Edisi Ahad, 24 Desember 2023 M / 10 Jumadil Akhir 1445 H.
Setiap masuk Bulan Desember, polemik ucapan selamat Natal senantiasa terulang. Memang, di bulan inilah hari raya umat Kristen itu jatuh. Biasanya, saat seorang mengucapkan selamat Natal, diikuti dengan ucapan selamat tahun baru Masehi. Seolah-olah, keduanya tergabung dalam satu paket ucapan.
Terkadang orang Islam masih bingung, antara ikut mengucapkan atau tidak. Orang Islam yang masih sadar akan prinsipnya, memang menghindari ucapan ini. Tapi di sisi lain; baik karena tuntutan pekerjaan, ewuh dengan saudara atau teman, atau karena ikut-ikutan, orang Islam pun turut meramaikan.
Para ulama pun saling berbeda pendapat, ikut masuk dalam polemik ini, antara yang membolehkan dan tidak. Terlepas dari hiruk pikuk polemik tersebut, setidaknya bagi seorang muslim yang masih memiliki prinsip Islam, ada beberapa alasan yang dapat dijadikan acuan untuk menolaknya. Antara lain adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada contoh dari Nabi Muhammad dan generasi salafush shalih
Tidak dijumpai sebuah riwayat pun yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam dan kaum salaf pernah memberi ucapan selamat hari raya kepada umat di luar Islam. Umat Islam telah memposisikan Rasulullah sebagai uswah khasanah. Oleh karena itu, segala hal yang tidak diperbuat atau dicontohkan Nabi Shallallahu'alaihi wasallam tidak layak untuk dikerjakan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda,
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
“Barang siapa mengerjakan sebuah perbuatan yang tidak aku perintahkan, maka nilainya adalah tertolak.” (HR. Muslim no. 1718).
Rasulullah juga bersabda, “Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia menjadi bagian dari mereka.”
2. Para ulama mengharamkan perbuatan ini
Kumpulan para ulama yang tergabung dalam Lajnah Daimah pun juga mengharamkan perbuatan ini. Pernah ditanyakan kepada mereka tentang boleh tidaknya ikut serta dalam perayaan orang Kristen, dalam hal ini perayaan Natal. Maka dijawab, “Kita tidak boleh bekerjasama dengan orang-orang Kristen dalam merayakan hari raya mereka, walaupun sebagian orang berilmu ikut melakukan hal semacam ini. Ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan memperbanyak jumlah mereka. Selain itu juga bentuk tolong menolong dalam perbuatan dosa.”
Para ulama empat madzhab pun; Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah bersepakat atas keharaman menghadiri perayaan hari raya orang kafir dan bertasyabuh (menyerupai) acara mereka.
Memang, beberapa ulama ada yang membolehkan. Namun, kebolehan mereka sebenarnya memiliki prasyarat yang banyak dan sulit untuk dilaksanakan. Syarat yang kebanyakan dikemukakan adalah tidak menghadirkan hati ketika berucap selamat. Pada kenyataannya, bagaimana bisa seseorang tidak menghadirkan hatinya ketika mengucapkan selamat. Padahal ketika ia ucapkan selamat, tentu saja ada kerelaan hati di dalam berucap. Bukankah hati itu rawan, mudah berbolak-balik, setan pun dapat turut serta di dalamnya.
3. Natal adalah budaya orang kafir
Islam menghormati adat budaya suatu kaum. Bahkan di dalam ushul fikih, adat dijadikan satu landasan pengambilan sebuah hukum. Namun ketika adat itu bertentangan dengan kaedah-kaedah pokok dalam Islam, maka hal itu tidak boleh dikerjakan.
Perayaan Natal bukan sekedar adat biasa, namun sudah masuk ranah pemahaman yang jauh berbeda dengan Islam. Di sini, umat Kristen meyakini bahwa Isa ‘alaihis salam sebagai Tuhan. Padahal, Islam sendiri meyakini bahwa Isa adalah Nabi, bukan Tuhan. Sungguh, pemahaman yang jauh berbeda.
