada alasan bagi mereka untuk mempersulit atau menolaknya.
Ringkasnya, perempuan atau laki-laki yang tidak menginginkan terjadinya konflik dengan orang tuanya saat memilih jodoh, dapat menempuh langkah seperti yang dilakukan putri Nabi Syu’aib. Ia dapat meminta kepada orang tuanya untuk memeriksa dan meneliti calon yang diajukannya serta memberi kebebasan kepada orang tua untuk menyetujui atau menolaknya. Jika ternyata orang tua tidak setuju walaupun calon yang sudah diajukan memenuhi syarat-syarat agama, ia dapat mengadakan perundingan dengan orang tua berpedoman pada ketentuan agama. Sebalik nya, orang tua yang benar-benar taat kepada agama hendaklah meniru cara Nabi Syu’aib supaya keinginan anak dapat terlaksana dengan baik dan mendapat ridha Allah Subhanahu WaTa'ala. Insya Allah, dengan menaati dan mematuhi ketentuan agama, akan mudah diperoleh jalan untuk mendapatkan jodoh.
8. Meminang atau Menanti Pinangan.
“Dan tidak berdosa kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu …” (QS Al-Baqarah (2) ayat 235).
Seorang laki-laki yang menginginkan seorang perempuan menjadi isterinya hendaklah meminang dengan cara yang baik. Cara berpacaran seperti yang berlaku di masyarakat jahiliyah atau masyarakat yang ingkar terhadap syariat Islam tidak dibenarkan. Seorang laki-laki hendaklah memiliki keberanian dan persiapan sehingga bila peminangannya ditolak, ia tidak berputus asa; dan jika diterima, hendaklah ia bersyukur kepada Allah Subhanahu WaTa'ala.
Adapun menanti pinangan yaitu menunggu datangnya seseorang yang bermaksud menjadikan dirinya sebagai isteri. Perempuan seringkali menunggu datangnya laki-laki untuk meminta dirinya menjadi isteri. Umumnya ia bersikap pasif dalam mendapatkan jodohnya, sedangkan agama tidak membatasi hal semacam ini.
Seorang perempuan yang menanti pinangan haruslah tetap menjaga ketentuan agama mengenai sifat laki-laki yang baik menjadi suami. Ini bertujuan supaya kelak ia tidak terjerumus ke dalam kehidupan rumah tangga yang merugikan dirinya sendiri. Ia tidak seharusnya tergesa-gesa menerima pinangan sebelum melakukan penelitian dengan baik , melakukan istikharah dan meminta pertimbangan kepada orang-orang yang jujur. Selain itu, dalam masa penantian ia perlu berdoa dan melakukan ibadah sunnah, seperti Puasa Daud, bersedekah dan shalat hajat agar diberi kemudahan oleh Allah Subhanahu WaTa'ala dalam mendapatkan jodoh.
Islam membenarkan laki-laki mengajukan pinangan, baik langsung maupun melalui orang ketiga untuk mendapatkan jodoh. Cara ini sudah berjalan berabad-abad dan tetap dipertahankan oleh Islam sebagai tatanan yang benar. Sebaliknya, wanita dibenarkan untuk menanti pinangan dari seorang laki-laki. Oleh karena itu, tidaklah tercela seorang perempuan bersikap pasif dalam mencari jodoh karena hal ini juga tidak terlarang oleh Islam.
9. Menerima Pilihan Orangtua.
Seorang perempuan berkata (kepada Nabi): “Ayah saya telah menikahkan saya dengan kemenakannya agar dapat meringankan beban dirinya.” Ujarnya (rawi): Lalu beliau menyerahkan urusan ini kepadanya. Perempuan itu lalu berkata: “Saya benarkan apa yang dilakukan ayah saya, tetapi saya ingin agar kaum perempuan tahu para bapak tidak mempunyai hak sedikit pun dalam urusan ini.” (HR Ahmad dan Nasa’i).
Perkawinan antara seorang perempuan atau laki-laki dengan pasangan yang dipilihkan orangtuanya, sah menurut Islam. Oleh karena itu, seorang perempuan atau laki-laki yang dipilihkan jodohnya oleh orangtua tak perlu merasa hak-haknya diabaikan. Islam mengakui bahwa setiap orang bebas mendapatkan jodoh yang diinginkannya. Akan tetapi, bila ternyata yang bersangkutan tidak bisa mendapatkannya, sedangkan orangtua dapat mengusahakan, Islam membenarkan anak menerima pilihan jodoh dari orangtuanya.
