Edisi Selasa, 9 April 2024 M / 29 Ramadhan 1445 H.
Sebentar lagi Ramadhan segera pergi. Setelah sebulan penuh menjalani puasa Ramadhan, shalat tarawih, witir dan ibadah lainnya, harapnya semua ibadah tersebut dapat semakin memperkokoh ketakwaan kita sesuai dengan semangat Al-Qur’an ‘La’allakum tattaqun’ (Al-Baqarah: 183).
Setelah menjalankan ibadah puasa ramadhan, umat Islam kini mulai bersiap menyambut datangnya hari raya Idul Fitri 1445 H.
Untuk tahun ini umat Islam tetap bisa menghidupkan malam Idul Fitri. Sebab, hal itu bisa dilakukan di mana pun, termasuk di rumah. Kegiatan ibadah yang bisa dilakukan adalah zikir, shalat, membaca Al Quran, membaca takbir, tasbih, istighfar, dan shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam. Hal itu didasarkan atas hadits berikut:
"Barangsiapa yang qiyamul lail (menghidupkan malam) pada dua malam hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) karena Allah demi mengharap ridha-Nya, maka hatinya tidak akan mati pada hari di mana hati manusia menjadi mati," (HR As-Syafi’i dan Ibn Majah).
Malam hari raya atau Ied adalah malam yang berisi dengan kebahagiaan sebab merupakan hari kebanggaan umat Muslim dimana semua umat muslim bisa berkumpul dan merayakan bersama menghilangkan segala perbedaan dan meningkatkan solidaritas, tentunya terdapat kebaikan dan keutamaannya untuk menghidupkannya, berikut 17 keutamaan menghidupkan malam hari raya ied secara lengkap.
1. Memiliki Hati yang Hidup
Menghidupkan malam ied dengan niat kegembiraan karena Allah akan menjauhkan dari hati yang mati karena bergembira atas dasar bersyukur atas nikmat Allah atas kasih sayang Allah kepada hambaNya. Dari Abu Umamah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang menghidupkan malam hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha karena Allah dan mengharapkan ganjaran dari-Nya, hatinya tidak akan mati tatkala hati-hati itu mati.” (HR. Ibnu Majah no. 1782).
2. Bentuk Doa
Allâhu Akbar Allâhu Akbar, Lâ ila illallâh wallâhu Akbar. Al-hamdu lillâhi ‘alâ mâ hadânâ wa lahusy syukru ‘alâ mâ awlaynâ. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tiada tuhan kecuali Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, doa tersebut merupakan doa yang dianjurkan untuk menghidupkan malam ied yang berarti bentuk doa dan pengakuan atas kebesaran Allah dan doa setelah ramadhan berakhir.
3. Ampunan Dosa
Yâ Dzal manni wath-thawli, yâ Dzal jûd, yâ Musthafiya Muhammadin wa Nâshirahu, shalli ‘alâ Muhammadin wa âli Muhammad, waghfir-lî kulla dzanbin ahshaytahu, wa huwa ‘indaka fî kitâbin mubîn. Merupakan doa yang dipanjatkan untuk malam ied sebagai upaya untuk memohon ampun pada Allah sehingga memiliki kehidupan dunia akherat yang lebih baik setelah menjalankan amalan pelebur dosa di bulan ramadhan.
4. Bentuk Syukur
Tentunya menghidupkan malam ied adalah suatu bentuk syukur karena diberi kesempatan Allah untuk bisa berjumpa dengan hari yang agung, hal itu bisa diwujudkan dengan memakai pakaian yang terbaik sesuai cara berpakaian wanita muslimah dan cara berpakaian pria menurut islam. Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya dari kakeknya radhiallahu anhuma berkata : Bahwa Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam memakai pakaian burdah dari Yaman yang berhias di setiap hari raya. (HR Imam Syafi’ie).
