Senin, 29 Juli 2024

CARA MENGOBATI PENYAKIT FUTUR

Edisi Senin, 29 Juli 2024 M / 22 Muharram 1446 H.

Para pakar bahasan Arab mendefisikan futur ke dalam beberapa defenisi, diantaranya: loyo dan lemah, tumpul setelah tajam, dan lemah setelah kuat atau tegas. Jadi, futur adalah malas atau menunda-nunda setelah sebelumnya semangat dan tepat waktu dalam melakukan perbuatan. Penyakit futur ini menimpa orang-orang yang telah bergerak. Ia tidak menimpa orang yang tidak atau belum bergerak.

Futur akan menimpa seseorang dari waktu ke waktu, baik dalam urusan agama maupun dunia. Ia akan menimpa para da’i, pencari ilmu, murabbi, ustadz, ahli ibadah, dan orang-orang yang menempuh jalan kebaikan. Setiap amal kebaikan ada waktu semangat dan jenuhnya. Orang yang bersungguh-sungguh dalam beribadah, berinfak, membaca Al-Qur’an, qiyamul lail, mengkaji ilmu, shalat dhuha, berdakwah dan ibadah lainnya, suatu saat akan mengalami kejenuhan (futur).

Ketika kejenuhan (futur) dalam beramal kita alami, maka hendaklah kejenuhan itu kita menej dengan baik agar tetap di atas sunnah, sehingga mendatangkan kebaikan. Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam bersabda,

إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ شِرَّتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ

“Sesungguhnya setiap amalan itu ada waktu semangatnya, dan setiap masa semangat ada masa jenuhnya, maka barangsiapa semangatnya cenderung kepada sunahku dia beruntung, dan barangsiapa masa jenuhnya cenderung kepada selain itu maka ia celaka.” (HR. Ahmad, 6473)

Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam memohon perlindungan kepada Allah dari futur, sebagaimana yang disebutkan dalam banyak hadits beliau, diantaranya:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكَسَلِ وَالْهَرَمِ وَالْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa malas, kepikunan, kesalahan dan terlilit hutang.” (HR. al-Bukhari, 5891).

Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, karena Allah tidak menurunkan penyakit melainkan Dia juga menurunkan obatnya. Demikian pula dengan futur, orang yang mengetahui ilmunya, dia bisa mengatasinya. Sedangkan orang yang tidak mengetahui ilmunya, dia akan tetap menyelami gelapnya lautan futur. Berikut ini beberapa cara untuk mengatasi futur, yaitu:

1. Selalu menjaga dan memperbaharui iman 

Sesungguhnya menjaga dan memperbaharui iman –dengan izin Allah- dapat menjaga seseorang dari berbagai macam penyakit, termasuk futur.

Diantara hal yang dapat menjaga iman seseorang adalah banyak beribadah, menjaga ibadah-ibadah sunnah dan rawatib, qiyamul lail, puasa sunnah, dan tidak meninggalkan witir baik sedang mukim atau safar.

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya iman benar-benar bisa menjadi usang di dalam tubuh seseorang dari kalian sebagaimana usangnya pakaian. Maka memohonlah kepada Allah supaya memperbarui iman di hati kalian.” (HR. Hakim dan Thabrani).

2. Muraqabatullah dan banyak mengingat Allah. 

Hakikat muraqabah adalah engkau menyembah Allah seolah-olah melihatNya, dan jika engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.

Diantara hal yang harus adalah dalam muraqabutullah adalah takut kepada Allah, memuliakan dan mengagungkanNya, beriman secara mutlak bahwa Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, menguasai dan maha kuasa, cinta dan berharap kepadanya.

Membaca Al-Qur’an merupakan dzikir yang paling utama. Oleh karena itu, hendaklah Al-Qur’an menjadi wirid atau bacaan seorang muslim setiap hari, dan janganlah ia termasuk orang yang menjauhi Al-Qur’an.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: sesungguhnya dzikir akan memberikan kekuatan kepada orang yang berdzikir, bahkan dengan dzikir seseorang mampu melakukan sesuatu yang tidak sanggup dilakukan oleh orang yang tidak berdzikir.”