Anak, perempuan atau laki-laki, yang dipilihkan jodohnya oleh orangtua hendaklah menanggapi secara baik. Jika calon tersebut memenuhi kriteria dan syarat yang digariskan Islam, hendaklah ia lebih mengutamakan pilihan orangtua daripada menantikan yang tidak pasti. Pada awalnya mungkin sekali anak tak tertarik kepada pilihan orangtua, namun ia bisa mengamati kelebihan calon pasangannya sebagai daya tariknya.
Ringkasnya, seseorang bisa mendapatkan jodoh dengan menerima pilihan orangtua. Selama calon yang diajukan oleh orangtua memenui kriteria yang digariskan oleh Islam, anak sebaiknya mempertimbangkan pilihan tesebut dengan baik. Insya Allah, langkah semacam ini akan membawa berkah yang besar bagi anak yang bersangkutan sehingga terhindar dari keterlambatan berumah tangga atau melajang seumur hidup.
10. Menerima Tawaran
Dari ‘Alqamah bin Qais, ujarnya: Saya pernah bersama ‘Abdullah bin Mas’ud di Mina, lalu pergi menyendiri bersama Utsman, kemudian aku duduk bersamanya, lalu ‘Utsman berkata kepadanya: ”Maukah engkau saya nikahkan dengan seorang budak perempuan yang masih gadis, supaya kelak dapat mengingatkan engkau kepada diriku mengenai beberapa peristiwa yang telah lalu?” Tatkala saya (‘Alqamah) mengetahui bahwa ‘Abdullah tidak mempunyai keinginan terhadap perempuan itu, lalu ia memberi isyarat dengan tangannya kepadaku, lalu aku datang kepadanya, kemudian ia berkata: “Kalau engkau memang mau mengawininya, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda: “Wahai para pemuda, siapa di antara kamu yang sanggup untuk menikah, hendaklah ia menikah, karena pernikahan itu lebih dapat memelihara pandangan dan memelihara kemaluan. Akan tetapi, barang siapa belum sanggup, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu merupakan pengebiri bagi dirinya.” (HR Ibnu Majah).
Tegasnya, muslim atau muslimah yang ditawari seseorang untuk dijadikan istri atau suami, baik oleh teman, kerabat, maupun majikannya, hendaklah menyambut dengan baik tawaran tersebut dan tidak menganggapnya sebagai penghinaan. Islam tidak mengganggap hina hal semacam ini, terbukti dilakukan kaum muslimin pada masa para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Mereka adalah masyarakat muslim terbaik yang mendapat jaminan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk menjadi ahli surga.
11. Menerima Pilihan Pemimpin.
“Tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka bila Allah dan Rasul-Nya menetapkan. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS Al-Ahzab (33) ayat 36).
Ayat ini diturunkan Allah Subhanahu WaTa'ala berkenaan dengan peristiwa yang terjadi pada diri Zainab yang dijodohkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wadallam. Ia dijodohkan dengan Zaid bin Haritsah, seorang sahabat yang pernah menjadi budak beliau, yang kemudian dimerdekakan, lalu dijadikan anak angkatnya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam meminta kepada keluarga Zainab agar setelah Zainab dewasa dijodohkan dengan Zaid. Perjodohan itu pada awalnya ditolak Zainab dan keluarganya. Karena desakan Rasulullah, akhirnya Zainab dan keluarga menerimanya.
Kasus tersebut memberi gambaran kepada umat Islam bahwa jodoh bisa didapatkan melalui pemimpin. Seseorang bisa menerima jodoh pilihan pemimpin jika pilihannya memenuhi kriteria yang digariskan dalam Islam. Oleh karena itu, selama pemimpin tersebut bisa kita percayai akhlaknya, kemungkinan dia akan memilihkan jodoh yang baik.
Pemimpin yang bisa kita percayai sehingga kita menerima pilihannya yaitu orang-orang yang akhlaknya terpuji, pengetahuannya luas, rasa kasih sayangnya kepada orang lain besar, dan tidak pernah terlihat membuat susah orang lain. Pemimpin yang memiliki sifat-sifat semacam ini besar kemungkinan lebih mengutamakan kebaikan orang lain daripada kepentingan pribadinya.
