Minggu, 15 Oktober 2023

ADAB BERTAMU DALAM ISLAM DAN DALILNYA

Edisi Ahad, 15 Oktober 2023 M / 29 Rabi'ul Awwal 1445 H.

Banyak cara yang dapat kita lakukan dalam upaya untuk menyambung tali silahturahmi dan mempererat persaudaraan. Salah satunya adalah saling mengunjungi rumah satu sama lain atau bertamu. Dengan bertamu, seseorang semakin mengenal tetangganya atau saudaranya beserta keluarganya, lebih mengetahui keadaan mereka, dan seakan-akan memberi perhatian yang lebih kepada mereka.

Berkaitan dengan bertamu, islam memiliki adab-adab yang harus dipatuhi oleh seorang muslim. Adab-adab ini ditujukan agar sang penerima tamu tetap merasa dihormati dan tamu tetap menjunjung sopan santun dan tatakrama sehingga sang penerima tamu tidak merasa keberatan jika dikunjungi, atau bahkan senang jika dikunjungi.

Adab-adab dalam bertamu antara lain:

1. Memenuhi undangan dalam rangka menghormati sesama muslim dan masuk setelah mendapat izin 

Hal ini sangat dianjurkan. Kecuali ada suatu udzur yang sangat penting sehingga menyebabkan kita tidak dapat datang pada waktunya, atau bahkan jika kita datang itu akan membahayakan kita.

Kita sangat tidak dianjurkan untuk membedakan siapa yang akan datang mengunjungi rumah kita. Apalagi jika kita membedakan antara orang yang kaya dan orang yang miskin.

Ketika sudah sampai di rumah seseorang yang mengundang kita, masuklah setelah diizinkan oleh tuan rumah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan batasan kepada kita untuk meminta izin (atau mengucapkan salam) dalam bertamu sebanyak tiga kali. Semisal pintu telah dibuka ketika salam ketiga, kita harus tetap menunggu izin pemilik rumah untuk masuk. Hal tersebut dijelaskan dalam hadist berikut ini :

Dari Abu Musa Al-Asy’ary radhiallahu’anhu, dia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Minta izin masuk rumah itu tiga kali, jika diizinkan untuk kamu (masuklah) dan jika tidak maka pulanglah!’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kenapa harus menunggu diizinkan? Agar sang pemilik rumah sempat menutupi hal-hal atau mungkin aib yang tidak diinginkan terlihat oleh tamu yang datang dan sempat menutupinya.

2. Jika tiga kali salam kita tidak mendapatkan jawaban, sebaiknya kita pulang kembali 

Hal ini sesuai dengan Sunnah Rasululah Shallallahu alaihi wasallam yang hanya mengucapkan tiga kali salam saat bertamu. Begitupun juga jika pemilik rumah meminta kita untuk pulang atau menunda kunjungan kita, karena hal tersebut merupakan hak pemilik rumah.

Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. An-Nuur [24]: 28).

Bisa saja pada hari ketika kita datang, sang pemilik rumah sudah memiliki agenda lainnya. Maka dari itu lebih baik lagi jika sebelumnya kita mengabarkan kedatangan kita kepada pemilik rumah yang akan kita datangi.

3. Jangan mengetuk pintu rumah secara berlebihan dan tidak berdiri menghadap pintu masuk 

“Kami di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetuk pintu dengan kuku-kuku.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod bab Mengetuk Pintu).

Hal ini untuk mencegah kita tidak secara langsung melihat apa yang ada di dalam rumah orang yang mengundang kita sebelum diizinkan. Hal ini berkaitan dengan kesiapan pemilik rumah untuk mempersiapkan segalanya dalam menyambut tamu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Abdullah bin Bisyr ia berkata,

 “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mendatangi pintu suatu kaum, beliau tidak menghadapkan wajahnya di depan pintu, tetapi berada di sebelah kanan atau kirinya dan mengucapkan assalamu’alaikum… assalamu’alaikum…” (HR. Abu Dawud, shohih).