5. Kebaikan Keluarga
Yâ Dzal manni wal jûd, yâ Dzal manni wath-thawli, yâ Mushthafiya Muhammadin shallallâhu ‘alayhi wa âlihi, shalli ‘alâ Muhammadin wa ‘âlihi waf’al-bî kadzâ wa kadzâ. Menghidupkan malam ied terlebih jika berkumpul dengan keluarga akan memberikan kedekatan satu sama lain dan meningkatkan kasih sayang serta kebersamaan satu sama lain sehingga tercapai keluarga bahagia menurut islam.
6. Taubat Dosa Dosa
Disarankan pula untuk melakukan amalan di malam ied sebagai upaya memohon ampun atas dosa dosa dengan Shalat dua rakaat bakdah shalat Maghrib dan nafilah maghrib. Rakaat pertama setelah Fatihah membaca Surat Al-Ikhlash (1000 kali) atau (100 kali). Pada rakaat kedua setelah Fatihah membaca Surat Al-Ikhlash (sekali).
7. Memohon yang Diinginkan
Yâ Dâimal fadhli ‘alal bariyyah, yâ Bâsithal yadayni bil-’athiyyah, yâ Shâhibal mawâhibis saniyyah, shalli ‘alâ Muhammadin wa âlihi khayriwarâ sajiyyah, waghfir lanâ yâ Dzal ‘ulâ fî hâdzihil ‘asyiyyah. Doa tersebut ialah doa yang dianjurkan untuk memohon kepada Allah, diantaranya ialah keberkahan untuk bisa merayakan ied dengan khidmat dan atas dasar memohon kebaikan serta keselamatan dari Allah.
8. Mohon Keberkahan
Ketika menghidupkan malam ied disarankan untuk makan dengan sederhana seperti makan dengan kurma sebagai wujud syukur. Di dalam riwayat Anas radhiallahu ‘anhu berkata: “adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berangkat shalat ‘ied sehingga Beliau makan kurma dan Beliau makan dalam jumlah ganjil.” (HR Ahmad dan Bukhari).
9. Menyatukan Umat Muslim
Menghidupkan malam ied bisa dilakukan siapa saja umat muslim untuk menjalin kebersamaan baik itu wanita, laki laki ataupun anak anak, dengan demikian kebersamaan akan lebih terasa tanpa membedakan suatu apapun, tentunya dilakukan dengan banyak bersyukur dan berdzikir kepada Allah dan jauh dari segala yang berlebihan atau bermewah mewahan.
Diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyah radhiallahu ‘anha berkata: “Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk mengeluarkan wanita-wanita di hari raya ‘Iedul Fitri dan Adha yaitu wanita-wanita yang baligh dan haidh dan sedang dipingit, adapun wanita-wanita yang haidh mereka menjauhi tempat shalat.” (HR Bukhari dan Muslim dan yang lainnya).
10. Menunjukkan Pakaian Islami
Dianjurkan untuk memakai pakaian yang islami sebagai identitas umat muslim, tentunya tidaklah sopan jika merayakan malam ied dengan pakaian yang tidak menutup aurat. Dalam lafadz lain, “menjauhi tempat shalat dan menyaksikan kebaikan dan doa kaum muslimin, maka aku berkata: wahai Rasulullah, sebagian kami tidak memiliki jilbab, Beliau berkata: hendaklah sebagian meminjamkan untuk saudaranya.” (HR Bukhari dan Muslim dan yang lainnya).
11. Tidak Membedakan Umat
Dalam menghidupkan malam ied, tidak boleh dibedakan misalnya antara yang kaya dengan yang miskin, semua wajib mendapatkan kegembiraan yang sama sebab itu siapa yang lebih mampu harus lebih banyak memberikan bantuan kepada yang tidak mampu sehingga semua dapat menikmati dan merayakan atau menghidupkan malam ied dengan kebahagiaan yang sama dan tidak membeda bedakan satu sama lain.