Untuk itu, mengikuti budaya ini bukan hanya dilarang secara fikih karena bertentangan dengan prinsip Islam. Namun, sebuah bentuk keharaman karena sudah menyangkut ranah akidah Islam. Mengikuti budaya itu, dapat menjerumuskan seorang muslim kepada sebuah kekafiran.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sudah lama mengingatkan perihal ini,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa menyerupai (amalan) suatu kaum, maka ia tergolong ke dalam kaum tersebut.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
4. Termasuk bentuk ridha terhadap agama orang kafir dan mempengaruhi kemurnian tauhid
Natal adalah sebuah perayaan besar umat Kristen, yang menunjukkan sebuah keyakinan akan ketuhanan Isa alaihis salam. Keyakinan ini jelas berbeda dengan prinsip dasar Islam. Oleh karena itu, mengucapkan Selamat Natal, secara tidak langsung meridhai perayaan yang menjadi prinsip mereka dan mencacati kemurnian tauhid.
Allah ta’ala telah ridha Islam menjadi agama bagi umat Muhammad, sebagaimana dalam firmannya surat Al Maidah ayat 3. Maka dari itu, bagaimana bisa kita ridha terhadap agama selain Islam, sedangkan Allah sendiri hanya ridha terhadap Islam sebagai agama kita.
5. Bentuk loyalitas yang salah
Dengan mengucapkan selamat kepada orang kafir, menunjukkan sifat baik yang salah. Bentuk-bentuk peribadahan orang kafir harus dijauhi, begitu pula sesembahan-sesembahan mereka. Contoh tegas dalam masalah ini sebagaimana yang dilakukan Nabi Ibrahim alaihis salam. Allah ta’ala berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja….” (QS. Al Mumtahanah: 4).
6. Menjaga izzah sebagai orang Islam
Islam adalah agama yang mulia, tidak ada selain daripadanya. Islam itu tinggi, tidak ada yang lebih tinggi daripadanya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
الإسلام يعلو ولا يعلى عليه
“Islam itu tinggi, selainnya tidak ada yang lebih tinggi.” (HR. Baihaqi dan dihasankan oleh Al Albani)
Allah ta’ala juga berfirman,
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS: Ali Imran: 139).
Ada yang beranggapan bahwa ucapan Selamat Natal hanya sebuah ucapan biasa, tidak mempengaruhi keyakinan. Padahal di sisi lain, ucapan yang diberikan kepada penganut Kristen itu justru menjadikan mereka berbangga diri. Selain itu dapat menumbuhkan keyakinan dalam diri mereka bahwa agama mereka itu benar, tidak salah. Padahal firman Allah ta’ala jelas, bahwa agama yang hak adalah Islam.
7. Dapat membesarkan syiar orang kafir
Seperti Gereja, Hari raya adalah simbol bagi sebuah agama. Begitu pula perayaan Natal, merupakan simbol dari agama Kristen. Selain perayaan itu sendiri, syiar-syiar Kristiani juga banyak tersebar saat perayaan tersebut. Ketika Natal tiba, toko-toko yang notabene dimiliki oleh orang Kristen, berlomba-lomba untuk me-remark agar sesuai dengan suasana Natal. Tak jarang, simbol-simbol itupun dipakai oleh karyawan-karyawan muslim.
Dengan mengucapkan selamat hari raya, justru dapat menambah syiar-syiar yang telah mereka sebarkan. Syiar itu berpengaruh pada eksistensi sebuah agama. Ketika agama sudah tidak memiliki syiar-syiar yang disebarkan, eksistensinya seolah telah hilang. Tidak lagi berwibawa dan memiliki kekuatan. Maka dari itu, ucapan Selamat Natal kepada orang Kristen berarti menyebarkan syiar mereka dan menambah eksistensi mereka.
Barangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini (menyerupai orang kafir dalam hari raya mereka), maka dia berdosa. Meskipun ia melakukan hal itu lantaran beramah tamah dengan mereka, untuk mengikat persahabatan, karena malu atau sebab yang lain. Perbuatan ini adalah bentuk cari muka, sedangkan agama Allah jadi korbannya. Selain itu dapat menguatkan hati orang kafir dan semakin bangga dengan agama mereka.
8. Ucapan selamat mengandung unsur doa dan cinta kepadanya
Perlu diketahui makna mendalam dari ucapan selamat. Para ahli bahasa bersepakat bahwa ucapan selamat (tahni’ah) adalah kebalikan dari ucapan duka cita (ta’ziyah). Imam Al Bajirami mengatakan, “Tahni’ah adalah lawan kata dari ta’ziyah, yang berarti doa kepada seseorang yang sedang bahagia. Sedangkan ta’ziyah adalah dorongan kepada seseorang untuk bersabar dengan mengingatkan pahala serta mendoakannya.”
