Edisi Kamis, 7 Oktober 2021 M / 30 Shafar 1443 H.
KH. Abdurrahman Wahid atau biasa dikenal Gus Dur merupakan sosok guru bangsa yang karismatik. Presiden keempat Republik Indonesia ini juga disebut-sebut sebagai Bapak Pluralisme. Pasalnya beliau selama hidup selalu menanamkan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan berbangsa.
Pria kelahiran Jombang, 7 September 1940 ini merupakan cucu KH. Hasyim Asy’ari pendiri organisasi islam terbesar di Indonesia Nahdatul Ulama (NU). Beliau wafat pada hari Rabu 30 Desember 2009 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada pukul 18.45 WIB.
Meskipun Gus Dur telah meninggal dunia, akan tetapi karya-karya dan pengabdiannya selalu dikenang oleh masyarakat Indonesia.
Maka tak heran apabila hingga kini makam Gus Dur selalu banyak dikunjungi oleh para jemaah. Bahkan beliau mempunyai pengikut setia yang disebut ‘Gusdurian’. Berbagai macam kajian tentang pemikirannya hingga kini terus dilakukan. Hal ini karena Gus Dur merupakan sosok langka yang pernah dimiliki bangsa Indonesia.
Di samping itu, perkataan dan tulisan Gus Dur selama hidup juga tak jarang dijadikan kaos oleh berbagai macam kalangan. Pasalnya beliau juga dikenal dekat dengan berbagai kalangan, tidak membeda-bedakan suku, ras dan, agama. Tak hanya itu, Gusdur juga dikenal melontarkan kata-kata bijak yang inspiratif dan penuh makna.
Berikut ini 17 kata-kata bijak Gus Dur yang sangat inspiratif dan penuh makna.
1. Allah itu Maha Besar. Ia tidak memerlukan pembuktian akan kebesaran-Nya. Ia Maha Besar karena Ia ada. Apapun yang diperbuat orang atas diri-Nya, sama sekali tidak ada pengaruhnya atas wujud-Nya dan atas kekuasaan-Nya.
2. Memaafkan tidak akan mengubah masa lalu, tetapi memberi ruang besar untuk masa depan.
3. Sebenar apapun tingkahmu, sebaik apapun perilaku hidupmu, kebencian dari manusia itu pasti ada. Jadi jangan terlalu diambil pusing. Terus saja jalan.
4. Tuhan tidak perlu dibela, Dia sudah maha segalanya. Belalah mereka yang diperlakukan tidak adil.
Bukalah hatimu dan bertindaklah dengan jujur.
5. Tragedi BOM Bali yang terjadi di ambang Ramadan adalah sebuah teguran Ilahi tentang berjangkitnya epidemi perilaku iblis di kalangan masyarakat yang semakin hari semakin sering melakukan kekerasan.
6. Saya tidak peduli, mau popularitas saya hancur, difitnah, dicaci maki, atau dituduh apapun. Tapi bangsa dan negara ini harus diselamatkan dari perpecahan.
7. Menyesali nasib tidak akan mengubah keadaan. Terus berkarya dan bekerjalah yang membuat kita berharga.
8. Sebuah masyarakat tanpa spritualitas hanyalah akan berujung pada penindasan, ketidakadilan, pemerasan, dan perkosaan atas hak-hak asasi warganya.
9. Negeri ini paling kaya di dunia tapi sekarang negeri ini menjadi melarat karena para koruptor tidak ditindak dengan tegas.
10. Jika kamu membenci orang karena dia tidak bisa membaca Al-Quran, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi Al-Quran. Jika kamu memusuhi orang yang berbeda agama dengan kamu, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi Agama. Jika kamu menjauhi orang yang melanggar moral, berarti yang kamu pertuhankan bukan Allah, tapi moral. Pertuhankanlah Allah, bukan yang lainnya. Dan pembuktian bahwa kamu mempertuhaknkan Allah, kamu harus menerima semua makhluk. Karena begitulah Allah.
11. Tidak penting apapun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak tanya apa agamamu.
12. Rentenir memang melakukan kerja manipulatif, karena ia mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain. Sementara Tuhan tidak memanipulasikan apa-apa. Yang diberikan-Nya hanyalah kehidupan itu sendiri. Terserah mau diapakan oleh manusia, dijadikan ajang pengrusakan, atau lahan penyejahteraan hidup.
13. Memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya. Merendahkan dan menistakan manusia berarti merendahkan dan menistakan penciptanya.
14. Agama mengajarkan pesan-pesan damai dan ekstremis memutarbalikannya. Kita butuh Islam ramah, bukan Islam marah.
15. Perbedaan itu fitrah. Dan ia harus diletakkan dalam prinsip kemanusiaan universal.
Semakin tinggi ilmu seseorang, maka semakin tinggi toleransinya.
16. Islam itu datang bukan untuk mengubah budaya leluhur kita jadi budaya Arab. Bukan untuk ‘aku’ menjadi ‘ana’, ‘sampeyan’ jadi ‘antum’, ‘sedulur’ jadi ‘akhi’. Kita pertahankan milik kita. Kita harus serap ajarannya, bukan budaya Arabnya.
17. Islam di Indonesia itu timbul dari basis kebudayaan. Jika itu dihilangkan, maka kemungkinannya ada dua, yaitu pertama kebudayaan akan mati, kedua Islam akan hancur. Pesan saya, jadilah pemikir yang sehat.
Semoga bermanfaat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.