Berkata Imam Syaukani: “hadits tersebut dan semacamnya menjelaskan disyariatkannya mengikutkan wanita dalam dua hari raya ke tempat shalat tanpa membedakan antara gadis atau yang menikah, yang masih muda atau nenek, yang haidh atau tidak, kecuali yang sedang dalam iddahnya atau adanya fitnah atau yang sedang dalam uzur.”
12. Mendekatkan Kebaikan
Namun tempat wanita terpisah dari laki-laki sehingga tidak terjadi ikhtilath yang menyebabkan fitnah sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir radhiallahu anhu : “….ketika Rasulullah selesai memberi nasihat kepada kaum pria beliau turun mimbar lalu mendatangi wanita dan mengingatkan mereka.” (HR Muslim).
Dalam menghidupkan malam ied, tetap wajib untuk memiliki sopan santun dan menjunjung tinggi aturan islam, diantaranya ialah tidak mencampur antara laki laki dan perempuan terlebih yang bukan muhrim sebab dapat menjurus kepada keburukan dan menimbulkan fitnah, satu sama lain harus tetap menjaga diri dengan berada di tempat yang berbeda sehingga menghidupkan malam ied benar benar dengan niat karena Allah dan karena mensyukuri nikmat umur yang diberikan olehNya.
13. Merayakan dengan Kesederhanan
Apabila tempat shalat mungkin dicapai dengan berjalan kaki maka disunahkan mendatanginya dengan berjalan kaki sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu berkata: “adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar ketempat shalat ‘Ied dengan berjalan kaki dan pulang juga berjalan kaki.” (HR Ibnu Majah:4932).
Tidak pernah dicontohkan bahwa menghidupkan malam ied dilakukan dengan sesuatu yang berlebihan atau yang bermewah mewahan, sebaiknya dilakukan dalam kesederhanaan yang penting adalah makna dari acara menghidupkan tersebut mampu memberi pemahaman bahwa setiap manusia wajib bersyukur sebab diberi kesempatan oleh Allah untuk bisa bertemu dengan malam ied yang merupakan kebahagiaan dan anugrah dimana tidak semua orang bisa merayakannya.
14. Menyerukan Asma Allah
Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu: “bahwa beliau apabila berangkat ketempat shalat bertakbir dan beliau bertakbir dengan suara kencang.” Dalam riwayat lain: “beliau berangkat ketempat shalat pada hari raya apabila matahari telah terbit lalu bertakbir sampai mendatangi tempat shalat lalu bertakbir di tempat shalat sampai ketika imam telah duduk beliau berhenti bertakbir.”
Tentunya menghidupkan malam ied dilakukan dengan sesuatu yang bisa mengingatkan dan mendekatkan kepada Allah seperti banyak menyebut asma Allah, bukan menghidupkan dengan sesuatu yang tidak sesuai dengan syariat islam, hal itu yang akan menjadi jalan kebaikan jika dilakukan karena Allah maka akan menjadi sesuatu yang berkah dan bermanfaat serta menjadi jalan kebaikan dan keberkahan untuk seterusnya.
15. Menjalin Kebersamaan
Berkata ibnu Syaibah: berkata Ibnul Qayyim: “beliau tidak pernah shalat ‘Ied di masjidnya kecuali sekali karena hujan bahkan beliau selalu melakukannya di lapangan. Dan madhab Hanafi: “bahwa shalat di lapangan lebih utama dari di masjid.” Dan berkata Malikiyah dan Hanbaliyah: “kecuali di Makah.” Dan berkata ulama Syafiiyyah: “kecuali di tiga masjid lebih utama karena keutamaan ketiga masjid tersebut.”
Menghidupkan malam ied akan menjalin kebersamaan dan meningkatkan rasa kasih sayang serta solidaritas antar sesama juga bisa menjadi jalan untuk mengingatkan kebaikan kepada satu sama lain dan mengingatkan satu sama lain untuk menjadi seseorang yang lebih banyak bersyukur dan lebih banyak melakukan amal kebaikan di hari hari berikutnya agar tetap mendapat keberkahan dan kebaikan dari Allah, bukan melupakan dan menjadi lalai atas segala nikmat yang diberikan Allah.