Ibnul Haj Al Maliki berkata, “Ucapan selamat dan kabar gembira berlaku diantara manusia, yakni atas dasar kecintaan sesama mereka. Berbeda dengan ucapan salam, yang mana diperuntukkan kepada kaum muslimin seluruhnya.”
Dapat diambil kesimpulan, ucapan selamat menandakan cinta kasih kepada pelaku perbuatan. Sedangkan cinta kasih itu pada dasarnya menandakan keridhaan atas perbuatan itu. Padahal jelas, perayaan itu adalah bentuk ibadah umat Kristen. Pertanyaannya, apakah seorang muslim ridho dengan keyakinan ibadah orang kafir?
9. Menunjukkan sikap orang yang tidak berprinsip
Agama Islam sudah mengajarkan prinsip-prinsip yang harus ditaati. Prinsip yang dimiliki Islam, menandakan kewibawaan agama dan pemeluknya. Ketika satu prinsip itu dilanggar, wibawa dan harga dirinya tentu saja berguguran. Oleh sebab itu, tidak seharusnya seorang muslim melanggar batasan-batasan itu.
Ketika seorang mengucapkan Selamat Natal, berarti ia telah menerobos prinsip-prinsip keyakinan. Ia ragu bahwa perayaan orang Kristen itu salah dan tidak sesuai dengan prinsip Islam. Padahal telah jelas, amalan itu tidak diajarkan oleh Islam. Islam mengajarkan toleransi, namun tidak sekedar asal mengikuti.
10. Bukanlah perayaan kaum muslimin
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa perayaan bagi kaum muslimin hanya ada 2, yaitu hari ‘Idul fitri dan hari ‘Idul Adha.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata : “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata : Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya kurban (‘Idul Adha) dan hari raya ‘Idul Fitri” (HR. Ahmad, shahih).
Sebagai muslim yang ta’at, cukuplah petunjuk Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjadi sebaik-baik petunjuk.
11. Menyetujui kekufuran orang-orang yang merayakan natal
Ketika mengucapkan selamat atas sesuatu, pada hakekatnya kita memberikan suatu ucapan penghargaan. Misalnya ucapan selamat kepada teman yang telah lulus dari kuliahnya saat di wisuda.
Nah,begitu juga dengan seorang yang muslim mengucapkan selamat natal kepada seorang nashrani. Seakan-akan orang yang mengucapkannya, menyematkan kalimat setuju akan kekufuran mereka. Karena mereka menganggap bahwa hari natal adalah hari kelahiran tuhan mereka, yaitu Nabi ‘Isa ‘alaihish shalatu wa sallam. Dan mereka menganggap bahwa Nabi ‘Isa adalah tuhan mereka. Bukankah hal ini adalah kekufuran yang sangat jelas dan nyata?
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Bagimu agamamu, bagiku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6).
12. Merupakan sikap Wala yang keliru
Loyal (wala) tidaklah sama dengan berbuat baik (ihsan). Wala memiliki arti loyal, menolong, atau memuliakan orang kita cintai, sehingga apabila kita wala terhadap seseorang, akan tumbuh rasa cinta kepada orang tersebut. Oleh karena itu, para kekasih Allah juga disebut dengan wali-wali Allah.
Ketika kita mengucapkan selamat natal, hal itu dapat menumbuhkan rasa cinta kita perlahan-lahan kepada mereka. Mungkin sebagian kita mengingkari, yang diucapkan hanya sekedar di lisan saja. Padahal seorang muslim diperintahkan untuk mengingkari sesembahan-sesembahan orang kafir.
Allah Ta’ala berfirman,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَاء مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاء أَبَداً حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (Qs. Al Mumtahanah: 4)
13. Nabi melarang mendahului ucapan salam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167). Ucapan selamat natal termasuk di dalam larangan hadits ini.
14. Menyerupai orang kafir
Tidak samar lagi, bahwa sebagian kaum muslimin turut berpartisipasi dalam perayaan natal. Lihat saja ketika di pasar-pasar, di jalan-jalan, dan pusat perbelanjaan. Sebagian dari kaum muslimin ada yang berpakaian dengan pakaian khas perayaan natal. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kaum muslimin untuk menyerupai kaum kafir.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
15. Merusak aqidah
Meskipun ucapan selamat hanyalah sebuah ucapan yang ringan, namun menjadi masalah yang berat dalam hal aqidah. Terlebih lagi, jika ada di antara kaum muslimin yang membantu perayaan natal. Misalnya dengan membantu menyebarkan ucapan selamat hari natal, boleh jadi berupa spanduk, baliho, atau yang lebih parah lagi memakai pakaian khas acara natal (santa klaus, misalnya)
Allah Ta’ala telah berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah: 2).