4. Jika ketika kita mengucapkan salam kemudian pemilik rumah bertanya, “siapa?” maka jawablah dengan nama jelas kita 

Hal ini dijelaskan dalam hadist berikut :

“Aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku mengetuk pintu, lalu beliau bertanya, ‘Siapa?’ Maka Aku menjawab, ‘Saya.’ Lalu beliau bertanya, ‘Saya, saya?’ Sepertinya beliau tidak suka.” (HR. Bukhari dan Muslim).

5. Jangan berlama-lama saat bertamu 

Segeralah pulang setelah selesai menghabiskan makanan yang memang dihidangkan untuk kita, kecuali pemilik rumah meminta atau memperbolehkan kta untuk tinggal. Lamanya waktu bertamu dan panjangnya percakapan ditakutkan akan mengganggu sang pemilik rumah, terlebih jika sang pemilik rumah memiliki agenda lain setelahnya di hari itu.

Berikut dalil dari dua poin diatas :

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak makanannya! Namun, jika kamu diundang, masuklah! Dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan! Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi. Lalu, Nabi malu kepadamu untuk menyuruh kamu keluar. Dan Allah tidak malu menerangkan yang benar.” (QS. Al Azab: 53).

6. Disunnahkan untuk tetap menghadiri undangan ketika sedang berpuasa 

Hal ini dinilai sebagai usaha menampakkan kebahagiaan karena telah diundang dan membahagiakan seseorang yang telah mengundang kita. Hal tersebut termasuk sebagai ibadah.

Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam bersabda :

“Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim).

7. Lebih baik jika kita membawa buah tangan untuk pemilik rumah yang kita kunjungi 

Memberi hadiah dapat membuat satu sama lain saling mencintai saudaranya. Seperti yang dijelaskan dalam hadist dibawah ini :

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berilah hadiah di antara kalian! Niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari).

8. Jika kita membawa seseorang yang tidak diundang, maka minta izinlah terlebih dahulu kepada pemilik rumah yang mengundang kita 

Seperti yang dijelaskan dalam hadist dibawah ini :

“Ada seorang laki-laki di kalangan Anshor yang biasa dipanggil Abu Syuaib. Ia mempunyai seorang anak tukang daging. Kemudian, ia berkata kepadanya, “Buatkan aku makanan yang dengannya aku bisa mengundang lima orang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengundang empat orang yang orang kelimanya adalah beliau. Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Engkau mengundang kami lima orang dan orang ini mengikuti kami. Bilamana engkau ridho, izinkanlah ia! Bilamana tidak, aku akan meninggalkannya.” Kemudian, Abu Suaib berkata, “Aku telah mengizinkannya.” (HR. Bukhari).

9. Mendoakan sang pemilik rumah yang memberi kita hidangan setelah kita mencicipi makanan tersebut 

Beberapa doa yang tertulis dalam hadits adalah sebagai berikut :

“Orang-orang yang puasa telah berbuka di samping kalian. Orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian. semoga malaikat mendoakan kalian semuanya.” (HR Abu Daud).

“Ya Allah berikanlah makanan kepada orang telah yang memberikan makanan kepadaku dan berikanlah minuman kepada orang yang telah memberiku minuman.” (HR. Muslim)

“Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki mereka.” (HR. Muslim).

10. Berpakaian rapi dan Meminta izin pulang dan pamit kepada seluruh pemilik rumah yang mengundang kita 

Sebelum berkunjung ke rumah seseorang, ada baiknya menggunakan pakaian rapi dan pantas untuk menghormati diri sendiri dan sang pemilik rumah.

Hal ini dilakukan dengan sikap yang santun dan sopan. Jangan lupakan kata terimakasih serta mohon maaf karena telah ‘merepotkan’mereka.

11. Memberi Isyarat dan Salam Ketika Datang 

Satu lagi etika bertamu menurut Islam adalah harus meminta izin atau salam ketika datang.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat”. (QS. An Nur:27).

Sebagaimana juga terdapat dalam hadits dari Kildah ibn Al-Hambal radhiallahu’anhu, ia berkata “Aku mendatangi Rasulullah lalu aku masuk ke rumahnya tanpa mengucap salam. Maka Rasulullah bersabda, ‘Keluar dan ulangi lagi dengan mengucapkan ‘assalamualaikum’, boleh aku masuk?'”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi berkata: Hadits Hasan).

12. Jangan Mengintip ke Dalam Rumah 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencela perbuatan ini dan memberi ancaman kepada siapa saja yang mengintip ke rumah seseorang saat hendak bertamu.