3. Ikhlas dan takwa. 

Lemah keikhlasan akan menyebabkan futur. Jika keikhlasan kuat, maka dia akan menjaga seseorang dari futur. Oleh karena itu, hendaklah seseorang selalu menjaga dan memperbaharui keikhlasannya.

Allah akan mengaruniakan cahaya dan pembeda (furqan) ke dalam hati orang yang ikhlas, sebagaimana dalam firmanNya, “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan kepada kalian.” (Qs. al-Anfal: 29).

4. Tashfiyah (membersihkan) hati. 

Membersihkan hati dari segala noda hasad, dengki, benci, dan buruk sangka merupakan bagian terbesar datangnya ketenangan hati. Tidak ada sesuatu yang paling keras bagi seseorang daripada hati yang dipenuhi dengan kebencian, dengki, hawa nafsu, dan segala dosa lainnya.

Tashfitul qalb (membersihkan hati) dapat dilakukan dengan selalu berkomunikasi dengan orang-orang yang berdakwah di jalan Allah, membalas keburukan dengan kebaikan, mendengar nasihat kebaikan, atau membaca kisah sahabat yang dijamin masuk surga karena tidak pernah dengki kepada orang lain.

5. Belajar ilmu syar’i dan mengikuti majelis ilmu. 

Ilmu adalah cahaya yang akan mengangkat pelakunya kepada derajat yang mulia. “Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu diantara kalian beberapa derajat.” (Qs. al-Mujadalah: 11). 

Semakin bertambah ilmu seseorang, maka akan semakin bertambah pula amalnya.

Keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas semua bintang-bintang. Ilmu bisa didapat dengan cara mengikuti majelis-majelis ilmu yang mengajarkan kebaikan. Orang yang selalu menghadiri majelis ilmu tersebut akan bertambah keilmuannya dan terdorong untuk lebih maju.

6. Memahami fiqih prioritas. 

Seorang muslim yang memahami fiqih prioritas dan apa yang harus dilakukan sesuai dengan kemampuannya, maka dia akan terhindar dari segala bentuk futur dan malas selama ada iman dan Islam di dalam hatinya.

Seorang da’i yang mengetahui realita dan keadaan umatnya, tidak mungkin memberikan tempat futur di dalam hatinya. Ini tidak mungkin. Kecuali orang yang rela dengan kehinaan dan kasih sayang hilang dari dirinya. “Barangsiapa yang dihinakan oleh Allah, maka tidak seorang pun yang memuliakannya.” (Qs. al-Hajj: 18).

7. Memiliki manhaj yang benar. 

Yang tidak boleh dilupakan oleh seseorang adalah manhaj yang benar. manhaj yang benar akan menjaga seseorang dari bingung dan ragu. Ia akan memberikan ketenangan dan ketenteraman kepada pelakunya. Jika manhaj seseorang salah, maka hal itu akan menghalangi dirinya untuk dapat merealisasikan tujuan-tujuan syariat yang hendak dicapai.

Mengikuti manhaj ahlus sunnah wal jama’ah dan berjalan diatas petunjuk salafus shalih akan memberikan pengaruh besar dalam amal seseorang, istiqamah, dan memberikan ketenangan dan ketenteraman di dalam hatinya.

8. Realistis dalam beramal (wasathiyah). 

Wasathiyah merupakan ciri dari umat ini. Allah berfirman, “Dan demikian pula, Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang adil dan pilihan (wasathiyah).” (Qs. al-Baqarah: 143).

Wasathiyah dapat dilakukan dalam akidah atau amal. Sedangkan orang-orang yang berlebihan (ghuluw) mereka akan mudah mengalami futur, apalagi mereka ghuluw dalam beramal seperti ibadah, thalabul ilmi, atau berdakwah kepada Allah.

Banyak sekali nash-nash Al-Qur’an yang menerangkan tentang wasathiyah dan perintah untuk menjauhi ghuluw dan berlebihan. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam melarang umatnya berbuat ghuluw di dalam sabdanya, “Jauhilah oleh kalian berlebih-lebihan (ghuluw), karena umat sebelum kalian binasa karena ghuluw.” (HR. Bukhari).

