Selasa, 07 Desember 2021

17 KATA MUTIARA SYEH ABDUL QODIR AL JAILANI MENYEJUKKAN HATI (BAGIAN 4)

Edisi Selasa, 7 Desember 2021 M / 2 Jumadil Awwal 1443 H.

Syeh Abdul Qadir Jailani lahir sebagai anak yatim (di mana ayahnya telah wafat sewaktu beliau masih dalam kandungan enam bulan) di tengah keluarga yang hidup sederhana dan saleh. Ayahnya, al-Imam Sayyid Abi Shalih Musa Zangi Dausat, adalah ulama fuqaha ternama, Mazhab Hambali, dan garis silsilahnya berujung pada Hasan bin Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam.

Sedangkan, ibunya adalah Ummul Khair Fathimah, putri Sayyid Abdullah Sauma'i, seorang sufi terkemuka waktu itu. Dari jalur ini, silsilahnya akan sampai pada Husain bin Ali bin Abi Thalib. Jika silsilah ini diteruskan, akan sampai kepada Nabi Ibrahim melalui kakek Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam, Abdul Muthalib. Ia termasuk keturunan Rasulullah dari jalur Siti Fatimah binti Muhammad Shallallahu 'alaihi Wasallam Karena itu, ia diberi gelar pula dengan nama Sayyid.

Keistimewaan Syekh Abdul Qadir al-Jailani sudah tampak ketika dilahirkan. Konon, ketika mengandung, ibunya sudah berusia 60 tahun. Sebuah usia yang sangat rawan untuk melahirkan. Bahkan, ketika dilahirkan yang bertepatan dengan bulan Ramadhan, Syekh Abdul Qadir al-Jailani tidak mau menyusu sejak terbit fajar hingga Maghrib.

Namun, kebesaran Syekh Abdul Qadir al-Jailani bukan semata-mata karena faktor nasab dan karamahnya. Ia termasuk pemuda yang cerdas, pendiam, berbudi pekerti luhur, jujur, dan berbakti kepada orang tua.

Selain itu, kemasyhuran namanya karena kepandaiannya dalam menguasai berbagai ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang agama. Ia menguasai ilmu fikih dan ushul fikih. Kendati menguasasi Mazhab Hanafi, ia pernah menjadi mufti Mazhab Syafi'i di Baghdad.

Di samping itu, ia juga dikenal sangat alim dan wara. Hal ini berkaitan dengan ajaran sufi yang dipelajarinya. Ia suka tirakat, melakukan riyadhah dan mujahadah melawan hawa nafsu.

Selain penguasaannya dalam bidang ilmu fikih, Syekh Abdul Qadir al-Jailani juga dikenal sebagai peletak dasar ajaran tarekat Qadiriyah. Al-Jailani dikenal juga sebagai orang yang memberikan spirit keagamaan bagi banyak umat. Karena itu, banyak ulama yang menjuluki 'Muhyidin' (penghidup agama) di depan namanya. Berikut ini beberapa kata-kata mutiara Syeh Abdul Qadir Jailani :

1. “Kuncilah pintu qalbumu. Hentikan segala sesuatu untuk masuk ke dalamnya. Isilah dengan zikrullah saja. Bertaubatlah setiap kali kau mengerjakan maksiat. Sesalilah perbuatanmu yang kurang sopan. Tangisilah kesalahan-kesalahanmu. Bantulah kaum fakir miskin dengan sedikit hartamu. Janganlah bersikap tamak. Sebentar lagi hartamu akan kau tinggalkan. Orang mukmin yang kuat keyakinannya tidaklah bersikap kedekut. Sikap demikian inilah yang menyebabkan bahagia, baik di dunia mahupun di akhirat kelak.”

2. Nabi Isa alaihi salam berkata kepada iblis yang bermaksud: “Siapa yang paling kau senangi? Jawab iblis: “Orang mukmin yang bakhil”. Nabi Isa alaissalam bertanya lagi: “Siapa yang paling kau benci? Iblis menjawab: “Orang fasiq yang dermawan.” “Mengapa begitu?”, tanya Nabi Isa al.aihissalam Iblis menjawab: “Ya, aku menginginkan dari orang mukmin yang bakhil agar ketamakannya itu menjerumuskannya ke jurang kemaksiatan, dan aku sangat khuatir kalau keburukan-keburukan orang fasiq itu terhapus oleh kedermawannya.”

3. Nabi Isa alaihis salam berkata kepada iblis yang bermaksud: “Siapa yang paling kau senangi? Jawab iblis: “Orang mukmin yang bakhil”. Nabi Isa alaihissalam bertanya lagi: “Siapa yang paling kau benci? Iblis menjawab: “Orang fasiq yang dermawan.” “Mengapa begitu?”, tanya Nabi Isa alaihissalam Iblis menjawab: “Ya, aku menginginkan dari orang mukmin yang bakhil agar ketamakannya itu menjerumuskannya ke jurang kemaksiatan, dan aku sangat khuatir kalau keburukan-keburukan orang fasiq itu terhapus oleh kedermawannya.”

