Edisi Ahad, 13 Maret 2022 M / 10 Sya'ban 1443 H.
Imam Al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub menyebutkan keutamaan Al-Qur’an, ilmu dan ulama pada bab tersendiri. Al-Ghazali mengutip beberapa hadits yang menerangkan keutamaan ilmu dan ulama pada bab ini dari sejumlah perawi hadits.
Al-Ghazali mengatakan, banyak hadits menerangkan keutamaan ilmu dan ulama. (Imam Al-Ghazali, Mukasyafatul Qulub, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2019 M/1440 H], halaman 277).
Terkait keutamaan Al-Qur’an, ilmu, dan ulama, Imam Al-Ghazali mengutip Surat Al-A’raf ayat 145, pandangan Imam As-Syafi’i, dan Sayyidina Al-Hasan bin Ali bin Abu Thalib ra. (Al-Ghazali, 2019 M/1440 H: 277).
Berikut ini adalah beberapa Hadits Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam yang membicarakan tentang menuntut ilmu dan Keutamaannya :
1. Membiayai Pelajar Jadikan Berkahnya Harta
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: كَانَ أَخَوَانِ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ أَحَدُهُمَا يَأْتِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْآخَرُ يَحْتَرِفُ، فَشَكَا المُحْتَرِفُ أَخَاهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «لَعَلَّكَ تُرْزَقُ بِهِ»
Artinya, Ada dua orang bersaudara (kakak-adik) di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di mana salah satu dari keduanya senantiasa mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (untuk mendengarkan hadits) dan yang lainnya sibuk bekerja. Lalu yang bekerja itu mengadukan saudaranya kepada beliau (karena tidak ikut membantu kerja) lalu beliau menjawab: “Boleh jadi kamu diberi rezki justru gara-gara saudaramu itu.” (Shahih: HR. At-Tirmidzi no. 2345).
2. Perumpamaan Menyelisihi Ilmu Sendiri
مَثَلُ الْعَالِمِ الَّذِي يُعَلِّمُ النَّاسَ الْخَيْرَ ويَنْسَى نَفْسَهُ كَمَثَلِ السِّرَاجِ يُضِيءُ لِلنَّاسِ ويَحْرِقُ نَفْسَهُ
Artinya, “Perumpamaan ahli ilmu yang mengajari manusia tetapi melupakan dirinya (tidak mengamalkan ilmunya) laksana lampu yang menerangi manusia tetapi membakar diri sendiri.” (Shahih: HR. Ath-Thabrani no. 1681 dalam Al-Kabir).
3. Ancaman Ilmu Untuk Dunia
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya, “Siapa yang belajar ilmu yang seharusnya ia niatkan untuk Allah tetapi justru ia mempelajarinya untuk mendapatkan harta dunia maka ia tidak akan mencium aroma Surga di hari Kiamat.” (Shahih: HR. Abu Dawud no. 3664).
4. Ancaman Ilmu untuk Popularitas
مَنْ طَلَبَ العِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ العُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ
Artinya, “Siapa mencari ilmu untuk membanggakan diri kepada ulama, atau mendebat orang-orang bodoh, atau agar diperhatikan oleh manusia maka Allah akan memasukkannya ke Neraka.” (Hasan: HR. At-Tirmidzi no. 2654).
5. Balasan Belajar karena Kesombongan
لَا تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوا بِهِ الْعُلَمَاءَ، وَلَا لِتُمَارُوا بِهِ السُّفَهَاءَ، وَلَا تَخَيَّرُوا بِهِ الْمَجَالِسَ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَالنَّارُ النَّارُ
Artinya, “Kalian jangan belajar ilmu untuk tujuan membanggakan diri di sisi ulama, mendebat orang-orang bodoh, tampil di majlis, dan siapa yang melakukan itu maka Neraka, Neraka.” (Shahih: HR. Ibnu Majah no. 254).
6. ‘Alim yang Membahayakan
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيمِ اللِّسَانِ
Artinya, “Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas umatku adalah setiap orang munafik yang pintar bersilat lidah.” (Shahih: HR. Ahmad no. 144).
7. Dimintakan Ampun Oleh Penduduk Langit dan Bumi
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الخَيْرَ
Artinya, “Sesungguhnya Allah, para Malaikat-Nya, penduduk langit-langit dan bumi-bumi, hingga semut-semut yang ada di lubangnya, hingga ikat-ikan, benar-benar semuanya bershalawat (memintakan ampun) untuk orang yang mengajari kebaikan kepada manusia.” (Shahih: HR. At-Tirmidzi no. 2685).
8. Wajah Bersinar
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ غَيْرَهُ، فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ، وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ
Artinya, “Semoga Allah menjadikan bercahaya seseorang yang mendengar hadits kami lalu menghafalnya hingga menyampaikannya kepada orang lain. Betapa banyak orang yang membawa (riwayat) fiqih kepada orang yang lebih faqih darinya. Betapa banyak orang yang membawa (riwayat) fiqih tetapi tidak faqih.” (Shahih: HR. At-Tirmidzi no. 2656).