Orang-orang dimaksud, misalnya pemimpin pesantren yang dikenal sebagai orang yang luas ilmunya, jujur, sangat prihatin akan nasib orang lain, dan suka membantu kesulitan orang lain. Atau pemimpin desa yang dikenal sangat memperhatikan nasib rakyat dan kebaikan masyarakatnya; atau pemimpin perusahaan yang sangat mengutamakan pembinaan agama karyawannya; atau pemimpin daerah yang sangat memperhatikan kepentingan rakyat dan berusaha memajukan kehidupan beragama rakyatnya; atau pemimpin suatu perkumpulan pengajian yang memperhatikan kepentingan anggotanya dalam usaha melaksanakan setiap ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Ringkasnya, seseorang yang tidak mampu atau tidak berhasil mendapatkan jodoh dengan usahanya sendiri, bahkan dengan bantuan orang lain yang kurang berpengaruh di lingkungan masyarakatnya, bisa menempuh cara ini. Insya Allah, melalui campur tangan pemimpin yang dihormati masyarakatnya dan baik akhlaknya, dia bisa mendapatkan jodoh yang diharapkannya.
12. Minta Dicarikan.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda kepada ‘Ukaf bin Wida’ah Al-Hilali: “Apakah engkau telah beristeri, wahai ‘Ukaf?” Jawabnya: “Belum.” Sabdanya: “Tidakkah engkau mempunyai budak perempuan?” Jawabnya: Tidak.” Sabdanya: “Bukankah engkau sehat lagi berkemampuan?” Jawabnya: “Ya, alhamdulillah.” Rasululah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Kalau begitu, engkau termasuk teman setan karena engkau mungkin termasuk pendeta Nasrani. Hal itu berarti engkau masuk dalam golongan mereka, atau mungkin engkau termasuk golongan kami sehingga hendaklah kamu berbuat seperti yang menjadi kebiasaan kami, sedangkan kebiasaan kami adalah beristeri. Orang yang paling durhaka di antara kamu adalah orang yang membujang; orang mati yang paling hina di antara kamu adalah orang yang membujang. Oleh sebab itu, sungguh celakalah kamu, wahai ‘Ukaf. Kawinlah!” ‘Ukaf lalu berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak akan mau kawin sebelum engkau yang mengawinkan aku dengan orang yang engkau sukai.” Rasululah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Kalau begitu, dengan nama Allah dan dengan berkah-Nya, aku kawinkan engkau dengan Kultsum Al-Khumairi, wanita yang berbudi mulia.” (HR Ibnu Atsir dan Ibnu Majah).
Seseorang yang tidak mampu atau sulit mencari jodoh sendiri, seperti yang dialami ‘Ukaf bin Wida’ah Al-Hilali, kemungkinan karena beberapa hal, di antaranya:
- Merasa minder meminang perempuan karena pendidikannya rendah, miskin atau wajahnya yang kurang tampan. Salah satu dari sebab-sebab ini membuat seorang lelaki tidak berani meminta seorang perempuan untuk menjadi isterinya. Orang semacam ini dapat meminta bantuan orang ketiga yang dipercayainya untuk mencarikan jodoh baginya.
- Takut melamar perempuan untuk dijadikan isteri karena perbedaan lingkungan budaya atau tradisi. Perbedaan budaya atau tradisi dikhawatirkan akan menjadi kendala dalam menciptakan pergaulan suami isteri secara harmonis. Oleh karena itu, yang bersangkutan tidak berani melamar walaupun si perempuan itu sangat ia cintai. Hal ini dapat diatasi dengan meminta orang ketiga untuk mencarikan jodoh yang mau menerima keadaan dirinya dan bersedia meyesuaikan diri dengan tradisi dan budayanya.
- Tidak punya kesempatan untuk memilih jodoh yang benar-benar baik karena sibuk bekerja.
Bila hal ini yang menjadi penyebabnya, dia dapat meminta jasa orang ketiga untuk mencarikan jodoh yang diinginkannya. Cara ini memungkinkan dirinya mendapatkan orang yang hendak dijadikan isteri atau suami tanpa membuang waktu kerjanya.