4. “Allah Azza Wajalla menciptakan ubat dan penyakit. Maksiat adalah penyakit, sedangkan taat adalah ubat. Zalim itu penyakit, sedangkan adil itu ubat. Salah itu penyakit, sedangkan benar itu ubat. Menentang Allah itu penyakit, sedangkan taubat dari segala dosa itu ubat.”

5. “Ketahuilah bahawa agamamu akan hilang disebabkan empat perkara:

1. Kamu tidak mengamalkan apa yang telah kamu ketahui.

2. Kamu mengamalkan apa yang tidak kamu ketahui.

3. Kamu tidak mahu berusaha mengetahui apa yang tidak kamu ketahui, sehingga tetap bodoh.

4. Kamu melarang manusia untuk berusaha mengetahui apa yang mereka tidak mengetahuinya.”

6. “Syirik itu ada kalanya dalam lahir dan ada kalanya dalam bathin. Syirik lahir ialah menyembah kepada selain Allah. Adapun syirik bathin ialah menggantungkan nasib kepada sesama makhluk dan menganggap mereka yang mendatangkan bahaya dan manfaat.”

7. “Wahai orang yang tertipu! Tiang atas kehidupanmu telah retak, dinding kehidupanmu juga telah condong, bahkan rumah yang kamu duduki telah roboh. Kamu harus segera meninggalkannya dan pindah ke tempat lain. Carilah rumah akhirat! Langkahkan kakimu ke sana. Apakah kakinya? Kakinya ialah amal yang baik. Persembahkan hartamu untuk akhirat, supaya kelak kamu boleh mendapatkannya di sana.

Wahai orang yang tertipu oleh gemerlapan dunia! Wahai orang yang sibuk dengan sesuatu yang tidak bererti! Wahai orang yang meninggalkan kemuliaan dan sibuk dengan para hamba! Celakalah menanti kamu!.”

8. “Celakalah, engkau melakukan perbuaan ahli neraka, tetapi kau mengharapkan syurga. Engkau tamak bukan pada tempatnya. Janganlah kau tergiur dengan barang pinjaman yang kau kira sebagai milikmu sendiri. Sebentar lagi, barang itu akan diambil dari tanganmu. Allah Azza Wajalla telah meminjamkan kehidupan kepada mu, sehingga dengan itu kau patuh kepadaNya. Kehidupan yang pendek merupakan barang pinjaman itu kau anggap sebagaai milik peribadimu, sehingga kau perlakukan semahu mu.”

9. Jika tauhid, ikhlas, makrifat dan mahabah kepada Allah Azza Wajalla telah benar-benar meresap dalam lubuk hatinya, maka datanglah (kepadanya) keteguhan pendirian dan kelonggaran mutlak. Datang pula kepadanya kekuatan raksasa dari Allah Azza Wajalla. Ia, dengan kekuatannya itu, sanggup memikul beban berat makhluk, tanpa payah. Ia mendekati mereka, ia menuntut mereka. Segala kesibukannya hanya untuk kemaslahatan mereka, namun tidak melalaikannya daripada Tuhannya walau sekejap masa. Orang yang zuhud selalu berusaha lari dari makhluk, tetapi orang zuhud yang kamil tidak demikian. Ia tidak berusaha menghindari mereka, kerana ia sudah mencapai darjat arifbillah (makrifat kepada Allah Subhanahu WaTa'ala).”

10. “Keberanian musuh (orang-orang kafir) dinilai dari ketabahannya di saat berhadapan dengan mereka. Tetapi, keberanian orang-orang soleh dinilai dari segi ketabahannya di waktu bertemu dengan hawa nafsu, kesenangan, perwatakan syaitan-syaitan dan teman-teman mereka yang sentiasa mengajak berbuat kejahatan. Sedangkan keberanian orang-orang khas (Khawwash) dinilai dari segi “zuhud”nya dalam urusan dunia dan akhirat dan kebergantungannya kepada Allah Azza Wajalla.”

11. “Alangkah baik keadaan orang mukmin di dunia dan di akhirat. Di dunia ia tidak berdukacita segala sesuatu yang ada padanya setelah ia mengetahui bahawa Tuhannya berkenan meredhainya. Di mana saja ia berada, pasti ia menemui bahagiannya dan merasa puas dengan haknya itu. Ke mana saja ia menghadap, ia selalu memandang dengan Nur Allah Azza Wajalla, tiada kegelapan baginya. Semua isyaratnya tertuju kepada Allah Azza Wajalla. Segala pegangan dan tawakalnya juga hanya tertuju padaNya. Hati-hatilah, jangan sekali-kali anda menyakiti orang mukmin sebab penyakit orang mukmin adalah satu racun dalam tubuh orang-orang yang menyakitinya, dan juga merupakan faktor penyebab kefakiran dan disiksaNya..”