9. Ahli Ilmu Pengganti Nabi
فَضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ
Artinya, “Keutamaan ahli ilmu atas ahli ibadah seperti keutamanku atas orang paling rendah dari kalian.” (Shahih: HR. At-Tirmidzi no. 2685).
10. Ulama Pewaris Para Nabi
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَبْتَغِي فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الجَنَّةِ، وَإِنَّ المَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضَاءً لِطَالِبِ العِلْمِ، وَإِنَّ العَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الأَرْضِ حَتَّى الحِيتَانُ فِي المَاءِ، وَفَضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ، كَفَضْلِ القَمَرِ عَلَى سَائِرِ الكَوَاكِبِ، إِنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا العِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Artinya, “Siapa yang menempuh perjalanan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan mudahkan ia jalan menuju Surga. Sungguh para Malaikat benar-benar meletakkan sayap-sayapnya karena ridho dengan penuntut ilmu. Sungguh orang alim benar-benar dimintakan ampun oleh makhluk langit dan bumi hingga ikan-ikan di lautan. Keutamaan ahli ilmu atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama atas semua bintang-bintang. Sungguh ulama adalah pewaris para Nabi, para Nabi tidak mewariskan dirham dan dinar, tetapi yang mereka wariskan adalah ilmu. Siapa yang mengambilnya berarti ia telah mengambil bagian yang besar.” (Shahih: HR. At-Tirmidzi no. 2682).
11. Keutamaan Ahli Ilmu dan Dai
مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنَ الهُدَى وَالعِلْمِ، كَمَثَلِ الغَيْثِ الكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ، قَبِلَتِ المَاءَ، فَأَنْبَتَتِ الكَلَأَ وَالعُشْبَ الكَثِيرَ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ، أَمْسَكَتِ المَاءَ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا، وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى، إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً وَلاَ تُنْبِتُ كَلَأً، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ، وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
Artinya, “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku diutus dengannya seperti hujan lebat yang menimpa bumi. Di antara tanah bumi ada yang subur yang menyerap air sehingga menumbuhkan tanaman dan rerumputan yang banyak. Ada pula tanah gembur yang hanya menampung air. Dengannya (kedua jenis tanah tersebut) Allah menjadikannya bermanfaat bagi manusia untuk mereka minum, memberi minum ternak, dan berladang. Hujan itu juga menimpa tanah jenis lain yaitu qi’an yang tidak bisa menampung air dan tidak bisa pula menumbuhkan tanaman. (Kedua jenis tanah pertama) itulah perumpamaan untuk orang yang paham agama. Dia memanfaatkan apa yang Allah utus aku dengannya dengan mempelajari dan mengajarkannya. (Jenis tanah terakhir) adalah perumpaan untuk orang yang tidak peduli dan tidak menerima apapun yang Allah utus aku dengannya.” (HR. Al-Bukhari no. 79 dan Muslim no. 2282).
12. Anjuran Iri kepada Ahli Ilmu
لاَ حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
Artinya, “Tidak boleh hasad kecuali pada dua jenis orang, yaitu seseorang yang diberi Allah harta lalu dia habiskan dalam kebaikan dan seseorang yang diberi Allah hikmah (ilmu) lalu diterapkan dan diajarkan.” (HR. Al-Bukhari no. 73 dan Muslim no. 861).
13. Ulama adalah Mujaddid Agama
إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا
Artinya, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengutus untuk umat ini di permulaan setiap 100 tahun seseorang yang melakukan tajdid (pembaharuan) untuk umat.” (Shahih: HR. Abu Dawud no. 4291).
14. Amanah Agama di Punggung Ulama
يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُولُهُ يَنْفُونَ عَنْهُ تَحْرِيفَ الْغَالِينَ، وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِينَ، وَتَأْوِيلَ الْجَاهِلِينَ
Artinya, “Ilmu ini diemban dari setiap generasi orang yang terpercaya di mana mereka melenyapkan penyimpangan ilmu dari orang-orang yang melampai batas, pemalsuan dari orang-orang yang batil, dan takwil dari orang-orang bodoh.” (Shahih: HR. Ibnu Baththoh no. 33 dalam Al-Ibanah Al-Kubra).
15. Wajib Memuliakan ‘Ulama
لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا
Artinya, “Bukanlah termasuk umatku siapa yang tidak menghormati yang lebih tua dari kami, tidak menyanyangi yang lebih muda dari kami, dan tidak mengenal hak ulama kami.” (Shahih Lighoirih: HR. Ahmad no. 22755).
16. Pahala Berlipat-Lipat
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى، كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا
Artinya, “Siapa yang mengajak kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun.” (HR. Muslim no. 2674).
17. Larangan Menyembunyikan Ilmu
مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ يَعْلَمُهُ فَكَتَمَهُ، أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ
Artinya, “Siapa yang ditanya ilmu yang diketahuinya lalu menyembunyikannya maka Allah akan memakaikannya pakaian dari Neraka pada Hari Kiamat.” (Shahih: HR. Ibnu Majah no. 266).
Semoga bermanfaat...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.