Orang ketiga yang dimintai mencarikan jodoh hendaklah yang bisa dipercaya. Mereka ini harus kita pilih yang baik akhlaknya, amanah, dan tahu persis siapa yang pantas menjadi calon bagi orang yang meminta jasa baiknya, serta memiliki pengaruh dalam lingkungannya sehingga yang dimintai untuk menjadi isteri atau suami akan mempecayainya. Selain itu, dia harus orang yang cermat dalam mengamati kepribadian orang lain agar terhindar dari kecerobohan, misalnya memercayai orang yang tidak baik akhlak atau ketaatannya beragama. Dia hendaknya juga memiliki pengalaman mencarikan jodoh bagi orang lain.
13. Membalas Budi.
Dalam perang melawan Banu Mushthaliq dikisahkan bahwa salah seorang yang ditawan oleh tentara muslimin adalah Barrah, putri Harits bin Dhirar, ketua suku tersebut. Umurnya baru 20 tahun, sebagai putri ketua umum, Barrah tentu mempunyai sifat-sifat berbeda dengan putri-putri lainnya. Ia berparas cantik lagi manis, menarik siapa saja yang melihatnya, juga pemberani.
Ia menjadi tawanan seorang sahabat Nabi yang bernama Tsabit bin Qais bin Syammas dan anak pamannya. Waktu itu ia mengajukan permintaan kepada tuannya (Tsabit bin Qais) supaya diizinkan menebus dirinya dengan cara mengangsur.
Dia pergi menjumpai Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam hendak meminta tolong agar diperkenankan membayar tebusan supaya dirinya dimerdekakan. Dia berkata, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam : “Ya Rasulullah, saya binti Harits, putri kepala kaumnya. Saya telah ditimpa malapetaka sebagaimana telah engkau ketahui. Saya menjadi tawanan Tsabit bin Qais dan anak pamannya. Saya mengharapkan pertolongan engkau, agar saya dapat dimerdekakan dengan membayar tebusan kepada tuan saya.”
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam seketika itu bertanya: “Apakah kamu mau yang lebih baik daripada itu?” Barrah berkata: “Apakah itu?” Nabi berkata: “Aku bayarkan utang kamu dan aku mengawini kamu.”
Ia kemudian berkata: “Ya, baiklah, ya Rasulullah, saya mau.”
Ketika itu Nabi lalu menyuruh seorang sahabat untuk menemui Tsabit bin Qais dan meminta supaya Barra binti Harits dibebaskan.
Oleh Tsabit, seketika itu Barrah diserahkan kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, lalu beliau membayarkan tebusannya dan memerdekakannya, kemudian mengawininya, dan mengganti namanya dengan Juwairiyah.
Apa yang bisa kita tarik pelajaran dari kisah ini?
Seorang laki-laki atau perempuan dapat mencontoh langkah yang telah dilakukan Juwairiyah untuk mendapatkan jodoh. Hal ini tidak berarti bahwa orang yang melakukan langkah ini tidak punya harga diri atau dianggap barang yang dapat dihadiahkan kepada seseorang yang telah berbuat baik kepadanya.
Sikap Juwairiyah menunjukkan bahwa dia telah mempergunakan hak asasinya dalam menentukan pilihan yang ditawarkan kepadanya. Hal itu menghapus anggapan tidak benar yang menyatakan bahwa balas budi untuk mendapatkan jodoh adalah cara yang rendah dan menjatuhkan martabat pelakunya.
Tegasnya, muslim atau muslimah tidak perlu merasa harga dirinya jatuh atau terhina karena menggunakan langkah semacam itu dalam mendapatkan jodohnya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai orang yang lebih mulia daripada segenap manusia lainnya, membenarkan penggunaan cara ini sebagaimana yang telah diriwayatkan dalam hadits di atas. Setiap hal yang dilakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pasti membawa kebaikan dan kebahagiaan bagi orang-orang yang mau mencontohnya.
14. Ikat Kerja.
“Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang diantara kedua anakku ini bila kamu telah bekerja padaku delapan tahun; dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu. Sesungguhnya aku tidak hendak memberatkan kamu. Insya Allah, kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yag baik.” (QS Al-Qashash (28) ayat 27).
