Edisi Selasa, 1 Februari 2022 M / 29 Jumadil Akhir 1443 H.
Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun atau Mbah Nun lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953 adalah seorang tokoh intelektual Muslim Indonesia. Ia menyampaikan gagasan pemikiran dan kritik-kritiknya dalam berbagai bentuk: puisi, esai, cerpen, film, drama, lagu, musik, talkshow televisi, siaran radio, seminar, ceramah, dan tayangan video. Ia menggunakan beragam media komunikasi dari cetak hingga digital dan sangat produktif dalam berkarya.
Cak Nun menyukai pembelajaran sastra, ia memiliki guru bernama Umbu Landu Paranggi, seorang sufi misterius, yang merantau di Malioboro, Yogyakarta sekitar tahun 1970 -1975. Selain itu, Cak Nun juga menjadi Pengasuh Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta. Ia juga menggeluti profesi Wartawan di harian Masa Kini pada tahun 1973-1976, hingga akhirnya menjadi pemimpin Teater Dinasti, Yogyakarta.
Kesukaannya akan dunia teater, Cak Nun aktif dalam berbagai festival dan lokakarya puisi dan teater. Seperti lokakarya teater di Filipina (1980), lokakarya di International Writing Program di Universitas lowa AS (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman pada 1985.
Berikut ini beberapa kata-kata bijak Emha Ainun Nadjib :
1. “Pelajaran terpenting bagi calon pemimpin adalah kesanggupan menjadi rakyat. Barangsiapa sanggup menjadi rakyat yang baik, itulah pemimpin yang baik. Maksudnya, Sikap mental seorang pemimpin haruslah sikap mental kerakyatan.”
– Cak Nun
2. “Hidup ini bukan kamu sukses atau tidak, bukan menang atau kalah. Tapi Hidup didunia ini apakah kamu bertahan berjuang bergantung pada Allah dalam keadaan apapun juga.”
– Cak Nun
3. “Yang penting bukan apakah kita menang atau kalah, Tuhan tidak mewajibkan manusia untuk menang sehingga kalah pun bukan dosa, yang penting adalah apakah seseorang berjuang atau tak berjuang.”
– Cak Nun
4. “Peraturan dan undang-undang tidak slalu sama dengan keadilan, ia bahkan bisa saja bertentangan dengan prinsip keadilan. Undang-undang memiliki relativitasnya sendiri dan tidak mutlak sebagaimana firman Tuhan.”
– Cak Nun
5. “Apa akhlak harus dipamerkan melalui pakaian?”
– Cak Nun
6. “Kebanyakan manusia berjuang mengada-adakan dirinya. Menonjol-nonjolkan dirinya, bahkan untuk itu mereka meniadakan mahluk selainnya. Sampai tega meniadakan Tuhannya, itulah kematian.”
– Cak Nun
7. “Tidak apa-apa kalau ilmu agamamu masih pas-pasan, itu malah membuatmu menjadi rendah hati. Banyak orang yang sudah merasa tahu ilmu agama, malah menjadikannya tinggi hati.”
– Cak Nun
8. “Tuhan tidak sakit hati oleh keingkaran kamu. Tetapi Tuhan sangat tersakiti jika kamu berpura-pura menyembah-Nya.”
– Cak Nun
9. “Bukanlah hidup kalau sekadar untuk mencari makan, bukankah sambil bekerja seseorang bisa merenungkan suatu hal, bisa berzikir dengan ucapan yang sesuai dengan tahap penghayatan atau kebutuhan hidupnya, bisa mengamati macam-macam manusia, bisa belajar kepada sebegitu banyak peristiwa. Bisa menemukan hikmah-hikmah, pelajaran dan kearifan yang membuat hidupnya semakin maju dan baik.”
– Cak Nun
10. “Kearifan-kearifan agama harus diterjemahkan ke dalam sistem nilai pengelolaan sejarah, kebudayaan dan peradabannya.”
– Cak Nun
11. “Apakah akhlak itu untuk dipamerkan kepada orang lain (melalui pakaian)? Tidak boleh kan? Maka semampu-mampu saya, berpakaian seperti ini untuk mengurangi potensi ‘penipuan’ saya kepada Anda.”
– Cak Nun
12. “Orang yang diragukan keihklasannya adalah orang menyebut dirinya baik. Semua nabi mengaku dirinya dzolim: “Inni Kuntu Minadzolimin” (aku termasuk orang yang dzolim). Nggak ada nabi yang mengaku dirinya sholeh.”
– Cak Nun
13. “Dakwah yang utama bukan berupa kata-kata. Melainkan dari perilaku. Orang yang berbuat baik sudah berdakwah.”
– Cak Nun
14. “Peraturan dan undang-undang tidak slalu sama dengan keadilan, ia bahkan bisa saja bertentangan dengan prinsip keadilan. Undang-undang memiliki relativitasnya sendiri dan tidak mutlak sebagaimana firman Tuhan.”
– Cak Nun
15. “Tuhan tidak menuntut kita untuk sukses. Tuhan hanya menyuruh kita berjuang tanpa henti.”
– Cak Nun
16. “Kamu punya ruang dalam hatimu untuk merasakan hati para mbambung (gelandangan) sehingga hatimu sedih, getir, terimpit seribu gunung. Sementara orang-orang pandai sibuk dengan program-program dan omong besar di koran-koran. Tuhan tidak bertanya padamu apakah kamu mampu menolong mbambung atau tidak, tapi melihat apakah kamu mencintai orang lemah atau tidak.”
– Cak Nun
17. “Sunnah Rasul yang paling mendasar adalah akhlaknya, bukan kostumnya. Orang yang disukai Tuhan adalah orang yang menyebut dirinya buruk, biso rumongso (merasa tidak bisa), enggak rumongso biso (merasa paling bisa).”
– Cak Nun
Semoga bermanfaat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.