16. Sarana mendekatkan diri kepada Allah
Cara mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan beribadah, seperti berzikir, bertakbir, bertahlil, bertasbih, bershalawat, shalat sunnah malam, dan kegiatan yang bernilai ibadah lainnya. Sebuah riwayat mengatakan,
“Barang siapa menghidupkan malam Idul Fitri dan Idul Adha dengan niat mencari ridha Allah, hatinya tidak akan mati pada hari dimana hati umat manusia mati.” (HR Al-Thabarani).
17. Mengerjakan sholat malam
Salah satu wujud ketakwaan sesudah bulan Ramadhan adalah menghidupkan malam Idul Fitri dengan gema takbir dan ibadah lainnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَتَىِ الْعِيدَيْنِ لِلهِ مُحْتَسِبًا لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ. (رواه الشافعي وابن ماجه)
Artinya, “Siapa saja yang qiyamul lail pada dua malam Id (Idul Fitri dan Idul Adha) karena Allah demi mengharap ridha-Nya, maka hatinya tidak akan mati pada hari di mana hati manusia menjadi mati,” (HR As-Syafi’i dan Ibn Majah).
Demikian artikel kali ini mengenai 17 keutamaan menghidupkan malam hari raya ied, semoga menjadi wawasan islami yang bermanfaat untuk anda dan bisa mengambil sisi positif yakni dengan melaksanakannya sesuai dengan anjuran dan sunnah Rasul. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca.
Semoga bermanfaat...
ONE DAY ONE HADITS
Selasa, 9 April 2024 M / 29 Ramadhan 1445 H.
Beberapa Amalan Sunnah di Hari 'Iedul Fitri
Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan sebelumnya beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.” (HR. Ahmad 5: 352).
Beberapa Pelajaran yang Terdapat dalam Hadits diatas :
Berikut Beberapa Amalan yang disunnahkan di hari 'Iedul Fitri :
1. Disunnahkan untuk mandi sebelum berangkat sholat 'Iedul Fithri. Mandi ketika itu disunnahkan. Yang menunjukkan anjuran ini adalah atsar dari sahabat Nabi.
Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, seseorang pernah bertanya pada ‘Ali mengenai mandi. ‘Ali menjawab, “Mandilah setiap hari jika kamu mau.” Orang tadi berkata, “Bukan. Maksudku, manakah mandi yang dianjurkan?” ‘Ali menjawab, “Mandi pada hari Jum’at, hari ‘Arafah, hari Idul Adha dan Idul Fithri.” (HR. Al-Baihaqi, 3: 278.)
Ada riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma sebagai berikut.
عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ أَنْ يَغْدُوَ إِلَى الْمُصَلَّى
Dari Nafi’, (ia berkata bahwa) ‘Abdullah bin ‘Umar biasa mandi di hari Idul Fithri sebelum ia berangkat pagi-pagi ke tanah lapang. (HR. Malik dalam Al-Muwatho’ 426. Imam Nawawi menyatakan bahwa atsar ini shahih).
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa para ulama sepakat akan disunnahkannya mandi untuk sholat ‘ied.
Dikatakan dianjurkan karena saat itu adalah berkumpulnya orang banyak sama halnya dengan shalat Jum’at. Kalau shalat Jum’at dianjurkan mandi, maka shalat ‘ied pun sama.