12. “Berserahlah diri kepada Allah Azza Wajalla. Bermohonlah kepadaNya untuk memenuhi keperluan-keperluanmu. Janganlah kau kira amal perbuatan yang kau lakukan saat jatuh miskin. Bukalah lebar-lebar pintu hubunganmu dengan Dia. Akuilah segala dosamu. Mohonlah ampun (maghfirah) kepadaNya atas semua kekuranganmu. Yakinilah bahawa tidak ada kemudaratan, tidak ada yang memberi faedah atau memberi anugerah, dan tidak ada yang mampu menolak kenestapaan kecuali Dia. Pada saat-saat itulah buta hatimu lenyap. Mata hatimu telah terbebas dari segala penderitaan.

Saudaraku! sikap itu bukanlah terdapat pada pakaian atau makanan. Sikap itu bersemayam dalam lubuk hati sanubari yang zuhud. Orang yang benar akan mengenakan pakaian sufi dalam batinnya, baru kemudian mengenakannya pada lahirnya. Secara berturut-turut dikenakan pada dirinya, hatinya, jiwanya, dan kemudian anggota-anggota badannya.

Jika semuanya telah berselimut dengan pakaian itu, maka datanglah tangan kasih sayang dan anugerah yang menggantikannya dengan pakaian sukacita, siksaan berganti dengan kenikmatan, kemarahan berganti dengan kesenangan, kekhuatiran berganti dengan ketenteraman, jauh berganti dekat, dan fakir berganti dengan kaya.”

13. “Saudara! Jika bicara, bicaralah dengan niat yang baik. Jika diam, diamlah dengan niat yang baik. Setiap orang yang tidak berniat dalam beramal, maka tiada berguna baginya amal yang ia kerjakannya itu, amalnya sia-sia. Baik engkau bicara atau diam, kau tetap berdosa sebab engkau tidak membenarkan niatmu, diam dan bicara yang tidak mengikut sunnah. ”

14. “Jika kamu memberikan makanan mu kepada para muttaqin serta membantu dia dalam urusan dunia, lalu kamu mendapatkan bahagian pahala dari amal yang ia lakukan, tidak kurang sedikitpun kerana kamu telah menolong niatnya dan telah menghilangkan kesulitannya. Pendek kata, kamu telah mempercepatkan langkahnya ke hadapan Allah Azza Wajalla. Demikian pula jika kamu memberikan makanan mu kepada orang munafik yang nyata dan melakukan maksiat, serta kamu membantunya dalam urusan dunia, bererti kamu akan mendapat siksa dari kejahatannya, tidak kurang sedikitpun kerana kamu telah menolongnya dalam maksiat kepada Allah Azza Wajalla. Tentu saja keburukannya akan kembali kepadamu.”

15. “Orang mukmin yang berjiwa qanaah hanya perlu sedikit saja harta dunia. Ia masuk ke ribaan Tuhannya dengan mengajukan permintaan, permohonan, tawadhuk dan taubat kepadaNya. Bila diberi sesuatu yang ia inginkan, ia bersyukur kepada Allah Subhanahu WaTa'ala atas pemberiannNya itu. Bila tidak, ia sabar menerima apa-apa yang menjadi iradahNya, tanpa mengajukan protes dan tanpa menentang. Ia tidak menuntut kekayaan dengan cara menjual agamanya, menampilkan sikap riak dan nifaq, seperti yang kau lakukan hai orang hipokrit.”

16. “Bila qalbu seorang hamba telah sampai (wusyul) kepada Tuhannya, maka Dia menjadikan hamba itu selalu memerlukanNya, mendekati diri kepadaNya, memberikan kedudukan tinggi kepadaNya.”

“Ilmu pengetahuan itu tidak bermanfaat apabila tidak diamalkan. Dalam kegelapan, kamu memerlukan sedikit sinar, iaitu hukum Allah yang harus diamalkan hari demi hari, tahun demi tahun sehingga buahnya dapat kamu nikmati.”

17. “Jadilah engkau orang yang berakal, dan janganlah jadi pendusta. Kau mengatakan, “Saya ini takut kepada Allah Subhanahu WaTa'ala, tetapi engkau justeru takut kepada selain-Nya. Janganlah engkau takut kepada jin, manusia dan malaikat. Janganlah takut kepada haiwan, baik yang dapat berbicara mahupun yang bisu. Juga jangan takut kepada siksaan dunia mahupun akhirat, tetapi takutlah kepada Zat yang menyiksa.”

Cintailah Dia, beramallah demi-Nya, bukan demi yang lain selain Dia. Takutlah kepada-Nya, jangan kepada yang lain. Semuanya itu dengan hati, bukan dengan cakapan mulut. Itu semua ada dalam khalwat (bathin), bukan dalam jalwat (lahiriah). Q tauhid di ambang pintu rumah, ternyata syirik bersemayam di dalamnya, maka demikian itu adalah “nifaq” (hipokrit). Hindarilah taqwa di mulut, liar di hati, syukur di lisan dan ingkar di hati. Celaka jika ucapan mulut tidak sama dengan qalbumu.

Semoga bermanfaat....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.