9. Memenej waktu dengan baik dan muhasabah diri. 

Diantara hal yang dapat membantu seseorang melakukan ibadah adalah mengatur waktu dengan baik. Perhatikanlah bagaimana Allah mengatur waktu-waktu shalat wajib begitu rapi dan indah! Hal itu untuk memberikan peluang kepada manusia untuk memenej waktunya dengan baik.

Selain itu, hendaklah seseorang melakukan muhasabah setiap selesai melakukan aktivitas apapun. Apa yang harus diperbaiki dan dihindari, sehingga ia mendapatkan hasil yang maksimal.

10. Berjama’ah. 

Diantara nasihat yang diberikan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam kepada Hudzaifah radhiyallahu anhu ketika terjadi fitnah adalah bergabung dengan jama’ah kaum muslimin. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam memerintahkan agar hidup berjama’ah dan melarang berpecah belah. Menyendiri berpotensi untuk berbelok arah karena tidak ada kawan yang menguatkan untuk bersabar dan istiqamah di atas ketaatan atau tidak ada yang mengingatkan di saat lalai.

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Hendaklah kalian hidup berjama’ah dan menjauhi perpecahan, karena setan selalu bersama orang yang sendirian sedangkan terhadap dua orang dia lebih jauh. Barangsiapa yang menginginkan kekayaan surga (buhbuhatul jannah), hendaklah dia menetapi al-Jama’ah.” (HR. Tirmidzi)

Yang dimaksud al-Jama’ah disini adalah ahlus sunnah wal jama’ah, karena ia merupakan kelompok yang selamat atau thaifah manshurah, bukan golongan atau ormas tertentu.

11. Beragam dalam melakukan ibadah. 

Jiwa memiliki sifat jenuh dan bosan, dan mencintai pembaruan dan keragaman. Memerhatikan kondisi jiwa merupakan perintah syariat. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam memiliki banyak cara dalam menasihati para sahabat agar mereka tidak bosan dan jenuh.

Syaidinna Ali bin Abi Thalib berkata: sesungguhnya jiwa memiliki semangat dan kejenuhan. Apabila semangat, hendaklah engkau kekang dengan tekad yang kuat, dan apabila jenuh, hendaklah engkau kekang dengan kewajiban.”

Yang dimaksud beragam dalam beramal adalah tidak berlebihan dan tidak membebani diri dengan sesuatu yang tidak sanggup dilakukannya. Karena membebani diri dengannya akan menimbulkan futur. Bacaan shalat saja, Nabi kita mengajarkan bacaan yang bervariasi, misal bacaan sujud atau ruku’ada yang panjang ada yang simpel. Demikian pula do’a dan amal-amal lainnya.

12. Berteman dengan orang shalih. 

Teman yang shalih akan memberikan pengaruh luar biasa bagi diri sahabatnya. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam memerintahkan agar berteman dengan orang shalih dan menjauhi teman yang buruk. Teman yang shalih akan selalu mengingatkan sahabatnya degan akhirat dan menjauhkannya dari perbuatan dosa dan maksiat.

Hendaklah kita menjadi Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sebagai teladan utama, karena beliau adalah pemimpin orang-orang shalih. Allah berfirman, “Sungguh, pada diri Rasul itu telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian.” (Qs. al-Ahzab: 21).

13. Berdoa dan memohon pertolongan kepada Allah. 

Doa adalah ibadah. Ia merupakan sarana penghubung seorang hamba dengan Rabbnya. Doa menampakkan kelemahan makhluk dan kemahakuasaan sang Khaliq.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah berjanji akan mengambulkan orang yang berdoa kepadaNya, “Berdoalah kepadaKu, niscaya Aku kabulkan doa kalian.” (Qs. Ghafir: 60). Futur merupakan ujian dalam agama, maka hendaklah seseorang selalu mendekat dan berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Ketika futur, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kita untuk berdoa kepada Allah, “Sesungguhnya iman benar-benar bisa menjadi usang di dalam tubuh seseorang dari kalian sebagaimana usangnya pakaian. Maka memohonlah kepada Allah supaya memperbarui iman di hati kalian.” (HR. Hakim dan Thabrani).