Peristiwa in tidak semata-mata dijadikan catatan masa lalu. Riwayat ini dikisahkan Allah Subhanahu WaTa'ala dalam Aquranulkarim agar dijadikan pelajaran bagi laki-laki muslim bahwa ikut kerja sebagaimana yang dilakukan Nabi Musa alaihissalam dan keluarga Nabi Syu’aib bisa membuka peluang bagi pemuda muslim untuk mendapatkan jodohnya.
Pada masa lalu, ketika ikatan persaudaraan dan tolong menolong dalam kebaikan begitu kuat dan mendarah daging di setiap jiwa masyarakat muslim, banyak keluarga kaya yang tak segan-segan mengambil menantu laki-laki dengan cara semacam ini. Karena kebaikan akhlaknya, tanggung jawabnya, ilmunya yang cukup, serta adanya kecocokan pribadi, lelaki yang semula menjadi pembantu keluarganya diambil menjadi menantu oleh majikannya.
Mungkin sekali seseorang yang ikut kerja atau diminta bekerja pada suatu keluarga atau perusahaan mendapatkann jodoh dari anggota keluarga majikannya atau rekan kerjanya. Hal ini mudah terjadi karena masing-masing pihak mengetahui lebih banyak kepribadian calon pasangannya.
Seseorang yang ingin mencari jodoh mempunyai banyak jalan. Jika satu jalan tidak berhasil, hendaklah ia mencoba jalan-jalan lain yang dibenarkan oleh syariat Islam. Dengan menempuh berbagai jalan, yang di antaranya ikut kerja pada seseorang, insya Allah ia berhasil mendapat kan jodohnya.
15. Menawarkan Diri.
Dari Sahl bin Sa’ad bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pernah didatangi seorang perempuan, lalu ia berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya menyerahkan diri kepada Tuan.” Ia berdiri lama sekali, kemudian tampil seorang laki-laki dan berkata: “Ya Rasulullah, kawinkanlah saya dengan perempuan ini seandainya Tuan tiada berhasrat kepadanya …” (HR Bukhari).
Tindakan seorang perempuan menawarkan diri kepada seorang laki-laki untuk dijadikan isteri dalam bahasa Jawa disebut “ngunggah-ngunggahi”. Islam tidak memandang hal itu sebagai perbuatan tercela karena pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ada perempuan muslim yang pernah melakukannya seperti yang diriwayatkan dalam hadits barusan.
Ringkasnya, mendapatkan jodoh dengan menawarkan diri sebagaimana dilakukan para sahabat perempuan pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sangat utama untuk ditiru. Para muslimah sebaiknya mengambil pertimbangan bahwa hidup berumah tangga, lalu melahirkan anak saleh sebagai jaminan surga, adalah lebih mulia daripada melajang karena tak ada laki-laki yang melamarnya. Oleh karena itu, langkah menawarkan diri merupakan salah satu jalan baginya untuk membentuk rumah tangga yang diridhai Allah Subhanahu WaTa'ala.
16.Berdoa kepada Allah dengan sungguh-sungguh
Dalam salah satu suratnya, Allah berfirman :
“Artinya : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. [Al-Baqarah : 186].
Sebagaimana keinginan kita yang lainnya, maka bawalah persoalan jodoh kepada Allah. Satu-satunya Yang Maha Pemberi. Berdoalah dengan sungguh-sungguh, sebutkan setiap kriteria yang kita inginkan secara spesifik dan jangan meminta secara tergesa-gesa. Niscaya Allah akan membukakan jalan untuk menemukan jodoh terbaik kita.
17. Berdzikir Dan Senantiasa beristighfar
Salah satu keutamaan dari berdzikir adalah membukakan pintu-pintu rezeki. Mungkin saja dengan berdzikir, salah satu pintu rezeki yang dibukakan oleh Allah adalah kemudahan untuk bertemu dengan jodoh kita dan kelancaran untuk menuju ke jenjang pernikahan.
نْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارِ؛ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ”
“Barang siapa memperbanyak istighfar; niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka” (HR. Ahmad dari Ibnu Abbas dan sanadnya dinilai sahih oleh al-Hakim serta Ahmad Syakir).
Sama halnya dengan berdzikir, salah satu keutamaan beristighfar adalah Allah akan memberikan kelapangan dalam setiap kesulitan dan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Setiap kesulitan, bahkan termasuk jika kita merasa kesulitan dalam menemukan jodoh kita.