16. Berdosa menghadiri undangan Natal
Allah telah berfirman tentang agama Islam,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85).
Seorang muslim haram memenuhi undangan mereka dalam perayaan ini, karena ini lebih besar dari mengucapkan selamat kepada mereka, karena dalam hal itu berarti ikut serta dalam perayaan mereka. Juga diharamkan bagi kaum muslimin untuk menyamai kaum kuffar dengan mengadakan pesta-pesta dalam momentum tersebut atau saling bertukar hadiah, membagikan permen, parsel, meliburkan kerja dan sebagainya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Ibnu Hibban).
17. Haram dalam niat dan ucapan selamat Natal
Haramnya mengucapkan selamat kepada kaum kuffar atas hari raya agama mereka, karena di dalamnya terdapat pengakuan atas syi’ar-syi’ar kekufuran dan ridha terhadapnya walaupun dia sendiri tidak ridha kekufuran itu bagi dirinya. Kendati demikian, bagi seorang muslim diharamkan ridha terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran atau mengucapkan selamat dengan syi’ar tersebut kepada orang lain, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak ridha terhadap semua itu, sebagaimana firman-Nya,
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Al-Zumar: 7).
17 alasan di atas sebenarnya hanya menunjukkan sedikit alasan untuk tidak mengucapkan Selamat Natal. Selebihnya, setiap orang tentunya memiliki alasan tersendiri untuk tidak melakukannya. Tentunya, setiap muslim punya prinsip keislaman yang harus dipegangi. Ia seharusnya sadar, bahwa tindakan dosa dan salah itu menimbulkan rasa gundah dan ketidaknyamanan di dalam hati. Sebagaimana ucapan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam , “Dosa itu adalah, manakala membuat hatimu tidak tenang dan bergemuruh (terjadi kebimbangan) di dalam dadamu.”
Dari sinilah ia dapat mengidentifikasi antara perbuatan yang sesuai Islam atau malah bertentangan dengannya.
Semoga bermanfaat ....
ONE DAY ONE HADITS
Ahad, 24 Desember 2023 M / 10 Jumadil Akhir 1445 H.
Meninggalkan Keragu-raguan
عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ الْحَسَنُ بْنُ عَلِي بْنِ أبِي طَالِبٍ سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَيْحَانَتِهِ رَضِيَ الله عَنْهُمَا قَالَ : حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ .
[رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح
Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah dan kesayangannya dia berkata : Saya menghafal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam (sabdanya): Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.
(Riwayat Turmuzi dan dia berkata: Haditsnya hasan shoheh).
Pelajaran yang terdapat di dalam hadits :
1. Meninggalkan syubhat dan mengambil yang halal akan melahirkan sikap wara’.
2. Keluar dari ikhtilaf ulama lebih utama karena hal tersebut lebih terhindar dari perbuatan syubhat, khususnya jika diantara pendapat mereka tidak ada yang dapat dikuatkan.
3. Jika keraguan bertentangan dengan keyakinan maka keyakinan yang diambil.
4. Sebuah perkara harus jelas berdasarkan keyakinan dan ketenangan. Tidak ada harganya keraguan dan kebimbangan.
5. Berhati-hati dari sikap meremehkan terhadap urusan agama dan masalah bid’ah.
6. Siapa yang membiasakan perkara syubhat maka dia akan berani melakukan perbuatan yang haram.
Tema hadits yang berkaitan dengan Al-Quran:
1- Meninggalkan keragu-raguan
قَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِي اللَّهِ شَكٌّ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ يَدْعُوكُمْ لِيَغْفِرَ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُؤَخِّرَكُمْ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۚ قَالُوا إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا تُرِيدُونَ أَنْ تَصُدُّونَا عَمَّا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتُونَا بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ
Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan)mu sampai masa yang ditentukan?" Mereka berkata: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami, bukti yang nyata".
[QS. Ibrahim :10].
2- Mukmin yang benar meniggalkan sifat keragu-raguan
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.
[QS. Al-Hujurat :15].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.