Edisi Ahad, 5 Maret 2023 M / 12 Sya'ban 1444 H.
Al-Imam al-Allamah Habib Abdullah bin ‘Alawi Al-Haddad dilahirkan di pinggiran Kota Tarim, sebuah kota terkenal di Hadramaut, pada malam Senin, 30 Juli 1634 M atau bertepatan dengan tanggal 5 Shafar 1044 H, dan dibesarkan di kota itu. Beliau adalah seorang ulama dalam bidang fikih dan aqidah asy'ariyah, beliau mendapatkan gelar Syaikh al-Islam, Quthb ad-Da'wah wa al-Irsyad dan dikenal sebagai Pembaharu Tarekat Alawiyyah.
Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad memiliki 140 guru, di antaranya adalah:
Abdullah bin Syaikh Maula 'Aidid, Umar bin Abdurrahman al-'Aththas, Abdullah bin Ahmad Bilfaqih, Aqil bin Abdurrahman as-Saqaf, Sahl bin Ahmad Bahasan al-Hudaili Ba'alawi, dan Muhammad bin Alawi as-Saqaf, Ulama Mekah.
Sedangkan Ayahanda beliau adalah as-Sayyid ‘Alawi bin Muhammad Al-Haddad. Seorang laki-laki saleh dan bertakwa. Di bawah bimbingan ayahandanya inilah beliau memperoleh pelajaran al-Qur’an dan menghafalnya, di samping mendalami ilmu-ilmu lainnya, kendati telah kehilangan penglihatan mata sejak kecil. Beliau dikenal sebagai seorang tokoh sufi besar nan cerdas.
Terkenal sebagai pengarang kitab Ratib al-Haddad dan Wirdul Lathif, Imam Al-Haddad juga menjadi juru bicara ‘alawiyyin yang merumuskan etika dan thariqah dalam perjalanan tasawuf ‘alawiyyin yang berkembang dalam sejarah Islam. Sebagian besar ajarannya dianut kaum muslim tradisional dalam komunitas Sunni.
Kini, kata-kata bijak beliau yang berisi petuah dan nasihat kehidupan pun banyak bertengger di sosial media. Untuk mengetahui lebih lanjut, mari kita simak kata-kata bijak dari Imam Al-Haddad berikut ini.
1. Syuhrah (mencari popularitas) bukan adat kebiasaan kami, kaum alawiyyin. Kedudukan kami para sayyid Alawiy tidak dikenal orang.jadi tidak seperti yang ada pada beberapa wali selain mereka (alawiyyin), yang umumnya mempunyai sifat-sifat berlainan dengan sifat-sifat tersebut. Sifat tersebut merupakan soal besar dalam bertaqarrub kepada Allah dan dalam memelihara keselamatan agama (kejernihan iman).
2. Dalam setiap zaman selalu ada wali-wali dari kaum alawiyyin, ada yang dzahir (dikenal) dan ada yang khamil (tidak dikenal). Yang dikenal tidak perlu banyak cukup hanya seorang saja dari mereka. Sedangkan yang lainnya biarlah tidak dikenal. Dari satu keluarga dandari satu negeri tidak perlu ada 2 atau 3 orang wali yang dikenal.
3. Soal al-Sitru (menutup diri) berdasarkan 2 hal : Pertama, seorang wali menutup dirinya sendiri hingga iasendiri tidak tahu bahwa dirinya adalah wali. Kedua, wali yang menutup dirinya dari orang lain, yakin hanya dirinya sendiri yang mengetahui kalau dirinya wali, tetapi ia menutup (merahasiakan) hal itu kepada orang lain.
4. Dalam zaman sekarang ini orang harus dengan lemah lembut mengajak orang kembali kepada kebenaran Allah. Agar dapat berbuat seperti itu, dia harus membiasakan diri dengan perilaku yang baik,lebih baik daripada orang lain. Bila ada yang mau mengikutinya, dia adalah bagian dari dirinya. Orang yang menentang atau melawannya, serahkan sajalah persoalan orang itu kepada Allah. Zaman sekarang ini adalah zaman yang disebut dalam hadits sebagai zaman akhir, dimana tiap orang harus menjaga dan memperhatikan diri sendiri, tidak berkewajiban menyelamatkan orang lain (dari murka Allah), karena ikatan kemanusiaan didalam zaman ini sudah melemah.
5. Barangsiapa belum mengenalnya, hendaklah ia mempelajarinya. Jika ia tidak mau belajar, tetapi ingin mengamalkannya, dia tidak akan mengerti bagaimana cara mengamalkannya.