Beliau Shallallahu alaihi wasallam selalu memohon perlindungan kepada Allah dari futur. Disebutkan dalam hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wasallam berdoa,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَرَمِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْبُخْلِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat malas, dan berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut, dan berlindung kepada-Mu dari sifat pikun dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir.” (HR. Bukhari)

14. Mencari guru yang baik. 

Guru yang baik akan senantiasa menasihati muridnya untuk berjalan di atas jalan kebenaran dan menjauhi segala bentuk perbuatan tidak baik, termasuk futur. Ia akan mengajarkan kepada muridnya keutamaan orang-orang yang dekat dengan Allah dan jauh dari maksiat, menceritakan kepadanya akibat buruk dari orang-orang yang jauh dariNya, dan memotivasinya untuk senantiasa seimbang dan realistis dalam beramal dan melakukan ketaatan kepada Allah.

15. Menjauhi dari perbuatan kemaksiatan 

Melakukan maksiat, kemungkaran dan makan harta haram.

Dosa dan maksiat merupakan beban maknawi di dunia dan hissi  di akhirat. Di dunia, jiwa dan hati pelaku merasa terbebani, dan di akhirat mendapatkan siksa. Allah berfirman, “Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri, dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan.” (Qs. al-Ankabut: 13).

Kemaksiatan tidak hanya menimbulkan fatur saja, bahkan ia akan mengantarkan pelakukan kepada penyimpangan. Terkadang seorang muslim rajin dalam beribadah, berdakwah atau menuntut ilmu, tetapi dia meremehkan sebagian maksiat, khususnya dosa-dosa kecil, atau tidak maenjauhkan dirinya dari syubhat, atau bahkan makan makanan yang haram. Maka, lambat laun futur akan menimpa dirinya.

 وَلَا تَطْغَوْا فِيهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِي ۖ وَمَنْ يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِي فَقَدْ هَوَىٰ

“Dan janganlah kamu melampaui batas yang menyebabkan kemurkaan –Ku menimpamu. Dan barang siapa di timpa musibah oleh kemurkaan-Ku, makabinasalah ia”. (QS. Toha;81).

16. Tekun mengamalkan amalan siang dan malam. 

وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا

Dan orang-orang yang melalui malam harinya dengan bersujud dan berdiri untuk Robb mereka”. (QS. Al-Furqon:64).

Dalam beramal, hendaklah seseorang memulainya dari yang kecil atau yang mudah ia lakukan, dan ia sanggup melakukannya terus-menerus. Inilah yang dinasihatkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepada Handzalah radhiyallahu anhu.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala lebih menyukai amalan yang dilakukan terus menerus meskipun sedikit (kecil). Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan terus menerus meskipun sedikit.” (HR. Bukhari).

17. Mengenal kendala yang akan menghadang 

وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ 

Dan beberapa banyak Nabi yang berperang bersama mereka sebagian besar karena bencana yang menimpa di jalan Allah, dan tidak pula lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang orang yang sabar. (QS. Ali- Imran :146).

Kita memohon kepada Allah agar senatiasa mengaruniakan keistiqamahan dalam beribadah kepadaNya dan menjauhkan kita dari segala perbuatan tidak baik, termasuk futur.

Semoga bermanfaat....


ONE DAY ONE HADITS 

Senin, 29 Juli 2024 M / 22 Muharram 1446 H.