2. Berhias diri dan memakai pakaian yang terbaik
Ada riwayat yang disebutkan dalam Bulughul Maram no. 533 diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki baju khusus di hari Jum'at dan di saat beliau menyambut tamu. (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adab Al-Mufrad)
Ada juga riwayat dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ‘Umar pernah mengambil jubah berbahan sutera yang dibeli di pasar. Ketika ‘Umar mengambilnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, Ibnu ‘Umar lantas berkata, “Wahai Rasulullah, belilah pakaian seperti ini lantas kenakanlah agar engkau bisa berpenampilan bagus saat ‘ied dan menyambut tamu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata,
إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لاَ خَلاَقَ لَهُ
“Pakaian seperti ini membuat seseorang tidak mendapatkan bagian di akhirat.” (HR. Bukhari, no. 948)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mempermasalahkan berpenampilan bagus di hari 'Iedul Fithri. Yang jadi masalah dalam cerita hadits di atas adalah jenis pakaian yang ‘Umar beli yang terbuat dari sutera.
Ada juga riwayat dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جُبَّةٌ يَلْبَسُهَا لِلْعِيْدَيْنِ وَيَوْمِ الجُمُعَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki jubah khusus yang beliau gunakan untuk 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adha, juga untuk digunakan pada hari Jum’at.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam kitab shahihnya, 1765).
Diriwayatkan pula dari Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih bahwa Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma biasa memakai pakaian terbaik di hari ‘ied.
Aturan berpenampilan menawan di hari ‘ied berlaku bagi pria. Sedangkan bagi wanita, lebih aman baginya untuk tidak menampakkan kecantikannya di hadapan laki-laki lain. Kecantikan wanita hanya spesial untuk suaminya.
3. Makan sebelum shalat 'Iedul Fithri
Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari 'Iedul Fithri dan sebelumnya beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari 'Iedul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari sholat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.” (HR. Ahmad 5: 352).
Untuk shalat 'Iedul Fithri disunnahkan untuk makan sebelum keluar rumah dikarenakan adanya larangan berpuasa pada hari tersebut dan sebagai pertanda pula bahwa hari tersebut tidak lagi berpuasa.
Ibnu Hajar rahimahullah dalam Al-Fath (2: 446) menyatakan bahwa diperintahkan makan sebelum sholat 'Iedul Fithri adalah supaya tidak disangka lagi ada tambahan puasa. Juga maksudnya adalah dalam rangka bersegera melakukan perintah Allah.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ .. وَيَأْكُلُهُنَّ وِتْرًا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah keluar pada hari 'Iedul Fithri (ke tempat shalat, pen.) sampai beliau makan beberapa kurma terlebih dahulu. Beliau memakannya dengan jumlah yang ganjil.” (HR. Bukhari, no. 953).
Kalau tidak mendapati kurma, boleh makan makanan halal lainnya.
4. Bertakbir dari rumah menuju tempat sholat
Ketika puasa Ramadhan telah sempurna, kita diperintahkan untuk mensyukurinya dengan memperbanyak takbir. Allah Ta’ala berfirman,
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185).
Dalam suatu riwayat disebutkan,
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ فَيُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِيَ المصَلَّى وَحَتَّى يَقْضِيَ الصَّلاَةَ فَإِذَا قَضَى الصَّلاَةَ ؛ قَطَعَ التَّكْبِيْرَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak shalat pada hari raya 'Iedul Fithri sambil bertakbir sampai di lapangan dan sampai shalat hendak dilaksanakan. Ketika shalat hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari bertakbir.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 2/1/2).
Ibnu Syihab Az-Zuhri menyatakan bahwa kaum muslimin ketika itu keluar dari rumah mereka sambil bertakbir hingga imam hadir (untuk shalat ied).
Namun kalau kita lihat dari keumuman ayat Surat Al-Baqarah ayat 185 yang menunjukkan perintah bertakbir itu dimulai sejak bulan Ramadhan sudah berakhir, berarti takbir 'Iedul Fithri dimulai dari malam Idul Fithri hingga imam datang untuk shalat ‘ied.
Takbir yang diucapkan sebagaimana dikeluarkan oleh Sa’id bin Manshur dan Ibnu Abi Syaibah, bahwasanya Ibnu Mas’ud bertakbir,
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd. (artinya: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, segala puji bagi-Nya).