“Dari Sahal bin Saad ia berkata: Ada seorang lelaki mengintip dari sebuh lubang pintu rumah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan pada waktu itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Jika aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkanuntuk meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR. Bukhari).

13. Memperkenalkan Diri Sebelum Masuk dan Duduk dengan sopan 

Saat bertamu hendaknya tamu memperkenalkan diri secara jelas ketika tuan rumah bertanya terutama saat malam hari.

Setelah tuan rumah mempersilahkan untuk masuk, hendaknya tamu masuk dan duduk dengan sopan di tempat duduk yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah.

14. Tamu Lelaki Dilarang Masuk ke Dalam Rumah Apabila Tuan Rumah Hanya Seorang Wanita 

Dalam hal ini, apabila tuan rumah seorang perempuan dalam keadaan seorang diri di rumah. Tidak diperkenankan mempersilahkan tamu laki-laki untuk masuk ke dalam rumah. Cukup diluar rumah saja dan ditanyakan apa maksud kedatangannya.

15. Menerima Jamuan Tuan Rumah dengan Senang Hati 

Apabila tuan rumah memberikan jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan tersebut dengan senang hati, tidak menampakkan sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika sekiranya tidak suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa dirinya tidak terbiasa menikmati makanan atau minuman seperti itu.

16. Segeralah Pulang Setelah Selesai Urusan 

Kesempatan bertamu dapat digunakan untuk membicarakan berbagai permasalahan hidup. Namun demikian, pembicaraan harus dibatasi tentang permasalahan yang penting saja, sesuai tujuan berkunjung.

17. Lama Waktu Bertamu Maksimal Tiga Hari Tiga Malam 

Terhadap tamu yang jauh tempat tinggalnya, Islam memberi kelonggaran bertamu selama tiga hari tiga malam. Waktu tersebut dikatakan sebagai hak bertamu. Setelah waktu itu berlalu maka habislah hak untuk bertamu kecuali jika tuan rumah menghendakinya. Dengan pembatasan waktu tiga hari tiga malam itu, beban tuan rumah tidak telampau berat dalam menjamu tamunya.

Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيَْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ قاَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمَهُ؟ قَالَ :يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْئَ لَهُ يقْرِيْهِ بِهِ

“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”

Demikian penjelasan singkat mengenai adab-adab bertamu yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam, sehingga membuat kita semakin paham mengenai hak-hak pemilik rumah yang kita kunjungi dan kita dapat menjunjung sopan santun dihadapan orang lain.

Semoga bermanfaat...


ONE DAY ONE HADITS 

Ahad, 15 Oktober 2023 M / 29 Rabi'ul Awwal 1445 H. 

Perintah Saling Mengunjungi untuk Kebaikan 

عن أبي جُحَيْفَة وَهْب بنِ عبد اللهِ رضي الله عنه قَالَ: آخَى النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم بَيْنَ سَلْمَانَ وَأَبي الدَّرْداءِ، فَزارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرداءِ فَرَأى أُمَّ الدَّرداءِ مُتَبَذِّلَةً، فَقَالَ: مَا شَأنُكِ؟ قَالَتْ: أخُوكَ أَبُو الدَّردَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ في الدُّنْيَا، فَجاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا، فَقَالَ لَهُ: كُلْ فَإِنِّي صَائِمٌ، قَالَ: مَا أنا بِآكِلٍ حَتَّى تَأكُلَ فأكل، فَلَمَّا كَانَ اللَّيلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّردَاءِ يَقُومُ فَقَالَ لَهُ: نَمْ، فنام، ثُمَّ ذَهَبَ يَقُومُ فَقَالَ لَهُ: نَمْ. فَلَمَّا كَانَ من آخِر اللَّيلِ قَالَ سَلْمَانُ: قُم الآن، فَصَلَّيَا جَمِيعًا فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ: إنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيكَ حَقًّا، وَلأَهْلِكَ عَلَيكَ حَقًّا، فَأعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ، فَأَتَى النَّبيَّ صلى الله عليه وسلم فَذَكَرَ ذلِكَ لَهُ فَقَالَ النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم: ((صَدَقَ سَلْمَانُ)). رواه البخاري. 