Mengobati Penyakit Futur 

عَنْ مُجَاهِدٍ قَالَ دَخَلْتُ أَنَا وَيَحْيَى بْنُ جَعْدَةَ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ مِنْ أَصْحَابِ الرَّسُولِ قَالَ ذَكَرُوا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَوْلاَةً لِبَنِى عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ إِنَّهَا قَامَتِ اللَّيْلَ وَتَصُومُ النَّهَارَ. قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَكِنِّى أَنَا أَنَامُ وَأُصَلِّى وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ فَمَنِ اقْتَدَى بِى فَهُوَ مِنِّى وَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً ثُمَّ فَتْرَةً فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى بِدْعَةٍ فَقَدْ ضَلَّ وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّةٍ فَقَدِ اهْتَدَى »

Dari Mujahid, ia berkata, aku dan Yahya bin Ja’dah pernah menemui salah seorang Anshor yang merupakan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, para sahabat Rasul membicarakan bekas budak milik Bani ‘Abdul Muthollib. Ia berkata bahwa ia biasa shalat malam (tanpa tidur) dan biasa berpuasa (setiap hari tanpa ada waktu luang untuk tidak puasa). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Akan tetapi aku tidur dan aku shalat malam. Aku pun puasa, namun ada waktu bagiku untuk tidak berpuasa. Siapa yang mencontohiku, maka ia termasuk golonganku. Siapa yang benci terhadap ajaranku, maka ia bukan termasuk golonganku. Setiap amal itu ada masa semangat dan ada masa malasnya. Siapa yang rasa malasnya malah menjerumuskan pada bid’ah, maka ia sungguh telah sesat. Namun siapa yang rasa malasnya masih di atas ajaran Rasul, maka dialah yang mendapat petunjuk.” (HR. Ahmad 5: 409).

Pelajaran yang terdapat di dalam hadits: 

1- Secara bahasa Futur berarti putusnya kegiatan setelah kontinyu bergerak. Juga dapat berarti dalam diam setelah bergerak. Atau : malas, lamban dan santai setelah sungguh-sungguh. Penyakit futur ini menimpa orang-orang yang telah bergerak. Ia tidak menimpa orang yang tidak atau belum bergerak.

2- Riwayat di atas menunjukkan bahwa setiap orang akan semangat dalam sesuatu, dan waktu ia kendor semangatnya. Dan di antara sebab mudah futur (malas dalam ibadah) adalah karena terlalu berlebihan dalam suatu amalan. Sehingga sikap yang bagus adalah pertengahan dalam amalan atau belajar, tidak meremehkan dan tidak berlebihan.

3- Untuk mengobati penyakit futur ini, beberapa ulama memberikan beberapa resep.

1- Jauh dari kemaksiatan

2-Tekun mengamalkan amalan siang dan malam

3- Mengagendakan amalan yang ia kerjakan.

4-Menjauhi hal-hal yang berlebihan.

Berlebihan dalam kebaikan bukan merupakan tindakan bijaksana. Apalagi berlebihan

dalam keburukan

5- Melazimi Jamaah

“ Jamaah itu rahmat. Sehingga terhindarlah ia dari kebosanan dan kerutinan".

6- Mengenal kendala yang akan menghadang.

7- Memilih teman yang shalih

8- Menghibur diri dengan hal yang mubah.

9- Mengingat mati, syurga dan neraka

10- Muhasabah (menghisab) diri.

Tema hadits yang berkaitan dengan Al-Quran: 

1- Jauh dari kemaksiatan

 وَلَا تَطْغَوْا فِيهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِي ۖ وَمَنْ يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِي فَقَدْ هَوَىٰ

“Dan janganlah kamu melampaui batas yang menyebabkan kemurkaan –Ku menimpamu. Dan barang siapa di timpa musibah oleh kemurkaan-Ku, makabinasalah ia”. (QS. Toha;81)

2- Tekun mengamalkan amalan siang dan malam.

وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا

Dan orang-orang yang melalui malam harinya dengan bersujud dan berdiri untuk Robb mereka”. (QS. Al-Furqon:64).

3-Menjauhi hal-hal yang berlebihan.

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ 

Maka bertaqwalah kamu kepada Allah sesuai dengan kesanggupanmu !

(QS. At-Taghobun:16).


4- Mengenal kendala yang akan menghadang


وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ 


Dan beberapa banyak Nabi yang berperang bersama mereka sebagian besar karena bencana yang menimpa di jalan Allah, dan tidak pula lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang orang yang sabar. (QS. Ali- Imran :146).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.