Disyari’atkan bertakbir dilakukan oleh setiap orang dengan menjaherkan (mengeraskan) bacaan takbir. Ini berdasarkan kesepakatan empat ulama madzhab. (Majmu’ah Al-Fatawa, 24: 220)
5. Saling mengucapkan selamat (at-tahniah)
Termasuk sunnah yang baik yang bisa dilakukan di hari 'Iedul Fithri adalah saling mengucapkan selamat. Selamat di sini baiknya dalam bentuk do'a seperti dengan ucapan “taqabbalallahu minna wa minkum” (semoga Allah menerima amalan kami dan kalian). Ucapan seperti itu sudah dikenal di masa salaf dahulu.
فعن جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك
Dari Jubair bin Nufair, ia berkata bahwa jika para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan hari ‘ied (Idul Fithri atau Idul Adha), satu sama lain saling mengucapkan, “Taqabbalallahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).” Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. (Fath Al-Bari, 2: 446)
Imam Ahmad rahimahullah berkata,
وَلَا بَأْسَ أَنْ يَقُولَ الرَّجُل لِلرَّجُلِ يَوْمَ الْعِيدِ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك
“Tidak mengapa (artinya: boleh-boleh saja) satu sama lain di hari raya ‘ied mengucapkan: Taqobbalallahu minna wa minka.” (Al-Mughni, 2: 250)
Namun ucapan selamat di hari raya sebenarnya tidak diberi aturan ketat di dalam syari’at kita. Ucapan apa pun yang diutarakan selama maknanya tidak keliru asalnya bisa dipakai. Contoh ucapan di hari raya ‘ied :
-‘Ied mubarak, semoga menjadi ‘ied yang penuh berkah.
-Minal ‘aidin wal faizin,
Semoga kembali dan meraih kemenangan.
-Kullu ‘aamin wa antum bi khair (semoga di sepanjang tahun terus berada dalam kebaikan.
-Selamat 'Iedul Fithri 1445 H.
-Sugeng Riyadin 1445 H (selamat hari raya) dalam bahasa Jawa.
Ucapan selamat di atas biasa diucapkan oleh para salaf setelah shalat ‘ied. Namun jika diucapkan sebelum shalat ‘ied pun tidaklah bermasalah.
6. Melewati jalan pergi dan pulang yang berbeda
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
عَنْ جَابِرٍ قَالَ كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di hari 'ied (ingin pergi ke tempat shalat,), beliau membedakan jalan antara pergi dan pulang. (HR. Bukhari, no. 986).
Di antara hikmah kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membedakan antara jalan pergi dan pulang adalah agar banyak bagian bumi yang menjadi saksi bagi kita ketika beramal. Allah Ta’ala berfirman,
يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا
“Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.” (QS.Al-Zalzalah : 4).
Rasul lalu bertanya, “Apakah kalian tahu apa yang diceritakan oleh bumi?”
Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَخْبَارَهَا أَنْ تَشْهَدَ عَلَى كُلِّ عَبْدٍ أَوْ أَمَةٍ بِمَا عَمِلَ عَلَى ظَهْرِهَا أَنْ تَقُولَ عَمِلَ كَذَا وَكَذَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا قَالَ فَهَذِهِ أَخْبَارُهَا
“Sesungguhnya yang diberitakan oleh bumi adalah bumi jadi saksi terhadap semua perbuatan manusia, baik laki-laki maupun perempuan yang telah mereka perbuat di muka bumi. Bumi itu akan berkata, “Manusia telah berbuat begini dan begitu, pada hari ini dan hari itu.” Inilah yang diberitakan oleh bumi. (HR. Tirmidzi no. 2429).
Tema Hadits yang Berkaitan dengan Al-Qur'an :
1. Allah Ta’ala Berfirman :
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap kali (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf [7]: 31).
2. Allâh Ta’ala Berfirman :
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2).
Maksud ayat ini adalah perintah untuk melaksanakan sholat 'ied
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.