6. Orang yang beriman lebih suka jika yang menjadi haknya berkurang sedikit. Itu merupakan sikap hati-hati yang dapat menyelamatkannya dari perbuatan mengurangi haknya sendiri secara berlebih-lebihan, yang semestinya harus dihindari. Mengurangi haknya sendiri secara wajar juga merupakan sedekah yang kelak akan diperhitungkan bersama amal-amal kebajikannya.
7. Janganlah mengira semua ini aku dapatkan dengan mudah tanpa bekerja keras. Tahukah kalian, dulu aku berkeliling ke sejumlah shalihin di seluruh Hadramaut untuk menuntut ilmu, sekaligus melakukan tabarukan, mengambil berkah mereka ?
8. Janganlah kamu tinggalkan ketaqwaan dan hanya bersandar pada nasab. Karena telah diangkat oleh Islam derajat salman al-Farisi (yang dulunya penyembah api kemudian menjadi muslim) dan sebaliknya telah dijatuhkan derajat Abu Lahab (yang dulunya seorang bangsawan kemudian menjadi musyrik).
9. Hakikat shalat itu, kita menghadap kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, sedangkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala menghadap kita. Pada suatu saat kita menoleh kebelakang , Allah Subhanahu Wa Ta'ala memberikan maaf sekali. Kedua kali Allah masih memberikan maaf. Setelah ketiga kali, Allah akan meninggalkan kita.
10. Seorang arif billah. Maqamnya adalah kewibawaan, hal ihwalnya adalah penyadaran diri kepada Allah, sifatnya adalah senantiasa kembali kepada Allah, selalu bermohon kepada-Nya, bersungguh-sungguh dalam berdo’a seolah mendesak, menundukkan diri, khusyu’ dan melihat kekurangan pada dirinya.
11. Ilmu itu seperti harta benda dirumah yang tidak dapat diambil, kecuali dengan kunci. Begitulah ilmu para ulama dan arifin, tidak akan dapat dopelajari dan diambil manfaatnya, kecuali dengan mengajukan pertanyaan secara jujur dan dengan keinginan yang kuat serta adab yang baik.
12. Ketahuilah bahwasanya shalat malam adalah ibadah yang cukup berat bagi tubuh manusia, terutama apabila dikerjakan setelah tidur. Akan tetapi ibadah itu dapat menjadi ringan apabila dikerjakan terus menerus dan disiplin. Kita juga harus bersikap sabar terhadap godaan, serta ketika menunaikannya hendaklah punya kekuatan melawan hawa nafsu, sebab lama kelamaan Allah akan menurunkan rahmat-Nya sehingga terbiasa dan menjadi ringan. Akan ditemukan juga kelezatan berjumpa dengan Allah pada malam yang hening dan sepi. Jiwa manusiapun akan menjadi tenang, hening dan tenteram.
13. Semestinya seseorang tidak menetap ditempatnya saja, melainkan berjalan di muka bumi, barangkali saja ia melihat orang yang lebih sempurna dibandingkan dirinya sehingga ia dapat mengikutinya jika ia mampu melakukannya dan juga terbantu oleh keadaan dan waktu. Atau ia melihat sesuatu yang dapat dijadikan pelajaran sehingga ia dapat mengambil pelajaran , memberikan manfaat, atau mengambil manfaat.
14. Seandainya engkau datang membawa bejana kotor kepada seseorang untuk mendapatkan minyak, madu atau semacamnya, ia akan berkata kepadamu , “Pergilah, cucilah dulu!” Bagaimana rahasia ilmu akan ditempatkan dalam hati yang kotor ?
15. Ridha dengan ketentuan Allah adalah menghilangkan segala bentuk penentangan akan takdir-Nya. Namun tetap berusaha mencari sesuatu yang mesti dicari dan menghindari perkara yang harus dihindari.
16. Termasuk menentang takdir adalah manakala seseorang menjelekkan saudaranya dengan perkara (cacat) yang diluar kehendaknya.
17. Dunia itu ada 3 : yang terpuji, yang boleh, dan yang tercela.
Dunia yang terpuji yaitu dunia yang dengannya seseorang bisa sampai kepada perbuatan baik atau bisa selamat dari perbuatan tak baik.
Yang kedua, dunia yang mubah; tidak terpuji dan tercela yaitu dunia yang tidak menyebabkan seseorang meninggalkan perintah atau melakukan perbuatan yang dicela agama.
Yang ketiga, dunia tercela adalah dunia yang dengannya seseroang meninggalkan ketaatan dan melakukan kenikmatan.
Semoga bermanfaat...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.