Seseorang pernah berkata bahwa mungkin saja dosa-dosa kitalah yang menjadi penghalang turunnya rezeki, rahmat dan kemudahan dari Allah untuk setiap urusan kita. Sehingga dengan istighfar, kita bisa sedikit demi sedikit menghapus penghalang-penghalang turunnya kemudahan dari Allah untuk segala keresahan dan kesulitan kita, termasuk dalam mencari pasangan hidup.
Semoga bermanfaat....
ONE DAY ONE HADITS
Ahad, 24 September 2023 M / 8 Rabi'ul Awwal 1445 H.
Dalam Menentukan Calon Pasangan yang Ideal
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Musaddad menceritakan kepada kami, Yahya bercerita kepada Musaddad, dari ‘Ubaidillah berkata, Sa’id bin Abi Sa’id bercerita kepada saya yang diperoleh dari ayahnya, dari Abi Hurairah Radhiyallahu'anhu, dari Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda : Perempuan dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya, maka berpeganglah pada keberagamaannya agar kamu memperoleh kebahagiaan.
[Imam Bukhari dan Imam Muslim].
Pelajaran yang terdapat di dalam hadits :
1- Kalau diperhatikan kalimat wanita itu dinikahi ada empat perkara dan itu bisa sebaliknya untuk laki-laki.
2- Artinya karena empat perkara maksud atau tujuan secara maadah(materi), yaitu:
a- Karena kecantikannya. Mempunyai arti kecantikan biologis, psikologis, dan kecantikan agama, akan tetapi apabila terjadi pilihan yang sama, maka kecenderungan masyarakat memilih kecantikan biologis.
b- Lihasabiha maksudnya ialah keturunan atau perbuatan baik.
Dalam agama islam memilih pasangan hidup yang jelas nasabnya, meski nasabnya tidak tinggi, terlebih lagi jika nasabnya mulia, seperti dari keturunan para ulama' atau orang-orang yang sholih itu hukumnya sunat. Dalilnya adalah hadits nabi ;
تَخَيَّرُوا لِنُطَفِكُمْ، وَانْكِحُوا الْأَكْفَاءَ، وَأَنْكِحُوا إِلَيْهِمْ
"Pilihlah tempat engkau menanamkan air mani (benih)mu, dan nikahilah wanita-wanita yang sekufu (sederajat), dan nikahkanlah mereka (dengan wanita-wanita yang berada di bawah perwalianmu). ( Sunan Ibnu Majah,no.1968, Al-Mustadrok, no.2687 )
Karena itulah menikahi seseorang yang tidak jelas nasabnya, seperti anak temuan, seseorang yang orang tuanya fasiq atau dari hasil perzinaan, hukumnya makruh.
c- Karena hartanya. Dengan harta akan lebih leluasa dalam beribadah, beramal dan berjuang tapi bila tidak waspada akan ditenggelamkan dalam kesesatan.
d- Dan karena agamanya. Maksud dari agamanya adalah keadaan beragamanya.
Dan yang paling ahir adalah faktor agama. Maka pilihlah wanita yang memiliki kualitas keagamaan yang bagus wahai orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Sedang arti “Taribat yadaka” mengindikasikan sebuah rekomendasi untuk menemani (memilih) orang yang ahli agama dalam segala hal, karena dapat mengambil hikmah dan manfa’at dari ahlak dan etikanya, keberkahannya, serta bagusnya jalan yang dia tapaki. Karena agama solosi yang paling bernilai untuk dijadikan rujukan dan merupakan suatu perintah untuk mempertahankan tujuan akhir dari pernikahan.
Tema hadits yang berkaitan dengan Al Qur'an :
1- Secara ideal orang akan memilih pasangan melihat dan tertarik karena materi( kecantikan, harta, nasab, agama) kalimat mawaddah dari maadah yaitu materi.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.
[QS. Ar Rum:21].
2- Dalam hadits bisa dipahami sebagai pasangan yang ideal dan mengakibatkan sebagian masyarakat menentukan calon pilihannya seperti yang diidealkan itu. Jika diamati dalam beberapa kitab tafsir, dapat diketahui bahwa hadits تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ini digunakan oleh sebagian mufassir untuk menafsiri ayat yang berbunyi:
وَلا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Dan janganlah kalian nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.[QS. Al-Baqarah:221].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.