Dari Abu Juhaifah yaitu Wahab bin Abdullah r.a., katanya: "Nabi s.a.w. mempersaudarakan antara Salman dan Abuddarda' -maksudnya keduanya disuruh berjanji untuk berlaku sebagai saudara." Salman pada suatu ketika berziarah ke Abuddarda', ia melihat Ummud Darda' - isteri Abuddarda' - mengenakan pakaian yang serba kusut - yakni tidak berhias samasekali, Salman bertanya padanya: "Mengapa saudari berkeadaan sedemikian ini?" Wanita itu menjawab: "Saudaramu yaitu Abuddarda' itu sudah tidak ada hajatnya lagi pada keduniaan - maksudnya: Sudah meninggalkan keduniaan, baik terhadap wanita atau lain-lain."

Dalam riwayat Addaraquthni lafaz Fiddunyaa, diganti dengan lafaz Fi nisaid dunyaa, artinya tidak ada hajatnya lagi pada kaum wanita di dunia ini. Sementara itu dalam riwayat Ibnu Khuzaimah ditambah pula dengan kata-kata Yashuumun nahaar wa yaquumullail, artinya: Ia berpuasa pada siang harinya dan terus beribadah - yang pada malam harinya."

Abuddarda' lalu datang, kemudian ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abuddarda' berkata kepada Salman:

"Makanlah, karena saya berpuasa." Salman menjawab: "Saya tidak akan suka makan, sehingga engkaupun suka pula makan."

Abuddarda' lalu makan.

Setelah malam tiba, Abuddarda' mulai bangun. Salman berkata kepadanya: "Tidurlah!" Ia tidur lagi. Tidak lama kemudian bangun lagi dan Salman berkata pula: "Tidurlah!" Kemudian setelah tiba Akhir malam, Salman lalu berkata pada Abuddarda': "Bangunlah sekarang!" Keduanya terus bersembahyang. Selanjutnya Salman lalu berkata: "Sesungguhnya untuk Tuhanmu itu ada hak atas dirimu, untuk dirimu sendiri juga ada hak atasmu, untuk keluargamupun ada hak atasmu. Maka berikanlah kepada setiap yang berhak itu akan haknya masing-masing."

Abuddarda' - paginya - mendatangi Nabi Shallallahu alaihi wasallam kemudian menyebutkan peristiwa semalam itu, lalu Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

"Salman benar ucapannya." (Riwayat Bukhari).

Pelajaran yang terdapat di dalam hadits : 

1- Dengan berdasarkan Hadits di atas, maka syariat Agama Islam memerintahkan kepada kaum Musiimin agar antara seorang dengan yang lainnya bersikap sebagaimana orang-orang yang bersaudara dan semata-mata bukan karena ini atau itu, tetapi hanya untuk mengharapkan keridhaan Tuhan.

2- Perintah agar saling kunjung-mengunjungi karena Allah, demikian pula bermalam di rumah saudara seagamanya karena Allah pula.

3- Di samping itu syariat membolehkan seseorang lelaki bercakap-cakap dengan wanita lain yang bukan mahramnya yakni ajnabiyah, bilamana betul-betul ada keperluan yang penting untuk berbuat sedemikian itu.

4- Selain itu dalam Hadits itu pula terdapat anjuran yang sungguh-sungguh agar antara seorang muslim dengan muslim lainnya, hendaknya gemar nasihat-menasihati dengan cara yang baik, mengingatkan siapa yang lupa dan lalai melaksanakan perintah Allah dan ada pula anjuran untuk gemar mengerjakan shalat malam (shalatuilail) dan lain-lain.

Tema hadits yang berkaitan dengan Al-Quran: 

1- Semua mukmin bersaudara.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. (QS. Al-Hujurat: 10).

2- Allah Subhanahu Wa Ta'ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk saling menolong dalam berbuat kebaikan —yaitu kebajikan— dan meninggalkan hal-hal yang mungkar: hai ini dinamakan ketakwaan. Allah Subhanahu Wa Ta'ala melarang mereka bantu-membantu dalam kebatilan serta tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan hal-hal yang diharamkan.

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Dan  Tolong- menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS. Al-Maidah: 2).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.